Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Divide et Impera ala Sosial Media

5 Desember 2016   18:22 Diperbarui: 27 Mei 2019   21:28 1040
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Negative Media - ilustrasi: madibazradio.wordpress.com

Lalu muncul screenshot berita bahwa Parade Kebhinekaan kemarin dihadiri 100 juta orang. Otomatis, mereka yang merasa unjuk rasanya lebih masif bertanya kebenarannya. Ada yang langsung nyinyir atau merendahkan dengan komentar deregatoris. Namun terbukti berita ini adalah editan oknum iseng dengan tujuan yang begitu jahat.

Divide et Impera - ilustrasi: liberaeforte.net
Divide et Impera - ilustrasi: liberaeforte.net
Terlihat, baik pro-kontra pada satu pihak dalam Pilkada Jakarta ini ada pihak yang bermain di belakang ini semua. Saat ada berita menyudutkan Ahok, oknum ini pun membuat berita bohong, provokatif dan menyulut sinisme. Saat ada berita yang menyudutkan pihak umat mayoritas, oknum ini pun membuat berita yang nyaris serupa. Kita sebagai user sosmed pun sudah kadung bergolak dengan emosi hanya bisa diam. 

Karena kevalidan berita bohong ini sulit dilacak saat sudah ribuan kali di-share. Akun yang pertama kali menyebarkan pun bisa palsu. IP address-pun bisa direkayasa dengan beragam metode. Semua demi menyembunyikan oknum penyulut divide et impera ini. 

Namun politik pecah belah ini ampuh juga. Secara real-time, efektif dan personal dapat menyulut perdebatan, cemoohan, bahkan sinisme. Walau konfirmasi berita hoaks muncul pula beberapa waktu kemudian. Dan sepertinya sejak sosmed sudah menjadi 'teman akrab' kita semua, praktek divide et impera ini akan terus berlanjut ke depan.

Polisi dengan unit cyber-crime saya yakin mampu melacaknya. Namun saat menyangkut berita hoax yang berbau SARA, emosi dan otokrasi, isu yang beredar bisa viral. Viral disini berarti cepat diakses, real-time, dan mudah di-share. Sedang unit cyber-crime perlu beberapa waktu untuk benar-benar bisa melacak dan membedah isu yang beredar ini.

Ada baiknya kitalah yang menjadi kritis, bijak dan faham literasi digital. Mungkin kita sudah begitu jenuh dan padat dengan informasi dari dunia maya dan sosmed. Sehingga sulit memahami sudut berbeda dari satu isu. Baca artikel saya menyoal hal ini Hati-Hati dengan Information Obesity.

Dan mari kita posisikan perspektif kita menyoal identitas kita di sosmed. Kita harus faham apa dan bagaimana identitas user sosmed itu sebenarnya. Tidak semua tweet, post, share, re-blog atau re-gram dari satu tokoh mencerminkan pribadi dari akun itu. Ada back-stage identity yang mungkin coba dimunculkan. Baca artikel saya Memahami Identitas Diri di Sosmed.

Baca juga:

Salam,
Wollongong, 05 Desember 2016
10:21 pm

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun