Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mendekonstruksi "Kapal Oleng Kapten!"

21 Maret 2017   13:56 Diperbarui: 30 Maret 2017   22:52 7264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karena kesengajaan membuat kapal oleng akan berbenturan dengan sesuatu yang diluar perkiraan. Sebuah differance a priori yang mungkin akan dihadapi. Buku menyebutkan causal A = B. Namun saat badai diterjang A ≠ B, tapi B' atau bahkan C. Karena badai atau golakan laut adalah probabilitas infinit. Tidak pernah diduga dan tidak pasti menjadi ciri sebuah kondisi turbulensi. Sehingga kemungkinan untuk dengan sengaja menuju badai membuat resiko karam semakin besar. 

Lalu bagaimana jika kondisi gawat ini terjadi secara alami pada lautan. Kapal beserta awaknya tiba-tiba terjebak dalam badai atau ombak tinggi. Kapal oleng tidak bisa dihindari. Kapal harus bisa bertahan dalam kondisi membahayakan ini. Sang kapten beserta awak harus berkoordinasi dalam status darurat tidak terduga. Semua pengetahuan dan kecekatan awak kapal pun diuji.

Berbeda dengan skenario dengan sengaja menuju kondisi penuh turbulensi. Kondisi yang dihadapi dengan alami menjadi pelajaran dan konfirmasi ilmu yang kapten sudah pelajari. Situasi gawat yang spesifik sedang terjadi adalah sebuah observasi nyata dari kondisi. Sebuah referensi keadaan mungkin bisa serupa. Namun spesifikasi tinggi ombak, arah angin, derasnya hujan, atau kuatnya hempasan ombak akan berbeda. Dengan menyatukan kondisi yang nyata dan sedang terjadi, sang kapten mengkonfirmasi ilmu yang ia tahu saat itu juga. 

Situasi gawat yang harus dilalui menjadi eksperimen, pelajaran sekaligus telusur solusi untuk kapten beserta awak kapal. Skenario gawat darurat yang jauh dari kuasa kapten dan wak kapal. Kondisi ini menjadi sebuah common ground untuk menjadi tantangan yang harus dicari solusi bersama. Kapal yang oleng dengan turbulensi eksternal yang terjadi secara alami lebih mungkin terjadi. Lebih mungkin pula kapal tidak akan karam. Karena fokus kapten adalah keadaan di depan mata. Tidak harus berputar-putar pada kondisi gawat serupa buku atau pengalaman kapten kapal lain. Inilah kapalnya. Dan saat inilah kondisinya. Yang sang kapten lakukan adalah solusi real-time untuk keadaan daruratnya.

Chaos - ilustrasi: sepeb.com
Chaos - ilustrasi: sepeb.com
Lalu apa yang terjadi dalam fikiran kita saat membaca tragedi kapal oleng ini?

Fikiran kita akan dengan liar mendekonstruksinya dengan metafora. Sebuah rasional yang irasional terjadi antara teks dengan jarak kita membacanya. Dalam kepala kita, simbolisme kapal oleng akan langsung terkait dengan hal-hal berikut:

  • Kondisi negara yang rusuh/dikudeta/perang dengan Presiden yang harus bertindak cepat
  • Kondisi sebuah perusahaan/organisasi/institusi yang mengalami krisis, sedang direktur/pimpinan harus bisa menyelamatkannya
  • Kondisi RT/RW/rumah tangga yang terusik dengan pihak-pihak yang tidak ingin adanya keharmonisan maka pemimpinnya harus mencari solusi
  • Kondisi sanak keluarga/teman/bahkan diri sendiri yang mengalami tekanan hidup dimana kita sendiri harus mencari jalan keluarnya

Sehingga simbolisme asimetris pada pemahaman kapal oleng kita dekonstruksi sendiri dengan simbolisme. Tragedi kapal oleng dengan detail sebab-akibat dan aksi-reaksi adalah membuat sedimentasi makna struktural itu kita bongkar. Namun bukan berarti untuk lalu kita biarkan struktur ini hancur. Namun kembali memahami cara berfikir kita yang begitu asimetris sekaligus simetris. Bahkan dengan segera, makna, tanda dan petanda yang muncul pun saling tumpang tindih.

Saya pun yakin dengan beragam kemungkinan yang muncul saat membaca tragedi 'kapal oleng'. Pengalaman yang pernah kita tahu dan alami akan sebab dan akibat kapal oleng pun berbeda. Serupa kondisi spesifik yang tiap kapten kapal alami pada saat badai. Bisa jadi kapalnya memang sudah rapuh. Bisa jadi memang ada awak kapal yang ingin kapal untuk karam. Atau, bisa jadi karena kapten dan awak kapal ingin berhenti mengarungi lautan dan memilih karam. Semua probalibiltas ini mungkin. Dan simbolisme dan makna yang terjadi pun kian berkecamuk dan bergelut dalam kelindan. 

Lalu jika kita sebagai seorang kapten, apakah 'kapal kita oleng?'

Salam,

Wollongong, 21 Maret 2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun