Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Karya Karma Bagian 11

20 Oktober 2016   19:30 Diperbarui: 20 Oktober 2016   19:31 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dipthycs Black - foto: Maciej Goraczko

Disclaimer:

Gore-horror theme. Karya fiksi ini berisi kekerasan, darah, dan kata-kata kasar. Bagi yang tidak berkenan, cukup membaca sampai disini. Salam :-)

W. segera beranjak melangkah mendekati babi yang tergantung. W. segera membaui tubuh babi yang berlumur darah. Menyentuh darah yang mengalir lembut membasuh badan babi yang kemerahjambuan. Sayatan dan tebasan W. begitu meluka tubuh babi. Begitu banyak darah yang bersimbah. W. lalu melumuri kedua tangannya dengan darah yang memandikan tubuh babi tanpa kepala tadi. Dengan kedua tangan W. yang berlumur darah segar babi, ia segera melumuri wajahnya. Perlahan dan menjiwai, W. seolah merias wajahnya. Namun ini dengan darah.

'W. benar-benar bisa menjiwai menjadi seorang penimpa karma. Hebat!' Abah bergumam dalam hatinya. Sambil menatap bangga W. yang kini mengeramasi rambutnya dengan darah babi yang menetes dari lehernya yang terpenggal. (Bagian 10)

* * *

Abah sibuk membungkus tangan Mariam yang telah ia amputasi malam tadi. Ia siramkan potongan tangan tadi dengan cairan telur busuk. Telur yang sengaja Abah kumpulkan 3 hari lalu di pasar induk kota. Tidak usah beli. Cukup ambil semaunya. Karena bau telur busuk saja sudah memuakkan. Tidak mungkin laku dijual. Abah sudah pecahkan semua telur busuk. Ada yang masih berwarna kuning. Tapi sudah begitu encer. Kuning dan putihnya sudah berbaur. Ada pula yang berwarna hijau pekat. Berbau sangat menggugah rasa muntah. Tidak bisa dibedakan lagi antara putih dengan kuning telur. 

Ada pula yang hampir membentuk embrio ayam. Masih berwarna pink tua embrio telur. Namun embrio ayam sudah mati. Ada yang membiru. Ada yang sudah benar-benar mati karena telur sudah pecah dari luar. Semua bentuk dan warna telur busuk dimasukkan Abah ke dalam satu kontainer besar. Bersama jijik dan memuakkan cairan telur busuk, terendap tangan amputasi Mariam. Masih merah darah mewarna di hasil potongan Abah. Darah pun masih membeku merah di tiap kelopak daging yang tersayat.

'Ah... mobil siapa yang datang?' Abah segera berdiri dan melihat keluar jendela. Karena Abah tahu mobil yang datang pagi-pagi bukan mobil W. 

'Sial!' Abah segera menutup rapat kontainer yang berisi tangan dan campuran telur busuk. Mengangkatnya dan menyembunyikan di laci rahasia gubuk tepat di belakang kulkas. Dari depan nampak kulkas buluk yang mati. Namun di belakangnya ada ruangan yang cukup besar. Di sanalah Abah menyimpan semua alat operasi. 

 Abah segera menggeser meja besar. Meja besi yang serupa mejanya para tukan kayu. Walau pada ke empat kakinya terlihat baut yang nampak tertanam ke lantai. Tapi meja besi tadi bisa bergeser dengan baik. Saat ditarik ke samping, tepat di dua kaki meja ada tali tambang. Dan kedua tali ini masuk ke dalam bunker. Dan tepat dibawah meja tadi, ada rapatan yang sebenarnya pintu masuk ke bunker. Ada tangga yang cukup dalam setelah tutupnya dibuka oleh Abah. Untuk menutupi pintu masuk ke bungker, Abah segera menarik dua tali tambang. Meja akan bergeser ke lubang dua tali tambang. Menutupi tali lubang. Dan menampakkan baut yang nampak mematri ke empat kaki meja.

'Pasti mereka polisi. Mau apa mereka kesini? Sial! Pasti ada yang mengikuti Niko. Dasar amatir! gumam Abah dalam hati di bawah bunker. Dan tepat diujung tangga, ada ruang besar dimana ruang Kesempurnaan berada. Dilapisi pintu besi, ruang Kesempurnaan tidak mungkin tertembus apapun. Kecuali ada alat berat yang bisa mengebor baja yang tebalnya hampir 20 cm. Dan hanya kepolisian dan pemadam kebakaran yang memiliki alat ini.

"Pak Gery coba periksa bagian belakang. Saya dan Kiran akan memeriksa bagian dalam gubug." ucap Inspektur Jenar tegas. Dibarengi pula opsir Gery segera berjalan menuju belakang gubug. Dari luar gubug ini seperti tidak ada penghuni. Namun Inspektur Jenar tahu ada kendaraan yang sering menuju ke gubug ini. Ia sudah melihat jejak mobil dari awal naik ke atas bukit ini. Dan tepat di depan gubug ini, trek mobil berhenti. Lalu sepertinya memutar. Sepertinya tanah basah akibat hujan 3 hari lalu memudahkan Inspektur Jenar melihat adanya aktifitas di gubug ini.

Inspektur Jenar mencoba membuka pintu. Namun terkunci. Sedang opsir Kiran memicingkan mata melihat lewat jendela. Yang ia lihat hanya kegelapan.

"Haruskah kita dobrak pak?" tanya opsir Kiran.

"Braak!!" spontan saja Inspektur Jenar segera menendang pintu gubug. Karena terlihat rapuh dan reot, pintunya mudah untuk didobrak. Di dalam ruangan, ada meja besi besar. Remang-remang cahaya matahari siang menerangi ruangan gubug. Inspektur seperti mencium bau busuk.

"Apa kamu mencium bau busuk Kiran?" tanya Inspektur Jenar. Ia pun menebarkan pandang ke sekitar ruang. Tepat berseberangan dengan pintu masuk, ada pintu garasi besar. Ada kulkas besar yang sepertinya sudah berkarat disana sini.

"Iya pak. Seperti bau bangkai atau telur busuk. Mungkin ada bangkai hewan di dalam sini pak. Terlihat sudah lama tidak ada orang disini." Ujar Kiran mendekati kulkas yang berkarat dan dibukanya. Di dalam kulkas tidak ada apa kecual bau apak.

"Kamu salah Kiran. Ada banyak aktifitas manusia disini." Inspektur Jenar segera memeriksa pinggiran meja besi. Meneliti dengan sangat apa yang ia ingin lihat. Tidak lama, Inspektur mengeluarkan pinset panjang dan sebuah kantung plastik rekat. 

"Lihat ini Kiran." Inspektur Jenar menunjukkan sesuatu. Dibawah remang cahaya matahari yang masuk ke dalam gubug, Kiran mencoba melihat apa yang dicapit. 

"Saya tidak bisa melihat apa-apa pak. Maaf."

"Ini rambut manusia Kiran." Lalu Inspektur Jiran membaui satu helai rambut tadi. "Dan rambut ini berlumur darah. Sepertinya kita sudah tahu apa yang terjadi disini. Kiran, kamu segera panggil opsir Gery ke dalam." Inspektur Jiran segera memerintah Kiran.

Tepat dibawah meja, dibalik lantai gubug Abah bisa mendengar dengan baik. Hati Abah terbakar. Ia begitu marah.

* * *

Matahari pagi mulai muncul di atara dedaunan di dalam hutan. Abah sudah bangun sejak subuh hari. W. terbangun karena matanya yang tertimpa cahaya matahari.

"Sudah pagi Abah. Kita harus segera menuju kota kembali. Lebih aman disana daripada disini. Karena sebentar lagi polisi dan tentara akan menyisir hutan ini dengan berjalan kaki." ujar W. sambil segera membereskan barang-barangnya dalam tenda teepee. 

"Baik W. mari kita segera pergi." Abah segera membuyarkan tenda teepee. Dedaunan dan kayu-kayu guna membuat tenda segera disebar di beberapa tempat. Semua agar tidak ada yang curiga. Polisi akan menyangka ini sampah orang-orang yang kemping.

W. segera membersihkan dedaunan di mobilnya. Nampaknya kamuflase ini berhasil mengecoh helikopter polisi malam tadi.

"Cepat masuk Abah. Kita harus segera mencari kamar di kota. Kita tunggu beberapa hari sampai suasana tidak begitu riuh. Baru kita menuju ke kota lain." sambil menyalakan lalu menjalankan mobilnya, W. melaju kencang menuju kota.

"Mungkin kita tidak perlu lari lagi W." Abah berucap. Sedang W. terdiam dan memahami maksud Abah.

Mereka akhirnya sampai di sebuah penginapan usang di pusat kota. W. segera memesan kamar dan meminta Abah beristirahat di dalam kamar. Sedang W. akan membeli makanan untuk mereka. Dengan menggunakan kacamata dan scarf menutupi kepalanya, W. memberanikan diri ke minimarket terdekat penginapan.

'Sial! Benar dugaanku.' Mariam mengumpat dalam hati. Setelah melihat headline berita di koran hari ini, ia tahu Mariam selamat. Dan ia tahu polisi sudah benar-benar menyisir ruang Kesempurnaan. Mariam segera berlari kembali menuju penginapan.

"Abah, benar dugaanku. W. masih hidup karena polisi bisa tahu ruang Kesempurnaan. Pasti polisi juga sudah tahu kuburan Niko. Keparat Niko! Semua gara-gara dia!" W. memaki sambil menatap keluar jendela.

"Kamu harus bunuh Mariam. Sekarang pasti dia di rumah sakit. Luka amputasi dan bedah perut belum sembuh sempurna. Kamu harus kesana W. Lenyapkan Mariam selamanya!" Abah berkata tajam dan seius.

"Baik Abah. Sepertinya kita memang harus menyelesaikan ini semua di kota ini." W. masih menatap tajam keluar jendela. 

"Persiapkan dirimu nak!"

* * *

Bersambung

Wollongong, 20 Oktober 2016

11:30 pm

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun