"Saya tetap tidak ingin memberikan nama-nama rekanan kerja kami bu. Anggap saja ini rahasia perusahaan. Jelas bu." Johan menatap tajam W.
"Pak Johan..." belum usai W. berbicara, ada tarikan tangan menjauhkannya dari Johan.
"Sudah W., biar urusan nama nanti diselesaikan yang lebih berwenang. PPATK atau BPK bisa kita tanyakan nanti." Inspektur Jenar menyela W. dalam pertanyaan berikutnya.Â
"Tapi saya minta dokumen transaksi terakhir ibu Mariam dan rekan kerjanya pak Jenar. Bisa?" W. bertanya tegas ke atasannya.
"Baik nanti saya berikan."
"Terima kasih pak Johan atas waktunya" W. langsung berbalik ke arah Johan dan keluar dari kantor.
W. tahu ada yang disembunyikan dari ini semua. Begitupun dengan saksi kasus penculikan pejabat beberapa waktu lalu. Orang-orang ini begitu tertutup menyoal bisnisnya. Namun W. tahu ini semua pasti terkait kongkalikong. Ia bisa menciumnya. Dan nama-nama yang akan nanti ia dapat, akan lebih bermanfaat untuknya. Percayalah.
* * *Â
Dalam takut, sakit dan gelap, Mariam terisak. Tangisnya bukan lagi rasa takut. Namun rasa putus asa. Lebih berasa putus nyawa daripada menderita seperti ini.
"Sraakkkk!" tiba-tiba panel pintu bawah terbuka lebar. Piring berisi nasi dan ikan goreng meluncur masuk.
"Makanlah Nona Mariam. Nona harus tetap hidup untuk bisa merasa mati nanti." Abah berkata bak ceramah menggugah di balik pintu. Mariam jijik mendengarnya.