Paparan penduduk pada entitas pengukur biometris digital belum terjadi di Indonesia. Publik masih merasa kebebasan berpendapat mereka di dunia digital belum terkekang.Â
Walau faktanya hal ini ilusi semata karena pola filter bubble yang menyebabkan perspektif homogen. Tak ayal terjadi polarisasi berdasar preferensi politis dan agama yang begitu kuat di Indonesia.
Apakah Indonesia akan menerapkan pola Panopticon digital seperti Tiongkok. Atau mulai berbenah diri untuk membentengi diri dari campur tangan asing dengan hanya 'nuansa' Panopticon yang dibuat. Pemerintah kita membuat sendiri infrastruktur digitalnya guna keamanan negara secara politis dan konstitusinonal.
Konsep Panoticism dari Foucault mungkin terkesan dispotis dan represif. Namun dari kejadian yang melanda negara maju diatas, kita baiknya menyadari pola Panopticon untuk masa depan.Â
Hal ini untuk memastikan kedaulatan negara di dunia digital tetap ada. Dan barang tentu tidak menyerah dan mengikuti kemauan perusahaan teknologi besar dunia.
Tentu tidak dengan pola pengawasan yang mengekang dan cenderung melanggar kebebasan berpendapat dan privasi. Wajib para stakeholder keamanan, teknologi, dan inteligen mulai waspada dan siap untuk dampak buruk campur tangan asing via dunia digital. Butuh kewaspadaan, infrastruktur, bahkan sumberdaya yang melek akan dunia digital.
Salam,
Tangerang, 07 Desember 2018
05:19 pmÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H