Heran dan penasaran, W. segera melihat siapa yang menabrakkan mobilnya ke mobil orang-orang ini.Â
'Ah, ini mobil Niko.. Abah! Jangan-jangan ini Abah??' W. segera berlari melihat keadaan Abah di dalam mobil.Â
Benar saja, Abah terduduk pingsan di depan kemudi. Dahinya berdarah. Sepertinya akibat menghantam kemudi. W. segera membaw Abah di sampingnya. Walu Aah berbadan besar, W. sekuat tenaga menatihnya. Karena ia tahu sebentar lagi polisi akan segera tiba. Dan sepertinya jika Abah berada disini, akan lebih mudah mereka ditangkap.Â
W. segera memacu mobilnya secepat mungkin. Di kejauhan suara sirene mobil polisi sudah meraung-raung. W. segera mengarahkan mobilnya menuju ke gubuk di atas bukit di ujung kota ini. Ia tahu disana aman. Setidaknya untuk sementara.
'Sepertinya ada pihak yang ingin membunuhnya. Dan mereka sudah tahu soal kasus Mariam yang ia tangani. Dan mereka ingin W. mati. Itu hal yang pasti. Dan bertemu dengan inspektur Jenar sepertinya bukan jalan keluar. Ia tahu polisi kota sudah rusak sistemnya. Bangsat!' W. mengumpat dalam hati.
'Semoga Abah baik-baik saja...' gemuruh batin W. berkata. Sekaligus ia berterima kasih sudah diselamatkan Abah. Ia pun bertanya, kenapa Abah bisa tahu ia sedang dalam kesulitan?
* * *Â
'Selamat tinggal rasa sakit. Selamat tinggal dunia. Sepertinya aku baru tahu kalau aku merasa sempurna disini. Merasa kematian melengkapi aku hudp. Tanpa ada ujung kematian. Aku mungkin tidak mungkin merasakan hidup. Mati membusuk. Busuk karena perbuatanku. da aku tahu....' sambil tertunduk Mariam merenung dalam gelap. Ujung postol sudah menempel di pelipis kiri. Dengan hanya tangan kiri yang kepayahan, ia berusaha menarik pelatuk.
Di ujung hidung, Mariam mencium bau bangkai dan darah bercampur begitu akut. Perutnya sudah tidak terasa muak. Karena perutnya sudah memuakkan. Rasa sakit akibat operasi aneh Abah membuat kebas. Tidak ada lagi yang ia rasakan dalam perutnya. Bahkan lidahnya sudah mati rasa akibat demam. Sakit tangan kanannya yang diamputasi Abah pun tidak lagi dirasa. Segala yang menjijikkan dan menyakitkan sudah Mariam rasakan di ruang Kesempurnaan ini. Sampai akhir waktu ia ingin mengakhiri ini semua.
"Halo...Ada orang di dalam?" seseorang bertanya di luar pintu. Sambil mengetuk-ngetuk, membuat Mariam teralihkan fokus. Keinginan bunuh diri hilang seketika. Karena ia tahu itu bukan suara orang itu.
"Sraak!!' panel pintu ruang Kesempurnaan dibuka dan Mariam segera berteriak sekuat suara.