Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Fiksi Horor dan Misteri] Karya Karma Bagian 5

29 September 2016   19:06 Diperbarui: 29 September 2016   19:16 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Disclaimer:

Gore-horror theme. Karya fiksi ini berisi kekerasan, darah, dan kata-kata kasar. Bagi yang tidak berkenan, cukup membaca sampai disini. Salam :-)

"Sial kau keparat!!" Johan mengumpat.

"Lalat-lalat ini semoga bisa menemani Nona dan Tuan di ruang Kesempurnaan ini. Karena jijiknya belatung di tubuh kalian tidak sebusuk apa yan gtelah kalian lakukan. Selamat siang Nona Mariam dan Tuan Johan." Abah segera menutup pintu ruang Kesempurnaan.

Ribuan lalat segera menghinggap dan menyeka luka bau anyir Mariam dan Johan. Johan berteriak-teriak bak orang kesurupan. Mariam terdiam menahan badannya yang tiada lagi sanggup hidup. 

'Setidaknya lalat ini tahu kalau badan ini sudah mati.....' fikir Mariam. (Bagian 4)

* * *

Lalat-lalat itu semakin berkerumun di tubuh Mariam dan Johan. Johan tidak bisa bergerak banyak. Karena tarikan kail dan pancing di seluruh bagian tubuhnya membuat Johan kepayahan dalam sakit. Mariam hanya bisa dengan lemahnya mengusir. Tangan kirinya sudah kebas dan lemah.

'Andai ada pisau, sudah ku bunuh diriku. Daripada seperti ini. Tersiksa!' Mariam menjerit dalam hati kecilnya.

"Pak Jo?...Johan?" Mariam memanggil Johan. Tak ada jawaban bersahut. Hanya dengungan jutaan lalat yang terdengar. Ruang Kesempurnaan yang gelap ini membuat mustahil melihat keadaan Johan.

'Johan… ?? Jawablah. Kau baik-baik saja?" kembali tidak ada jawaban yang didapat Mariam.

Johan sudah bersandar lemah. Nafasnya sudah berada diujung hidung. Matanya hanya bisa membuka dan menutup lemah. Tidak sadarkan diri, Johan sekarat. Dalam luka dan sakitnya, ribuan lalat terus menutupi tubuhnya yang tidak bergerak sama sekali. Beberapa lalat bahkan masuk ke dalam mulut dan hidungynya. Mati rasa, Johan hanya bisa melenguh serupa sapi.

Lenguhan Johan bahkan nyaris tidak bisa didengar Mariam. Begitu lemah, begitu sekarat Johan dalam kesakitan. Begitu membangkai Johan dalam kepedihan. 

'Anakku…anakku…Ema istriku…Maafkan ayah' Johan sadar dalam sekaratnya. Hatinya menangis sedih saat ribuan wajah anak-anak cerianya melintasi fikirnya yang semakin gelap.

'Maafkan ayah, kaka Fitra. Maafkan ayah, ade Linda. Maafkan aku istriku. Sudah banyak kebusukan yang ayah sembunyikan untuk kalian.Inilah balasannya. Ayah tahu. Ayah minta maaf…' beriring pula rintihan lemah, Johan mati dengan ribuan lalat mendekap jasadnya. Bukan orang-orang tercinta yang membekapnya. Malah kebusukannya sendiri.

 "Johan? Johan?? Kau mati atau masih hidup? Johan!" sekuat suaranya Mariam memanggil Johan.

Ribuan lalat mengiringi Johan dengan kebusukannya ke kematian. Walau sisi manusia Johan masih bisa meminta maaf atas perilakunya, namun semua terlambat.

 * * *

 "Target H sudah terlihat bu W.? Segera disergap?" Nik berkata perlahan di HP-nya.

"Tunggu instruksi Nik. Jangan tergesa dan ceroboh! Masih ada pegawainya di belakang." ucap W. tegas.

Target H atau Hendra adalah pejabat pemerintah terkemuka di kota. Sepak terjangnya sebagai pejabat guna membantu dan membangun rumah sakit kota tidak bisa dipungkiri. Walau usahanya lebih banyak korupsi sana-sini. Mungkin isi rumahnya Hendra lebih mewah dari rumah sakit kota.

"Bergerak sekarang Nik!" perintah W. di telepon.

"Baik!" Niko segera bergerak mendekati Hendra yang sudah berada di parkiran kantornya.Membawa sapu tangan yang sudah direndam chloroform. 

Niko membekap Hendra dari depan. Menubruknya. Lalu menindih dengan membekap hidung dan mulut. Nihil bagi Hendra melawan. Niko berbadan tinggi, tegap dan besar. Ia adalah seorang polisi yang tahu banyak kebusukan sistem di negara ini. Ia dengan sukarela membantuW..

W. sudah muak melihat kebusukan yang orang-orang seperti Hendra lakukan. Sudah lama lingkaran setan ini merugikan banyak orang. Bukan hanya merugikan, namun mematikan. Masih terbayang jelas cerita Abah soal calon kaka dan ibunya yang meninggal dulu. Semua karena korupsi yang orang-orang busuk ini lakukan puluhan tahun lalu. Bahkan sampai saat ini. Karma itu nyata. Seperti yang Abah selalu ucapkan menjelang tidurnya sejak kecil.

 "Kamu bawa langsung ke Abah Nik. Tidak usah kamu papas pakaian atau semuanya. Abah mau utuh saja." perintah W.. W. dari sore sudah mengawasi H di lantai 3 kantor Hendra. 

 "Baik bu W." Niko segera membopong H ke dalam mobilnya.

Segera Niko memacu mobilnya menuju ruang Kesempurnaan. Tempatnya jauh di puncak bukit di ujung kota ini. Sebuah gubuk tua yang lama terbengkalai. Bukan pula di gubuknya ruang Kesempurnaan itu berada, namun di bawah tanah. Di sebuah bunker. Garasinya disulap Abah menjadi ruang meracik karyanya.

Sesampainya dilokasi, Niko menurunkan Hendra. Lemah tak sadarkan diri, Hendra dibopong Niko menuju ke dalam gubuk. Di dalam garasi Abah sedang sibuk mencampur urea dan tanah dengan sekop.

"Malam Abah. Saya bawa Hendra."

"Ya, taruh saja di meja nak. Hati-hati banyak tanah disini. Abah sedang mengaduk-aduk biar bercampur urea. Urea lebih cepat mengurai bangkai. Kamu tahu itu nak?"

"Belum tahu Abah. Untuk mengubur jasad siapa ini Abah?" tanya Niko mencari tahu.

"Buat mengubur Johan. Dia sudah mati membusuk dirubungi lalat. Persis seperti busuknya kelakuannya." ujar Abah sinis. 

"Banyak juga tanahnya Abah. Lebih dari cukup untuk mengubur satu orang?" Niko bertanya sambil merebahkan Hendra di meja.

"Siapa tahu ada yang akan dikubur nanti nak. Kamu lihat saja nanti" Abah menjelaskan sambil tersenyum ke arah Niko. "Karma itu begitu nyata buat Abah nak. Karma yang datang berkat datangnya W. anakku dan kamu Niko. Terima kasih.." 

"Sudah tugas saya Abah membantu. Saya pun sudah muak melihat maling-maling ini hidup dengan santainya. Sistem negara ini sudah begitu picik. Sampai-sampai orang-orang seperti mereka bisa terus memutar otaknya yang jahat untuk merampok negri ini. Abah sudah lakukan hal yang benar."

"Tapi.... kalau Abah dan W. tertangkap polisi kamu tetap mau mengadili karma mereka seperti Abah?" Abah mulai bertanya serius.

"Saya selalu siap soal apa saja yang akan datang ke hadapan saya Abah. Biar orang-orang juga tahu yang benar dan salah. Apa yang saya lakukan ini salah dalam sistem yang korup ini. Namun hati nurani banyak orang berkata ini benar. Saya yakin itu Abah." tegas Niko menjawab.

"Nampaknya kamu sudah tahu betul apa karya karma itu nak. Tapi nampaknya kamu begitu ceroboh nak. Beberapa polisi tadi siang datang ke sini. Nampaknya tahu sesuatu saat kamu membawa Johan kesini. Sadarkah kamu itu nak?" 

"Apa?!! Tidak mungkin. Saya sudah mengamankan semua. Bahkan saya sudah tahu betul CCTV tidak akan melihat saya membekap Johan. Abah yakin itu salah saya?" Niko bertanya dan coba meyakinkan.

"Ah... W. sudah memperlihatkan Abah CCTV kantor Johan yang merekam kamu mendekap Johan. Polisi sepertinya tahu dan mencatat plat nomor mobilmu." Abah selesai mengaduk tanah dan urea dan segera duduk dikursi. Abah merogoh sesuatu. Niko tidak sadar.

"Lalu saya harus bagaimana Abah??" Niko mulai kebingungan.

"Doorr!" tiba-tiba Abah menembak Niko. Tepat mengenai kepalanya. Pelipis Niko tertembus peluru. Tembus sampai belakang kepala. Darah membuncah keluar. Roboh tak bernyawa Niko mati menghantam lantai. Darah bergenang dan remah-remah otak membiaskan kengerian akhir hidup Niko.

Abah mengembalikan pistolnya ke samping kursi.

"Karma tidak boleh dipecundangi kecerobohan nak. Kesempurnaan karma harus suci. Camkan baik-baik! Dan kamu tahu sekarang tanah ini untuk mengubur kamu dan Johan."

Abah segera menyeret jasad Niko ke samping gubuk. Walau sudah tua, tapi Abah tidak kalah tegap dan kokoh seperti Niko. Abah adalah pensiunan tentara. Sudah puluhan perang ia lalui di daerah konflik di negara lain. Namun yang ia dapat saat pulang ke negri ini adalah busuknya sistem korup. Sampai istri dan anaknya menjadi korban ketamakan lingkaran setan ini.

"Buuhhggh!" Tersia jasad Niko dilemparkan ke dalam lubang besar.  Tanah dan urea segera menutup jasad Niko.

* * * 

Bersambung

banner-fiksi-horor-57ed0323957a61ed3661057a.jpg
banner-fiksi-horor-57ed0323957a61ed3661057a.jpg
Wollongong, 29 September 2016

10:05 pm

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun