Batas-batas absurditas nyata dan maya seolah terhapus. Saat banyak pemikir kita memberi tuntunan menghindari absurditas hidup, sepertinya ada gejala yang memang sudah diramalkan. Eksistensi kita sudah digariskan secara atheistik (berpusat pada Tuhan), theistik (mengarah pada Tuhan/ke-tuhanan). Ada pula yang Nietzsche ramalkan sebagai axioma 'God is dead'. Apakah dua dunia yang berbenturan ini bersifat agnostik?
Lagi-lagi bad faith dan kisah Sisyphus terjadi antara dua dunia ini, maya dan nyata. Realisme yang berkelindan dalam semiotika yang sulit terurai dan dipahami. Karena banyak yang melihat permukaannya saja. Banyak yang mau tahu Sisyphus, tapi tidak memaknainya. Mendorong batu itu sendiri bukan lagi kesia-siaan. Tapi eksistensi dirinya yang terus ada karena melakukan yang ia lakukan.
Salam,
Wollongong, 06 Juni 2017
02:07 pm
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H