Apakah ini tanda-tanda hubungan renggang dengan Tuhan?
Lebaran kemarin, saya mengikuti tren mudik ke daerah asal kedua orang tua, yaitu Klaten. Sebuah kota "kejepit" antara Solo dan Yogyakarta. Setiap tahun pasti ke sana, tapi baru kali ini perginya saat momen lebaran karena permintaan Mbah Uti untuk kumpul bareng sekaligus bersih-bersih rumah.
Rumah mbah ramai dikunjungi, mengucapkan maaf silih berganti dan aliran THR terus-menerus tiada henti. Pecahan lima ribu hingga dua puluh ribu diterima dengan penuh syukur tanpa ada keluhanÂ
Mbah kok mung semene?
Uniknya di sana adalah momen lebaran tidak jatuh pada hari H lebaran. Pas hari lebaran sepi tidak ada yang berkunjung tapi satu hingga tiga hari sesudah hari lebaran baru mulai ramai. Uniknya, ini seakan-akan sudah jadi kebiasaan sebab yang datang jumlahnya banyak tidak hanya satu-dua keluarga saja.Â
Kaget sekaligus kagum dengan momen lebaran ini. Kesalahan satu sama lain mungkin hanya sekecil ketombe karena Mbah sangat jarang atau bahkan tidak pernah ketemu sebelumnya dengan keluarga yang bertamu.Â
Namun, momen lebaran mengingatkan kembali kalau manusia adalah sosok yang punya sopan santun dan "tidak bersih" sepenuhnya. Noda dosa perlu dihapus dengan meminta maaf kesalahan, baik disengaja maupun tidak.
Lebaran usai, lanjut ziarah
Momen lebaran telah usai, lanjut ziarah ke Candi Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran, Bantul. Tiap akhir tahun pasti ke sana tapi selama dua tahun pandemi harus terhenti.Â
Tidak banyak berubah, tetap indah dengan perpaduan bangunan Jawa dan keheningannya yang menenangkan. Pengunjung pun ramai datang ada yang bersama keluarga maupun rombongan komunitas.Â
Sampai di sana, bersihkan diri dengan mata air dan hendak berdoa ke depan candi menghadap patung Hati Kudus Tuhan Yesus.Â
Ketika mulai berdoa, saya mengalami blank. Tidak bisa menyampaikan doa baik melalui ucapan mulut maupun dalam hati. Seakan-akan tidak tahu caranya berdoa. Saya tidak bisa menyampaikan doa, baik untuk memohon pengampunan maupun menyampaikan permintaan.Â
Kejadian itu membuat saya bertanya-tanya dalam diri sambil menatap candi.
Tuhan, saya kenapa?Â
Mengapa saya tidak bisa menyampaikan doa? Banyak dosa yang saya ingin minta pengampunan. Banyak permasalahan yang saya ingin minta pendampingan.
Mengalami hal tersebut membuat saya akhirnya berdoa hafalan saja seperti Bapa Kami. Tidak ada doa spontan yang saya sampaikan karena kebuntuan.
Memang, Tuhan adalah sosok yang Maha Pengampun dan mengetahui setiap keinginan dari hamba-Nya. Namun, tetap saja saya merasa seperti "hamba yang tersesat" karena tidak tahu bagaimana berinteraksi dengan-Nya.
Kemudian, saya pun berpindah ke patung Bunda Maria dengan harapan bisa kembali menyampaikan doa. Memulai dengan doa hafalan Salam Maria sambil menatap Bunda yang menggendong kanak-kanak Yesus.
Kembali, saya mengalami kebuntuan dalam menyampaikan doa spontan memohon pengampunan dan permintaan. Rasanya seperti anak kecil yang ingin menyampaikan banyak hal tapi terkendala kemampuan. Jadi hanya bisa a-i-u-e-o saja.
Sedih rasanya, berdoa saja sulit. Seakan-akan saya tidak bergantung lagi pada Tuhan padahal banyak pertolongan yang diinginkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H