Curiosity gap adalah insting manusia untuk menjembatani jurang informasi pada sebuah informasi. Kita akan memiliki motivasi intrinsik dan ekstrinsik untuk mencari jawaban. Walau akan ada resiko, ambiguitas, bahkan kekecewaan pada jawaban yang didapat dari keputusan kita. Dan hal inilah yang dieksploitasi jurnalisme tabloid atau clickbait di era digital saat ini.
Clickbait Sebagai Misinformasi
Apa jadinya jika clickbait menjadikan kita kesulitan menemukan fakta. Kita sebagai users pun terjebak mendiseminasi hoaks alias berita bohong. Apalagi motivasi menyebarkan hanya headline informasi ini didorong sikap partisan, sentimen agama, maupun politis. Yang untung secara finansial adalah portal berita yang merekayasa atau memframe berita sesuai prinsip clickbait.
Salah satu contoh berita clickbait ditemui pada fans page Facebook yaitu FAFHH dari Mafindo. Judul berita diatas, yang dilansir dari portal-islam.id memampang headline provokatif "Astagfirullah, Musibah Gunung Agung Presiden Malah Bilang Sebagai 'Tontonan Tambahan'". Headline yang bermuatan politis dan sentimen agama ini memframe negatif Presiden. Sedang situs korpri.id sebagai referensi berita ini saat ini mengarah pada toko baju online.
Judul headline diatas benar berisi seorang pria memeluk singa, yaitu Kevin Richardson. Namun frasa headline tentang 'What Happens Next' cukup menipu. Karena yang terjadi selanjutnya adalah Kevin yang merupakan seorang Zoologis berkata bahwa habitat singa mulai terancam. Jadi secara logika, kita terperangkap mencari tahu informasi judul dengan konten yang kadang tidak sesuai ekspektasi.
Kita Buntung, Mereka Untung
Terjebak men-share dan membaca berita clickbait yang kini masif dan real-time via sosmed mengelabui naluri curiosity gap. Judul berita beraliran jurnalisme tabloid yang mengundang sensasi bukan esensi dapat mengaburkan pola berfikir kritis. Apalagi saat sosmed dan mesin peramban mempersonalisasi hasil pencarian. Users yang sering mengklik berita clickbait tentu akan semakin terpenjara dalam misinformasi.
Yang diuntungkan tentu para pemilik situs atau link yang dituju. Meraih banyak visit via klik di sosmed kini menjadi pola umum yang diterapkan. Visit mungkin tidak seberbahaya phising atau scamming dari link/situs yang dikunjungi. Ancaman malware yang mengintip rekening, menutup akses file komputer, sampai menguasai kontrol komputer kita bukan lagi kasus yang jarang ditemui.
Apalagi saat kampanye politis untuk kepentingan kampanye berlangsung. Hanya dengan headline saja, fanatisme partisan bisa saja tersulut. Silent click yang terjadi membuat gaduh sosmed. Walau judul berita dengan konten berita jauh panggang dari api. Saring Sebelum Sharing (3S) sebelum berbagi informasi di dunia digital menjadi langkah praktikal yang bisa kita lakukan.
Jenis misinformasi sebelumnya Satir atau Parodi