Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Google Glass: Mimpi Mirip Bejita & Bahayanya

6 Januari 2014   14:42 Diperbarui: 21 Mei 2019   14:27 2204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Vegeta atau Bejita - Ilustrasi: dragonball.wikia.com

  

Kalau Anda lahir tahun 90-an, tokoh Dragon Ball diatas mungkin tidak asing lagi. Bejita (Inggris: Vegeta) adalah tokoh pendukung dalam serial anime peka jaman, Dragon Ball. Selain rambutnya yang pirang njigrag, pada awal kemunculannya, Bejita menggunakan Scooter yang menempel di telinganya. Kegunaan dari Scooter ini adalah mengukur kekuatan lawan. Atau mengetahui ki dari lawan, dengan hanya sedikit pencet-pencet dan dengan huruf dari planet, muncullah prakiraan ki dari lawan yang dihadapi. 

Scooter - Ilustrasi: dragonball.wikia.com
Scooter - Ilustrasi: dragonball.wikia.com
Dan, mungkin inilah awal mula Google dalam menciptakan Google Glass-nya. Sebuah mimpi untuk bisa 'membaca' serta melihat apa yang orang tidak bisa lihat. Atau mungkin, beberapa puluh tahun lagi, Google Glass bisa membaca wajah dan ekspresi. Dan dari situ bisa langsung tahu nama dan identitas lengkap seseorang tanpa perlu memperkenalkan diri. Sebuah bayangan futuris yang mungkin masyarakat kontemporer tidak begitu perduli. 

Sekilas tentang Google Glass

 

(photo: gizmag.com)
(photo: gizmag.com)

Google Glass dari Google yang digadang menjadi produk masa depan sudah mulai dirintis sejak 2012 lalu. Selama satu tahun, produk Beta dari Google Glass ini Explorer dicobakan. Termasuk buat mereka yang berminat. 

Dengan berinvestasi sekitar $1,500, mereka dapat menjajal produk Google Glass Explorer. Dan inti dari perancangan Google Glass adalah mempermudah seseorang dalam ber-gadget ria. Tanpa menggunakan tangan ia dapat memfoto. Dengan hanya perintah 'OK glass...', gadget ini bisa memberikan semua yang smartphone bisa lakukan. 

Walau belum sepenuhnya. Google Glass lebih serupa dengan smartwatches dulu. Karena saat ini Google Glass bukan sebagai pengganti smartphone. Namun lebih menjadi bentuk aksesoris. 

Karena Google Glass tetap membutuhkan koneksi Bluetooth untuk bisa berfungsi. Dan saat ini Google Glass juga bisa terkoneksi dengn jaringan Wi-Fi. Ponsel Android bisa terkoneksi dengan baik dengan Google Glass daripada iPhones. Karena aplikasi Apple, MyGlass, tidak bisa digunakan untuk menerima atau mengirim SMS lewat Google Glass. (review selangkapnya www.gizmag.com) 

Keluhan Para Penjajal Google Glass 

Kenapa saya sebut penjajal, karena Google Glass sendiri belum dirilis di pasaran. Rencananya, Google akan merilis pada bulan Mei 2014 ini. Tepatnya pada konferensi Google I/O 2014 di San Fransisco nanti. 

Dan selama beberapa waktu, beberapa penjajal Google Glas ada yang sebenarnya mengeluh tentang Google Glass yang telah mereka gunakan. Setelah menjajal Google Glass selama delapan bulan, baik Robert Scoble seorang blogger dari US dan Mat Honan dari situs Wired mengatakan hidup menggunakan alat ini sangatlah ribet. 

Scoble bahkan sempat bilang dengan agak keras, bahwa Google Glass "tamat riwatnya!." (berita: gizmodo.com) 

Dalam reviewnya, Mat Honan bahkan memberi sebutan Google Glass, 'Glasshole' (plesetan dari asshole). Karena saat memakainya, secara sosial Mat merasa tidak nyaman dan aneh. 

Menurut Mat ia kecewa dan menuliskan  "Wearing Glass separates you. It sets you apart from everyone else. It says you not only had $1,500 to plunk down to be part of the "explorer" program, but that Google deemed you special enough to warrant inclusion (not everyone who wanted Glass got it; you had to be selected). Glass is a class divide on your face." 

Menggunakan (Google) Glass mengucilkan dirimu. Alat ini memisahkan dirimu dari orang lain. Alat ini tidak hanya merugikanmu $1500 sebagai bagian dari program 'explorer', dan juga kesan Google memberikan dirimu sebagai orang yang terpilih dalam programnya. (Google) Glass adalah nyatanya pemisah kelas (sosial) yang tepat berada di wajahmu. (review: I, Glasshole: My Year With Google Glass)

Google Glass - Foto: pandadaily.wordpress.com)
Google Glass - Foto: pandadaily.wordpress.com)
Dan secara kesehatan fisik, Google Glass pun menuai keluhan. Salah satu ahli yang merasa ada yang salah dengan Google Glass adalah dari Sina Fateh. Ia adalah seorang ahli pengembangan augmentasi visual manusia atau opthalmologis dari California. 

Menurutnya, menggunakan alat bantu yang dipasang di kepala seperti Google Glass menyebabkan mata lelah dan kebingungan visual. 

"The problem is that you have two eyes and the brain hates seeing one image in front of one eye and nothing in front of the other," Fateh told Forbes in March 2013. Heads-up displays can cause such problems as binocular rivalry, visual interference and a latent misalignment of the eyes that results when both eyes don't look at the same object. 

"Masalah utamanya adalah Anda memiliki dua mata dan otak sulit melihat sesuatu hanya dengan satu mata dan tidak dengan mata yang satu lagi" Fateh ucap kepada Forbes pada bulan Maret 2013. 

Alat bantu visual yang digunakan di kepala dapat menyebabkan kebingungan binocular, gangguang penglihatan dan potensi mata juling karena mata tidak melihat pada satu objek saja. (berita: cio.com) 

Simpulan Dari Kacamata Orang Indonesia 

Kehadiran Google Glass mungkin tidak sesanter iPhone versi terbaru. Namun uji coba program Google Explorer di Amerika sendiri menuai efek positif dan negatif. Dan konsumenlah kembali yang menilai. Sesuai dengan kebijakan kebutuhan dan kemudahan dalam dunia teknologi. 

Dunia teknologi seakan tiada habisnya. Perkembangan gadget minggu ini bisa saja hangus dengan gadget baru bulan nanti. Dan publik Indonesia, didorong rasa penasaran, saya kira tetap ingin memiliki Google Glass. Entah apapun konsekuensinya, yang penting bisa paling up-dated soal gadget dianggap prestisius. 

Dan kembali, bijak memilih gadget sesuai kebutuhan diutamakan. Konsumen nantinya akan merasa kecewa jika harapan tak sesuai keinginan. Inginnya keren memakai Google Glass, malah rugi sendiri nantinya adalah konsekuensi side-effect semata. 

Yang paling penting adalah menjadi gadget-geek biar keren. Bisa jalan memakai Google Glass di mall atau kampus adalah sesuatu yang keren sangat. Menjadi yang pertama memakai di RT/RW sendiri mungkin akan menjadi trend-setter. 

Harga adalah tolak ukur yang kesekian. Bisa memakai Google Glass mungkin adalah impian. Dan juga mimpi masa kecil . Sambil cengar-cengir sendiri di depan kaca, bergaya bagai Bejita. Sambil memakai Google Glass dan memfoto selfie di depan kaca, bisa kini dilakukan. Tanpa repot-repot memegang smartphone, cukup ucapkan "

OK glass, make me like Vegeta..."

Vegeta Cosplay - Foto: kanzenshuu.com
Vegeta Cosplay - Foto: kanzenshuu.com
Salam, 

Solo, 06 Januari 2014 

02:32 pm

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun