Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Karya Karma Bagian 15

4 November 2016   18:12 Diperbarui: 4 November 2016   18:19 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ibu Ibah, tetangga gubug sebelah Indah pun merawat Indah beberapa hari. Karena perut dan kepalanya terasa sakit. Beberapa kali ia ditempeleng Jun. Perutnya pun menjadi bahan pijakan ramai-ramai para pemabuk ini. Padahal Indah sudah minta ampun dan jatuh terjerembab. Namun fikiran orang mabuk sepertinya tidak perduli akan hal ini. Dan tidak juga perduli jika Indah masih kecil.

Namun malam ini, Indah tidak berjumpa dengan Jun dan kawan-kawan pemabuknya. Indah bisa tidur tenang di rumahnya. Di sebuah dipan yang dilapisi kardus dan kain rombeng yang sudah berbau apak. Ada sebuah boneka beruang yang sudah lusuh bernama Juminten kesayangan Indah. Adapun bantal kecil yang sudah keras dihiasi beberapa jamur menghitam di kedua sisi. Bantal kesayangan Indah yang selalu memberinya mimpi indah pergi ke sekolah.

Pagi menjelang, Indah harus sudah berangkat ke perempatan malam tadi. Sebelum jam 7, Indah harus sampai di lampu merah untuk kembali mengamen. Karena perempatan akan ramai saat orang berangkat kerja, mengantarkan anak ke sekolah dan pulang kerja bagi pekerja shift malam. Indah biasanya mendapat banyak uang saat ramai seperti ini. Ia pun segera berlari melintasi daerah kumuh yang diisi pengamen dan pengemis sepertinya. Banyak gubug dan bedeng yang berdempetan sesak tepat di samping jembatan besar. Indah berlari melewati gang-gang sempit dan kumuh untuk sampai ke jalan raya.

Baru saja Indah keluar dari gang, ada petugas dinas sosial yang menunggunya. Indah segera dibawa. Percuma juga ia meronta dan menghiba minta dilepaskan. Karena petugas ini tak akan melepasnya. Kata teman-temannya pun, anak-anak yang sudah ditangkap tidak akan kembali lagi ke jalan. Selama ini Indah melarikan diri saat ada razia petugas bersama temannya. Namun tidak pernah tertangkap sendiri seperti saat ini. Apakah Indah akan dipenjara? Hanya fikiran itu yang terfikir saat Indah sudah berada di dalam truk petugas. Ia tidak menangis. Namun penasaran apa yang akan terjadi nanti.

* * *

Wollongong, 04 November 2016

10:12 pm

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun