Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Fiksi Horor dan Misteri] Karya Karma Bagian 4

28 September 2016   20:52 Diperbarui: 28 September 2016   20:55 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ya Wardah dong. Biar kamu terasa punya hidup baru. Daripada kamu hidup di panti ini lagi? Semoga namamu bisa memberi sesuatu yang baru. Bukan begitu?

"Iya benar sih. Saya juga bosan hidup di panti ini. Apalagi dulu hidup di jalan saya dipanggil Idah. Jelek banget deh. Wardah nama yang bagus kok." si gadis kecil tersenyum. Di genggamlah tangan bapaknya yang baru. Panti sosial dan jalanan sudah Wardah tinggalkan.

Sejak kaki Wardah keluar dari panti itulah, ia dididik menjadi gadis yang cerdas dan pandai. Dibesarkan oleh seorang bapak yang cerdas pula, Wardah terus berada di atas rata-rata anak seumurnya. Tahap demi tahap jenjang sekolah ia lalui dengan prestasi gemilang. 

Pilihan karirnya membawa Wardah memilih jalur kepolisian negara. Dan jalan karinya tidak salah, Wardah meroket bersama kecerdasan dan kemampuan fisik yang juga baik. Bapaknya begitu bangga. Bapak yang telah membesarkannya sepenuh kasih anak kandung tidak tersia.

Mungkin Wardah-lah penjelmaan anak si bapak yang dulu meninggal bersama sang istri. Meninggal bersama padamnya listrik dulu, belasan tahun lalu. Kesedihan yang membekas tiada hilang. Andai sepelenya listrik padam dulu tiadk membuat istri dan anaknya mati, mungkin ia tidak pernah bertemu dengan Wardah. 

"Kalau kamu fikir karma itu tidak ada? Kamu salah adanya nak. Masih jelas terbayang ketakutan saat ibu tirimu dulu meninggal bersama calon kakakmu. dulu. Bayangkan mereka direnggut nyawany hanya karena listrik padam. Belakanya luar biasa. Rumah sakit kota macam apa yang alat-alatnya begitu kuno. Betpa kuno pula negri ini sering padam lampu. Kamu tahu setelah ibu dan kakakmu direnggut nyawanya, ada kasus korupsi di rumah sakit yang sama? Banyak penyimpangan yang terjadi. Listrik padam sebenarnya bukan masalah bagi generator listrik di rumah sakit. Tapi koruptor busuk ini mengambil banyak sekali dari sekadar generator. Hanya kroco-kroco yang ditangkap. Tapi dalangnya berleha-leha sekarang. Sistem negara ini sudah begitu korup. Para pencoleng ini picik sekali! Karma itu pasti ada. Dan saatnya kamu membawa mereka ke sini nak."

"Baik. Saya tahu benar para penjahat busuk ini punya banyak orang-orang besar dibelakang mereka. Dengan orang besar, sulit memberi karma. Hal yang sudah saya tahu dan faham benar bertahun-tahun. Kesedihan yang saya rasa menjadi bagian dari saya. Saya benar-benar muak memang melihat sepak terjang mereka ini. Saya sudah faham benar semua tentang mereka. Karya karama akan kita ciptakan bersama. Abah tidak usah khawatir..."

* * * 

"Johan, rekan Mariam juga menghilang dua hari lalu W. Kira-kira kamu tahu kemana dia?" tanya Inspektur Jenar sembari menyerah file kasus Mariam.

"Bisa saja Johan lari keluar kota pak. Ketakutan terus ditanyai dan dibuntuti polisi. Saya tahu benar ada yang ia sembunyikan. " W. menjawab sambil terus menatap layar monitor komputernya.

"Kamu bisa buktikan omonganmu? Kalau Johan menyembunyikan sesuatu?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun