[caption id="" align="aligncenter" width="475" caption="(foto: flickr.com - credit to infinitache)"][/caption]
Erni Suwastini binti Herman Subandi, nama yang terukir di nisan makam ini. Makam yang aku kunjungi hampir setiap hari. Aku bisa berjam-jam saya disini. Karena, setidaknya Erni tidak terus mengikutiku dengan bentuk pocongnya. Yang juga selalu membisiki namanya sebelum tidurku.
- - o - -
Sudah dua malam, kursi goyang kesayangan nenek bergerak sendiri. Sudah dua hari pula, setiap pagi ada sisa sulaman yang ditinggal di meja. Pintu kamar putri kecil saya pun sering terbuka tutup sendiri. Sepertinya, tepat di hari ke 40 kemarin nenek ingin mengunjungi cucunya.
- - o - -
"Papa bobo tenang ya malam ini. Nanti mama pijetin deh" ucap si istri. Berdua mencoba bermesra-mesraan seperti masa pengantin baru dahulu. Terlihat wajah kasih dan cinta yang mendalam sang istri. Walau sang suami sudah mulai membusuk dan berbau di tempat tidurnya.
- - o - -
Kututupi telingaku tepat saat lampu kamar mulai meredup. Kejadian yang hampir tiap malam membuatku ngeri semalaman. Dengan menutup telinga, setidaknya ku tidak mendengar suara menangis seorang wanita. Suara yang menyanyat hati dengan tangis yang diselingi tawa cekikikan.
- - o - -
Hampir setiap malam ku minta anakku tidak mengobrol sendiri di kamarnya. Ku coba hibur dirinya sebelum tidur "Mbaknya sudah pergi. Kaka tidur ya?" Namun malam ini anakku langsung tidur. Karena tadi sore ia bilang "Mbaknya mau nemenin Mama malem ini." ku diam tercekat sendiri di tempat tidur.
- - o - -
"Ibu, bonekanya jangan dibakar bu..." rengek si kecil. Sedang kakaknya mukanya manyun di depan pintu teras. Kedua putri saya, sudah hampir dua bulan selalu mengomel ke saya setiap bangun tidur. Kenapa boneka barunya selalu saya bawa ke kamar saya. Padahal sebelum tidur, boneka itu dibawa si kecil ke tempat tidurnya.
- - o - -
Ah sial, mati lampu. Ku ambil beberapa lilin, dan ku pasang beberapa di ruang tamu. Malas rasanya ketika harus menyalakan lilin dan menaruhnya di pojok WC. Pojok gelap dan sempit yang selalu membuat bulu kudukku merinding. Ku beranikan diri menaruh lilin disana. Ku taruh. Tepat setelah badan berbalik. Kenapa rumah ini menjadi gelap kembali? Kali ini gelap gulita.
- - o - -
Dingin sekali tenda ini, bikin gampang pipis. Ku bergegas keluar tenda dan 'numpang' pipis di sungai dekat kami camping. Di remang malam, ku lihat Wawan duduk di atas batu besar. "Wan, ngapain lho disana?" agak teriak ku panggil dia. Brushhh, seseorang langsung menyergap mulutku. Kami langsung menunduk di dekat semak. "Husshh, diem Ndi, gwe juga tadi bingung liat diri gwe sendiri disana" ujar Wawan dengan wajah pucat.
Cerita lainnya, #1 |Â #3 |Â #4 |Â #5 |Â #6 |Â #7
Salam,
Solo, 25 September 2014
10:57 pm
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H