Seorang suster keluar dari kamar bersalin.
"Bagaimana kondisi istri saya sus..." Tanpa menjawab, si suster segera meninggalkan si bapak. Suster tadi meninggalkan pintu ruang bersalin terbuka sedikit.
Si bapak segera mendekati pintu kamar bersalin yang sedkit terbuka itu. Ada cahaya temaram di dalam ruang. Dokter dan dua orang suster berbicara perlahan. Ada gestur kepanikan antara mereka. Ketakutan semakin menjadi dalam hati si bapak. Tidak ada suara rintihan atau tangis bayi yang terdengar. Ingin si bapak segera masuk ke dalam dan tahu apa yang terjadi.Tapi hal itu tidak mungkin. Harapan selamat istri dan anaknya menghampa seiring gelap yang terus mengepung rumah sakit ini.
'Sial..!! Kenapa ini listrik belum hidup! Istriku?? Anakku??' dalam senyap si bapak mengumpat dalam hati.
Terduduk dan putus asa, si bapak menangis di temaram lorong rumah sakit. Seorang dokter tiba-tiba keluar dari ruang bersalin.
"Maaf, bapak suami ibu Halimah di ruang bersalin?" dokter segera mendekati dan bertanya.
"Iya dok betul. Bagaimana keadaan istri dan anak saya dok? Apa mereka baik-baik saja?" panik bertanya menjadi tumpahan kekalutan si bapak.
"Maaf pak keduanya tidak . . . .
Kabar yang begitu suram seiring gelap kekalutan menyambut hidup baru si bapak.
* * *
Mariam terbangun dengan nyeri dan sakit menggigit di perutnya. Belum reda sakit amputasi tangannya, sakit kini mendera di perutnya. Kepalanya serasa ingin pecah menahan sakit bertubi ini. Fikirannya terasa gila dalam gelap mencekat ini. Pandangannya bukan lagi serasa kabur. Tapi serasa buta. Buta dengan sakit yang bersemayam lekat dalam otaknya. Gelap ini makin membuatnya nelangsa.