Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Project Manager for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pengendara Mobil Harus Merenungi Ini

2 November 2016   14:09 Diperbarui: 2 November 2016   14:28 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Time Stands Still - ilustrasi: www.segodnya.ua

Bagaimana jika waktu bisa dihentikan? Walau untuk sementara.

Dan dengan perasaan lara, momen itu adalah saat kedua mobil akan saling bertabrakan. Sebuah momen yang tidak mungkin terjadi di dunia nyata. Namun bisa menjadi bahan perenungan bersama.

Ada sebuah mobil melaju dengan cepat. Sedang di persimpangan di depan, ada mobil yang hendak menyebrang. Mobil ini akan mengambil lajur berlawanan dengan mobil yang melaju. Pengendara mobil yang melaju cepat ini menyadari segera jaraknya sudah terlalu dekat dengan mobil yang akan menyebrang. Pengendara yang hendak menyebrang pun tahu mobilnya akan bertumburan.

Waktu pun berhenti.

Pengendara mobil yang melaju cepat turun. Begitupun dengan pengendara yang hendak menyebrang jalan. Keduanya pun bertemu di momen yang terhenti ini.

Si pengendara mobil yang melaju memprotes kenapa mobil ia menyebrangkan mobilnya terlalu dekat? Ia sudah merasa benar melaju di jalan lurus ini. Ia harus segera sampai tujuannya cepat.

Sedang si pengendara mobil yang menyebrang tahu ia salah. Ia hanya ingin bisa cepat sampai tujuannya. Dan ia tahu itu. Ia pun meminta maaf.

Tiba-tiba mobil keduanya pun bergerak. Waktu ini tidak selamanya diam.

Si pengendara mobil yang hendak menyebrang pun pasrah. Sebelum kembali ke kemudi, ia hanya ingin pengendara mobil yang melaju tahu, bahwa ada anaknya yang duduk di kursi belakang.

Tiba-tiba si pengendara mobil yang melaju tersadar. Ia telah melaju diatas 100 km/jam. Terlalu cepat untuk mobil di jalan yang ia lalui. Ia pun berkata maaf.

Ada kebingungan dalam hati si pengendara mobil yang melaju. Pun ada kesedihan yang menggeliyat dalam pandangan si pengendara mobil yang hendak menyebrang.

Kedua pengendara pun kembali ke mobilnya masing-masing. Mereka menunggu waktu yang menjemput takdir mereka.

Waktu pun berjalan ke sedia kala.

Kedua pengendara sudah duduk di belakang kemudi.

Si pengendara mobil yang melaju, tersadar melihat kecepatannya mencapai 110 km/jam. Momen terakhir yang mungkin diingat pengendara mobil yang melaju.

Si pengendara yang hendak menyebrangkan mobilnya, sedih melihat anaknya di kursi belakang. Terlintas momen terakhir si ayah melihat anaknya. 

Keduanya mengakui kesalahannya. Namun keduanya tidak bisa memaafkan waktu yang terus berjalan. 

Tabrakan itu pun terjadi!

Untuk 1 menit ke depan, mari kita renungi video berikut.

Salam,

Wollongong, 02 November 2016

06:08 pm

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun