Sharing Economy, Wartel dan Warnet
Kasus GoJek, Uber dan Grab Taxi saya anggap akan tetap mengundang tangis kemarin. Tangis pelaku ekonomi transportasi konvensional yang akan tetap ada. Mau tidak mau. Ikhlas tidak ikhlas. Sharing economy serupa aplikasi transportasi online bukan lagi kenisbian.Â
Manusia dan pemenuhan ekonominya bergerak sejajar dengan pergeseran era. Sulit menghindar dari perubahan. Menghindari kemajuan adalah bunuh diri. Dan tangis era agraris akan terganti dengan tangis era industrialisasi.
Sharing economy yang diterapkan Uber, AirBnB, Coursera dll menjadi tren global. Setiap orang ingin berbagi apa yang bisa mereka jual. Dari mulai kamar apartemen sampai kendaraan coba dikomersialisasi. Penyedia jasa serupa GoJek atau Uber melihat hal ini. Developer seperti mereka punya teknologi. Orang-orang seperti kita punya capital (modal/akomodasi/jasa). Kenapa tidak dipadukan demi mencapai nilai materi. Di atas S&K tertulis, pembagian uang jelas tertera. Semua pihak senang. Apalagi konsumen.
Namun semua tergerus saat handphone hadir. Teknologi nirkabel ini menggerus Wartel secara brutal. Pengusaha Wartel bangkrut. Konsumen mana perduli. Karena ada medium baru yang lebih efisien, efektif dan pada saatnya nanti murah.Â
Handphone di awal tahun 2000-an tumbuh pesat. Setiap orang mengganti mulai dari pager sampai Walkman dengan handphone. Tangis kemarin pemilik Wartel masih terngiang waktu itu. Namun tidak saat ini.
Hal yang hampir mirip terjadi dengan Warnet saat modem menjamur. Setiap orang lupa kalau tahun 2003-2004 sering browsing di Warnet. Mereka lupa saat pertama kali membuat akun Facebook tahun 2008 di Warnet. Atau asik chatting dengan Yahoo Messenger di Warnet sampai tengah malam dengan paket hemat. Atau saat mereka sibuk mengisi pernak-pernik Friendster, sampai lupa tagihan Warnet sudah menyentuh digit puluhan ribu. Karena kini dengan smartphone ditangan, semua dilakukan. Warnet tergerus. Ada tangis pengusaha Warnet.
Adakah yang Akan Menggerus GoJek/Uber/Lyft?
Dari ojek, angkutan umum dan taxi konvensional kini berteriak. Mereka akan segera mengucurkan tangis. Karena tanah mereka menggarap ekonomi mereka segera direbut. Transportasi berbasis aplikasi menjadi pilihan konsumen. Konsumen makin cerdas dan canggih.Â
Namun pengusaha transportasi konvensional tetap di comfort zone-nya. GoJek yang sudah hadir dari tahun 2010 tidak diwaspadai gojek konvensional. Saat mereka besar ditambah developer asing ikut rembug ke pasar domestik, baru mereka berteriak. Melarang industri berbasis era informasi teknologi seperti ini menjadi mustahil. Tangis mulai terdengar.