Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

MKD, Mahkamah Koncone Dewe

7 Desember 2015   21:30 Diperbarui: 7 Desember 2015   22:11 824
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Bad Politician - ilustrasi: freemalaysiatoday.com"][/caption]Skeptis. Apatis. UUD, Ujung-Ujungnya Duit. Kiranya itu adalah hal-hal yang ada di kepala kita melihat sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) beberapa hari ini. Membongkar kasus Papa Minta Saham yang dilakukan Setya Novanto (SN) dan Riza Chalid (RC) pada Maroef Sjamsosedin (MS) nampaknya pelik. Apalagi jika kasus ini sepertinya ditangani konco dewe (teman sendiri).

Dugaan kongkalikong kasus ini bakal anti-klimaks pada akhirnya sudah diramalkan. Walau orang-orang yang terlibat di kasus ini maju ke hadapan MKD, semuanya seperti drama. Ada pihak yang (merasa) disakiti, MS. Ada pula pihak yang coba berkelit sebisa dan semampunya, dan dengan kuasanya SN dan RC.

Dugaan aliran uang untuk 'meng-anti klimaks' kasus ini sempat terendus. Sekitar 20 miliar katanya sudah digelontorkan ke MKD agar sidang bisa berakhir hambar. Pada sesi sidang pihak pengadu Sudirman Said (SS), pertanyaan yang diajukan pun seperti meracau. Pertanyaa nonsense dan tidak pada intinya diajukan panelis MKD. Dan hebatnya lagi baru saja, SN yang akan disidang bisa meminta MKD memundurkan waktu sidang. Dan yang lebih wah, sidang MKD pun dilangsungkan tertutup. Preseden prasangka buruk pun muncul.

Baik publik maupun istana mengendus ada hal yang aneh. Dan seolah alam berbicara. Usai sidang diskors sore ini, anggota MKD nampak bungkam. Atau mereka memang diminta bungkam?

Tentunya, tulisan soal MKD sudah banyak sekali di Kompasiana. Menyoal hal-hal yang nantinya menjadi isu politik buat Jokowi. Sampai kaitannya dengan sepak terjang Prabowo dan KMP di kasus ini. Sudah banyak dibahas disini. Para penulis, kolumnis dan analis yang manis-manis sudah tulis soal kasus ini jabarkan, artikel saya hanya mencoba me-refresh apa yang jadi unek-unek. Terutama jenuh dan jengah pada MKD dan oknum di DPR yang jelas salah, masih saja coba dilindungi.

Beberapa singkatan MKD coba saya terangkan sedikit disini. Tanpa ada muatan menjelek-jelekan atau hate speech, yang saya tahu itu yang saya tulis. Dan yang saya tahu soal sidang MKD adalah:

MKD = Mahkamah Koncone Dewe, sebuah mahkamah yang mengadili teman sendiri. Takutnya, satu tertangkap yang lain ikut tertangkap. Cingcailah..

MKD = Mahkamah Kelebihan Duit, sejak ada isu 20 miliar agar penelis MKD bungkam. Dan nampaknya setelah sidang SN semuanya semakin jelas.

MKD = Mahkamah Kocak Dagelannya yang terlihat saat SS dihadirkan. Betapa pertanyaan tidak bermutu anggota MKD yang seolah menyalahkan SS akan pembongkaran ini.

MKD = Maling Kok Dilindungi, terlihat dari sidang tertutup SN. Dari mulai anggota yang pilih bungkam, sampai pimpinan sidang yang juga 'teman' SN menjadi indikasi ada yang dilindungi disini.

MKD = Menanti Keputusan Dzoonk, yang sepertinya akan segera hadir. Kehebohan kasus Papa Minta Saham dan oknum yang terlibat akan berakhir hambar. MKD hanya dagelan ala anggota DPR biar semua kembali 'normal'.

Atau MKD lain yang silahkan difahami dengan panafsiran Anda sendiri?

Dan mencoba menerka singkatan MKD pun menjadi lelucon. Baik itu lelucon menyangkut abrviasi MKD. Pun itu menyangkut esensi MKD yang trahnya harusnya menjadi 'Dewan Kehormatan'. Entah siapa dalangnya yang mencobai membuka ke publik betapa MKD tidak sesuai trahnya ini. Namun yang pasti, bau busuk akan terendus juga pada waktunya. Sepandai-pandainya tikus bersembunyi, ia akan keracunan juga.

Salam,

Solo, 07 Desember 2015

09:32  pm

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun