Sejatinya ini adalah ilusi preferensi saja. Semua menawarkan kelebihan pada kuota internetnya. Sedang jaringan super cepat itu hanya di kota. Kuota besar juga ternyata termasuk fitur kuota film dan pembagian waktu. Unlimited pun dibatasi pemakaiannya hanya sekian gigabyte perhari.
Dengan jenis dan frekuensi iklan yang setiap hari kita saksikan. Seolah membuat fikiran kita 'dikalibrasi'. Kenyataan yang ada adalah paket internet itu murah, mudah didapat, dan banyak keuntungannya. Logika yang menyatakan pulsa itu mahal dan sulit didapat seolah melesap.
Ditambah efek FoMO diatas, membeli pulsa pun serasa ringan saja. Bak membeli sebuah camilan yang sebenarnya tidak membuat kenyang. Tapi entah kenapa seseorang seperti ketagihan akan camilan tersebut.
Dan dalam hal ini, dunia digital dan promosi provider telekomunikasi tidak sepenuhnya bersalah. Karena kontrol dirilah yang menjadi benteng logika. Karena toh kita dapat hidup normal walau tanpa kuota internet di tangan.
Secara praktikal, mungkin membatasi screen time menjadi solusi. Pada anak, mengenalkan gawai lebih awal pun bisa dilakukan. Sehingga, gawai berisi kuota internet tidak menjadi media adiksi pada dunia digital di keluarga kita.
Salam,
Solo, 27 November 2018
10:21 pm
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H