Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mendekonstruksi "Kapal Oleng Kapten!"

21 Maret 2017   13:56 Diperbarui: 30 Maret 2017   22:52 7264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
The Tempest by Mostropecchio - ilustrasi: pinterest.com

Ada istilah pallogosentris yang mendefinisikan 'kapal oleng Kapten' adalah situasi gawat. Situasi dimana sebuah kapal mengalami gangguan eksternal. Sehingga kapal menjadi oleng atau terombang-ambing. Secara struktural kalimat ini adalah kalimat perintah. Namun secara pragmatis berarti menandakan situasi berbahaya. Sebuah illocution yang menandakan solusi harus segera dibuat karena kapal oleng. Dengan setting komunikasi dimana anak buah sang Kapten berbicara dengan Kapten itu sendiri.

Mudah dicerna dan pemahaman strukturalis dari penjelasan diatas. Namun apakah benar demikian? Apakah simbolisme tanda petanda di kalimat ini menyiratkan situasi gawat? Pertanyaan paling penting adalah mengapa 'kapal oleng' terjadi? Mengapa harus melapor pada 'kapten'? Adakah faktor eksternal yang membuat 'kapal oleng'? Apakah tragedi 'kapal oleng' ini disengaja?

Sebuah dekonstruksi yang menyangkut penyangkalan definisi 'dari sananya begitu' (pallogosentris) akan coba saya jelaskan. Walau trace atau jejak arti dan simbol yang terjadi mungkin erat kaitannya dengan pemahaman kita pada konteks kehidupan. Namun, dekonstruksi ini menyajikan pemahaman ahistoris. Mencoba mengais sedimentasi definis 'kapal oleng Kapten' untuk menyusunnya kembali. 

Kapal oleng adalah kehadiran (presence) dari sebuah ketidakhadiran arti (absence). Yang tersaji dalam teks adalah kondisi gawat. Sebuah kapal mengalami turbulensi sehingga oleng. Kapal yang dimaksud adalah simbolisme dari moda transportasi. Sebuah medium mengarungi sesuatu di laut. Bukan sebuah perahu, sampan atau bahkan pesiar. Sebuah kapal dengan sederhana adalah media menyebrangi lautan. Apapun bentuk dan jenisnya, dalam fikiran kita ada simbolisme kapal.

Bagai sebuah 'Noah ark' simbolisme kapal menjadi universalitas tanda di tiap kepala kita. Kisah bahtera Nabi Nuh yang menyelamatkan bragam mahluk di kitab suci muncul di kepala kita. Kapalnya pun diombang-ambing lautan yang berasal dari banjir 40 hari 40 malam. Sebuah kondisi putus asa mahluk hidup. Nabi Nuh adalah Juru Selamat dalam bencana ini. Ada faktor turbulensi eksternal (banjir, ramalan, dan jalan selamat) yang terlibat. Dan secara brikolase hal ini menjadi sebuah metafora kehidupan.

Sang 'kapten' adalah nahkoda dalam pelayaran kapal. Sebuah kapal memiliki satu destinasi yang dituju. Dalam navigasinya, anak buah sang kapten saling berkoordinasi menuju tujuan bersama. Ada sistem hirarkis yang terjadi. Kapten menjadi peringkat superior dalam pelayaran. Ada leadership dalam navigasi kapal. Tidak mungkin ada 2 atau 3 kapten untuk satu kapal. Tujuan yang satu mungkin tidak akan tercapai. 

Saat termaktub tanda bahaya 'oleng' maka sang kapten akan lekas bertindak. Semua pengetahuan kapten menghadapi turbulensi perairan pun muncul. Empirisme radikal sang kapten akan pengalaman dalam kondisi oleng ia harus ingat. Mungkin dari literasi yang pernah ia baca. Atau juga dari pengalaman sesama kapten saat kapalnya bersandar di satu pelabuhan. Dengan cekatan dan tangkas, fikiran sang kapten mencari solusi. Dengan sigap pula perintah harus kapten keluarkan. Agar dengan segera anak buahnya mengembalikan kapal ke kondisi 'non-oleng'.

Kondisi normal sebuah kapal saat mengarungi samudra harus dikembalikan. Kapal harus berjalan mulus diatas lautan tanpa ada gangguang berarti. Sebuah simbolisme yang kita tahu dan lihat saat kapal mengarungi lautan luas. Harus berjalan dengan kecepatan knot tertentu. Sama seperti tamsilan kapal Nabi Nuh yang tetap utuh walau badai mengguncang dalam perjalanan menyelamatkan mahluk hidup.

The Universe Inside Your Mind - ilustrasi: the-universe-inside-you-mind.blogspot.com
The Universe Inside Your Mind - ilustrasi: the-universe-inside-you-mind.blogspot.com
Lalu mengapa 'kapal oleng'? Dengan instan fikiran kita akan mengaitkan dengan faktor eksternal. Mungkin mustahil kapal oleng disebabkan oleh penumpang kapal. Anak buah, penumpang bahkan kapten tidak mungkin sanggup mengguncang kapal sehingga oleng. Karena jika kapal menjadi oleng dengan sengaja. Bukankah berarti kapal akan mudah karam. Lalu apakah hal ini bukan berarti bunuh diri. Mereka akan tenggelam bersama kapal. Atau akan mati terombang-ambing di lautan tanpa arah dan tanpa kapal.

Faktor yang membuat kapal oleng menjadi kuat saat faktor eksternal mengenai kapal. Bak bahtera Nuh yang terombang-ambing badai. Kondisi lautan dan cuacalah yang mungkin menjadikan kapal oleng. Secara tidak sadar, hal ini menjadi suplemen saat kita memahami 'kenapa kapal oleng'. Faktor lautan yang memang mengalami ombak tinggi. Atau hujan petir yang menyebabkan lautan bergolak. Hal-hal inilah yang tersisip secara struktural ke dalam pemahamaman kapal oleng. Sulit menerka jika kapal oleng dilakukan dengan sengaja.

Yang mungkin menjadi kesengajaan adalah navigasi kapal yang menuju arah lautan tidak tenang atau badai. Sebuah jalur pintas di lautan yang begitu luas untuk mencapai tjuan bersama. Alh-alih memutar mengarungi beberapa samudra. Bisa saja sang kapten menempuh perairan yang tiada tenang. Semua agar mencapai tujuan bersama. Lalu dengan pengalaman dan pengetahuan menembus badai dan golakan laut, kapal nekat menuju jalur ini. Mungkinkah berhasil? Bisa iya. Mungkin juga akan karam.

Karena kesengajaan membuat kapal oleng akan berbenturan dengan sesuatu yang diluar perkiraan. Sebuah differance a priori yang mungkin akan dihadapi. Buku menyebutkan causal A = B. Namun saat badai diterjang A ≠ B, tapi B' atau bahkan C. Karena badai atau golakan laut adalah probabilitas infinit. Tidak pernah diduga dan tidak pasti menjadi ciri sebuah kondisi turbulensi. Sehingga kemungkinan untuk dengan sengaja menuju badai membuat resiko karam semakin besar. 

Lalu bagaimana jika kondisi gawat ini terjadi secara alami pada lautan. Kapal beserta awaknya tiba-tiba terjebak dalam badai atau ombak tinggi. Kapal oleng tidak bisa dihindari. Kapal harus bisa bertahan dalam kondisi membahayakan ini. Sang kapten beserta awak harus berkoordinasi dalam status darurat tidak terduga. Semua pengetahuan dan kecekatan awak kapal pun diuji.

Berbeda dengan skenario dengan sengaja menuju kondisi penuh turbulensi. Kondisi yang dihadapi dengan alami menjadi pelajaran dan konfirmasi ilmu yang kapten sudah pelajari. Situasi gawat yang spesifik sedang terjadi adalah sebuah observasi nyata dari kondisi. Sebuah referensi keadaan mungkin bisa serupa. Namun spesifikasi tinggi ombak, arah angin, derasnya hujan, atau kuatnya hempasan ombak akan berbeda. Dengan menyatukan kondisi yang nyata dan sedang terjadi, sang kapten mengkonfirmasi ilmu yang ia tahu saat itu juga. 

Situasi gawat yang harus dilalui menjadi eksperimen, pelajaran sekaligus telusur solusi untuk kapten beserta awak kapal. Skenario gawat darurat yang jauh dari kuasa kapten dan wak kapal. Kondisi ini menjadi sebuah common ground untuk menjadi tantangan yang harus dicari solusi bersama. Kapal yang oleng dengan turbulensi eksternal yang terjadi secara alami lebih mungkin terjadi. Lebih mungkin pula kapal tidak akan karam. Karena fokus kapten adalah keadaan di depan mata. Tidak harus berputar-putar pada kondisi gawat serupa buku atau pengalaman kapten kapal lain. Inilah kapalnya. Dan saat inilah kondisinya. Yang sang kapten lakukan adalah solusi real-time untuk keadaan daruratnya.

Chaos - ilustrasi: sepeb.com
Chaos - ilustrasi: sepeb.com
Lalu apa yang terjadi dalam fikiran kita saat membaca tragedi kapal oleng ini?

Fikiran kita akan dengan liar mendekonstruksinya dengan metafora. Sebuah rasional yang irasional terjadi antara teks dengan jarak kita membacanya. Dalam kepala kita, simbolisme kapal oleng akan langsung terkait dengan hal-hal berikut:

  • Kondisi negara yang rusuh/dikudeta/perang dengan Presiden yang harus bertindak cepat
  • Kondisi sebuah perusahaan/organisasi/institusi yang mengalami krisis, sedang direktur/pimpinan harus bisa menyelamatkannya
  • Kondisi RT/RW/rumah tangga yang terusik dengan pihak-pihak yang tidak ingin adanya keharmonisan maka pemimpinnya harus mencari solusi
  • Kondisi sanak keluarga/teman/bahkan diri sendiri yang mengalami tekanan hidup dimana kita sendiri harus mencari jalan keluarnya

Sehingga simbolisme asimetris pada pemahaman kapal oleng kita dekonstruksi sendiri dengan simbolisme. Tragedi kapal oleng dengan detail sebab-akibat dan aksi-reaksi adalah membuat sedimentasi makna struktural itu kita bongkar. Namun bukan berarti untuk lalu kita biarkan struktur ini hancur. Namun kembali memahami cara berfikir kita yang begitu asimetris sekaligus simetris. Bahkan dengan segera, makna, tanda dan petanda yang muncul pun saling tumpang tindih.

Saya pun yakin dengan beragam kemungkinan yang muncul saat membaca tragedi 'kapal oleng'. Pengalaman yang pernah kita tahu dan alami akan sebab dan akibat kapal oleng pun berbeda. Serupa kondisi spesifik yang tiap kapten kapal alami pada saat badai. Bisa jadi kapalnya memang sudah rapuh. Bisa jadi memang ada awak kapal yang ingin kapal untuk karam. Atau, bisa jadi karena kapten dan awak kapal ingin berhenti mengarungi lautan dan memilih karam. Semua probalibiltas ini mungkin. Dan simbolisme dan makna yang terjadi pun kian berkecamuk dan bergelut dalam kelindan. 

Lalu jika kita sebagai seorang kapten, apakah 'kapal kita oleng?'

Salam,

Wollongong, 21 Maret 2017

05:56 pm

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun