Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

Menelisik Kuasa Bot Atas Pembentukan Opini Politik Publik

19 Oktober 2018   22:33 Diperbarui: 19 Oktober 2018   22:51 777
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Twitter Bot - ilustrasi: lafleurmarketing.com

Bagaimana jika selama ini bot atau akun otomatis di sosmed yang membentuk opini politik kita? Dengan fungsi bot yang otomatis, sporadis, dan parasistik ini. Perspektif politik kita dikonstruksi sedemikian timpang.

Dan studi tentang bot sebagai pembentuk opini politik membuktikan hal ini. Hasil studi dari Australian National University mendapat hasil yang cukup mengejutkan.

Studi ini mengambil data linimasa Twitter saat debat pertama Trump dan Hillary tahun 2016 lalu. Pengamatan inipun mengumpulkan 6,4 juta tweet terkait debat dalam waktu 90 menit. Dan dari pengamatan pada 1,5 juta akun Twitter. Sekitar 4,8% diantaranya dipastikan adalah akun bot. 

Dan ternyata dengan 72 ribu akun bot, mampu terbentuk opini untuk kubu pro-Republik. Akun ini menempel pada akun asli kubu pro-Republik. Untuk kemudian membuat interaksi dengan re-tweet ataupun reply tweet yang pro-Republik. 

Bot dengan otomatisasi algoritma, jaringan cepat dan melekat pada akun tertentu, memang mampu membuat gaduh linimasa. Tak heran sering kita temui trending topic baik itu tentang sinetron, konser, bahkan tragedi politik Pilpres cepat sekali berubah.

Kinerja dasar bot di sosmed bisa disesuaikan dengan keinginan si pembuat. Seperti artikel di Medium yang menjabarkan cara membuat bot Twitter dengan media Python. Bot ini bisa mem-follow, me-RT, favorite, dan reply dengan pesan sederhana.

Dan bot yang ada pun bukan sekadar me-RT atau like posting. Bot dengan interaksi chat pun bisa kita buat sendiri. Pada artikel hackernoon.com ini, kita diajarkan cara membuat 'DIY' chatbot via PubNub untuk Twitter.

Tak ayal, bot pun menjadi komoditas ekonomis beberapa orang/kelompok. Karena tidak heran, untuk Twitter sendiri diperkirakan 15% dari total 300 juta users-nya adalah bot. 

Untuk harga sekitar 250 USD (3,8 juta IDR), Tweet Attacks Pro menawarkan unlimited users. Beberapa penyedia proxy pun menawarkan 25,000-45,000 titik proxy untuk akun dengan membayar 100 USD (1,5 juta IDR) per minggu. 

Instagram Bot - ilustrasi: theglimpse.com
Instagram Bot - ilustrasi: theglimpse.com

Dan hampir pada semua platform sosmed terkenal, bot bisa ditemukan.

Melihat potensi paparan dan micro-targeting bot dalam sosmed. Maka tak heran kampanye politik dianggap lebih efektif via sosmed. Dan tidak semua tujuan penggunaan bot untuk kampanye politik sehat positif.

Pembentukan opini untuk kubu Capres dalam pemilu menjadi lebih efektif, real-time, dan terkoordinasi. Dan opini yang dibuat pun bisa apa saja. Baik berita berisi konten kritik maupun disinformasi bisa menjadi 'komoditas'.

Tak heran jika seorang politisi prominen salah satu kubu men-tweet/reply/quote sebuah informasi. Maka akan banyak interaksi yang terjadi. Pun bisa juga menjadi trending topic.

Akun bot akan pertama kali mengerubungi posting politisi tadi. Dengan RT/reply/favorite, ditambah beberapa akun bot akan pura-pura berinteraksi. Akun asli pun akan ikut nimbrung interaksi yang ada.

Ilusi percakapan seru yang berasal dari akun dengan ribuan/jutaan followers akan tercipta. Dan inilah yang setiap saat mengisi linimasa kita. Akun-akun asli diberikan fatamorgana konflik dan intrik yang kadang dibesar-besarkan.

Bukan saja rekayasa ilusi, kadang berita bohong menjadi ramai di linimasa. Bisa jadi dalam kasus kebohongan Ratna Sarumpaet, bot juga berperan. Prosedur mengerumuni seorang tokoh dan menciptakan ilusi interaksi terjadi pada kasus ini.

Dan hampir pada semua platform sosmed terkenal, bot bisa ditemukan. Dan di dalam beragam platform inipun, opini politik publik dibentuk sedemikan rupa. Fabrikasi dan disinformasi informasi Capres tiap kubu dibentuk dan saling dibenturkan pada linimasa.

Hanya kewarasan kitalah mampu bijak menyikapi information obesity semacam ini. Karena dibalik semua akun bot ini tersimpan muatan politis yang begitu jumud dan kadang picik.

Salam,
Solo, 19 Oktober 2018
10:48 pm

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun