Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Mahasiswa Mengeluh yang Menjadi Penyakit Menular

5 Januari 2015   21:49 Diperbarui: 23 Maret 2016   12:00 506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="497" caption="(Futurama Meme Whinning - ilustrasi: memecrunch.com)"][/caption]

Untuk urusan akademik, saya akui mahasiswa banyak mengeluh. Ada mengeluh dengan cara yang baik dan ada juga yang kurang baik. Yang baik yaitu disampaikan langsung ke Kepala Prodi atau dosen bersangkutan. Yang tidak baik biasanya melalui jalut ngrasani (berumor, Jawa) di belakang. Keluhan yang ada biasanya memang terkait ranah akademik, seperti nilai, makul, PPL, KRS dan KHS. Sedang untuk koridor non-akademik seperti persoalan pribadi, keuangan, lingkungan kampus, dll jarang dibahas secara terbuka.

Dan saya menyoroti keluhan mahasiswa sebagai suatu wabah yang mudah menular. Akhirnya, banyak mahasiswa yang tadinya oke-oke saja menjadi ikut mengeluh. Seperti contoh yang baru saja menjadi 'rumor' panas mahasiswa saya di kampus. Mereka merasa magang yang menggantikan PPL (Praktek Pengalaman Lapangan) di sekolah yang tiga kali periode memberatkan. Apalagi magang ini dilakukan pada saat mereka libur kuliah. Mahasiswa yang harusnya liburan di rumah harus susah payah magang mengajar di satu sekolah.

Liburan mereka habis untuk mengajar bukan di rumah. Apalagi mereka yang rumahnya jauh atau di luar pulau Jawa. Banyak yang menolak, namun sayang hanya dibelakang saja. Sedang menyampaikan langsung kepada pihak Biro PPL langsung tidak berani. Beberapa mahasiswa keberatan lalu mengompori kebijakan magang yang memberatkan ini. Maka banyaklah yang terjangkit keluhan yang dirumorkan.

Mahasiswa Hardliner dan Ngikuters

Mengeluh itu wajar jika dirangkai dalam koridor yang baik. Baik secara penyampaian dan tata krama. Namun jika hanya di belakang lalu menciptakan 'kegalauan masal', ini yang menjadi tidak baik. Dan tentu, semua dimulai dari beberapa mahasiswa Hardliner. Mahasiswa Hardliner atau garis keras ini memang mahasiswa yang kritis dalam mengkritik. Namun kadang tidak kritis saat menyangkut ranah akademik. Mereka menjadi semacam provokator dengan cara berfikir mereka. Kritis yang cenderung memiliki kepentingan. Bukan kepentingan kesejahteraan bersama. Namun lebih pada perspektif diri dan pemuas ego semata.

Dalam contoh mengeluh magang menggantikan PPL diatas, bisa terlihat. Ada kepentingan yaitu magang mencerabut hak mereka untuk liburan. Tanpa banyak mencoba menelaah kebijakan atau pengalaman, bahkan bertanya ke pihak terkait. Mahasiswa Hardliner ini mengompori teman-temannya untuk sama-sama mengeluh. Karena satu 'penderitaan', akhirnya mereka greneng-greneng (menggosip, Jawa) di belakang. Akhirnya menular dari satu mahasiswa ke mahasiswa lain. Muncullah 'kegalauan masal' dari kebijakan magang menggantikan PPL ini. Dan mahasiswa yang terjangkit 'kegalauan masal' inilah yang saya sebut Ngikuters.

Miliki Sudut Pandang yang Lebih Kritis

Jika ditelaah dan mereka mengeluh ke pihak yang benar. Kebijakan magang ini sebenarnya malah baik. Pertama, saat universitas lain masih menerapkan PPL 3-6 bulan, universitas ini sudah menerapkan magang dengan waktu 3 bulan. Dan ini sesuai dengan standar KKNI (Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia) 2014 untuk LTPK. Disana diterangkan bahwa Fakultas Keguruan wajib melaksanakan magang untuk mahasiswanya. Karena menyangkut peraturan tingkat pusat, maka kebijakan magang ini pun diterapkan. Jika ditelaah dari waktunya, magang saat libur malah menjadikan magang semakin efektif.

Kalender sekolah SD/SMP/SMA yang rata-rata berbeda dengan kalender akademik Perguruan Tinggi, atau kuliah tentunya menguntungkan mahasiswa. Selain mahasiswa dapat lebih fokus magang karena tidak terganggu jadwal perkuliahan. Mahasiswa pun akan lebih tidak capek dan terbebani. Bayangkan saja jika mahasiswa harus kuliah dan magang di hari yang sama. Bukankah sangat melelahkan. Waktu liburan malah membuat mahasiswa magang di sekolah lebih bisa menjadi satu dengan suasana sekolah. Waktu libur yang hanya 1-2 bulan tidak ada salahnya magang di sekolah. Selain menambah jam terbang mahasiswa mengajar. Tentunya membuat mahasiswa tidak gagap mengajar nantinya. Selepas kalian lulus dan hendak menjadi guru, magang di sekolah selama 3 periode tentunya memberi pengalaman lebih dari mahasiswa Keguruan lain. Dan itulah intinya menjadi guru profesional. Yaitu memperbanyak jam terbang mengajar.

Mengeluh, Penyakit Menular Generasi Saat Ini

Seperti sudah menjadi penyakit, mengeluh sepertinya sudah menyebar sedemikian luas. Mulai dari jalan raya, sampai dunia maya generasi muda mudah sekali mengeluh. Tentu bukan mengeluh yang teraspirasi dengan jalan yang baik. Namun lebih menonjolkan emosi semata dan menyulut rasa benci yang masif. Tentu, dengan dasar egosentrik dan perspektif sempit, keluhan ini menjadi wabah. Saat ada satu anak muda benci dan dengan nada kritis ala ego dan perspektif sempit. Kadang mereka yang tadinya tidak tahu apa-apa jadi ikut-ikutan mengeluh.

Dengan rasionalitas yang cenderung dangkal mereka menyebar rumor. Walau pastinya mahasiswa atau generasi muda yang dapat berfikir dewasa. Ternyata banyak kedewasaan hanya simbolisasi secara fisik. Namun secara esensi berfikir mahasiswa banyak yang terombang-ambing. Dengan kata anak gaul sekarang, mereka 'rentan galau'. Dan kegalauan ini kadang terus menghinggap sampai mereka menginjak semester akhir. Tidak heran banyak mahasiswa 'abadi' karena galau akan pilihan studinya. Tidak heran banyak mahasiswa DO karena kegalauan yang kalut bertahun-tahun. Jadilah mahasiswa dewasa secara simbolisasi fisik dan esensi berfikir. Karena kalian Maha-Siswa.

Salam,

Tangerang 05 Januari 2015

02:49 pm

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun