Tagar pun menjadi media komunikasi spesifik pada satu waktu dan tempat tertentu. Misalkan ketika ada workshop tentang vlogging. Peserta diminta mengunggah karya vlog mereka via sosmed. Guna memudahkan melacak vlog peserta dalam sosmed, maka digunakan tagar tertentu.
Tagar pun digunakan untuk memprotes isu rasialisme di US (#BlackLivesMatter atau #WhiteWashedOut) sampai saat ini. Tagar juga menggerakkan revolusi di Mesir (#Jan25 #Egypt #Tahrir) tahun 2011. Atau tagar global #MeToo guna menyuarakan isu kekerasan seksual.
Secara personal, hashtag pun kadang menjadi sebuah pesan mencari kemiripan emosional. Kita beri tagar #Bersedih sehingga kita bisa menyampaikan perasaan kita ke dunia, sosmed. Bisa jadi tagar tadi 'disambar' akun dengan perasaan serupa atau bahkan followers baru.
Sehingga fungsi tagar sebagai sebuah ikon pop culture era sosmed kian rumit difahami. Tagar bisa menjadi medium komunikasi secara masif dan personal. Tagar bersifat material dan subliminal. Kita gunakan tagar untuk turut bandwagon tagar yang trending. Kitapun gunakan tagar yang tidak trending hanya karena kita pernah lihat suatu tagar dahulu.
Tagar bisa menjadi senjata namun juga penolong jiwa. Tagar adalah the new propaganda bahkan provokasi ala sosial media. Di sisi berbeda, tagar adalah penyelamat nyawa dan pemberi harapan untuk sesama.
Jadi baik-baiklah memberi tagar, mendukung tagar, dan membagikan tagar di dunia maya.
Salam,
Solo, 11 September 2018
09:46 pm
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H