Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Afi Nahaya, "Mauvaise Foi", dan Sisyphus

6 Juni 2017   11:08 Diperbarui: 6 Juni 2017   20:34 1633
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Batas-batas absurditas nyata dan maya seolah terhapus. Saat banyak pemikir kita memberi tuntunan menghindari absurditas hidup, sepertinya ada gejala yang memang sudah diramalkan. Eksistensi kita sudah digariskan secara atheistik (berpusat pada Tuhan), theistik (mengarah pada Tuhan/ke-tuhanan). Ada pula yang Nietzsche ramalkan sebagai axioma 'God is dead'. Apakah dua dunia yang berbenturan ini bersifat agnostik?

Lagi-lagi bad faith dan kisah Sisyphus terjadi antara dua dunia ini, maya dan nyata. Realisme yang berkelindan dalam semiotika yang sulit terurai dan dipahami. Karena banyak yang melihat permukaannya saja. Banyak yang mau tahu Sisyphus, tapi tidak memaknainya. Mendorong batu itu sendiri bukan lagi kesia-siaan. Tapi eksistensi dirinya yang terus ada karena melakukan yang ia lakukan.

Salam,

Wollongong, 06 Juni 2017

02:07 pm

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun