Saya rasa mayoritas melakukan screening cepat dan bertanya tentang apa saja yang dikerjakan. Mereka tidak bertanya tentang apa yang dirasakan mahasiswa dalam pengalaman magang tersebut.
Alhasil, mahasiswa lagi-lagi bisa jadi tidak selektif demi sekadar mencari pengalaman kerja dan menuliskannya di dalam CV mereka. Padahal, di balik posisi dan deskripsi yang tertulis, bisa jadi ada eksploitasi.Â
Poin ketiga adalah power relations. Saya yakin mahasiswa sebenarnya ingin sekali speak-up tentang eksploitasi yang dialami. Tapi mereka tidak punya "kekuatan" dengan status yang dimilikinya.
Ketika mereka speak-up, dikhawatirkan malah justru dilaporkan atas pencemaran nama baik perusahaan dan universitas sehingga mengancam masa depannya.Â
Sebelumnya, hal yang terpenting adalah kepada siapa mahasiswa harus speak-up?
Untungnya saat ini kita masuk di era teknologi yang mampu mengurangi power relations tadi. Artinya, mahasiswa kini bisa punya kekuatan untuk speak-up menggunakan media sosial, meraih simpati dari netizen, dan kemudian menjadi viral.Â
Setelah viral, baru ada tindakan maupun klarifikasi dari pihak perusahaan dan pemerintah.Â
Terbantu juga saat ini muncul akun-akun yang membahas seluk-beluk dunia kerja dan peduli bila terjadi eksploitasi terhadap anak magang. Akun tersebut seperti di Twitter ada @hrdbacot dan di Instagram ada @ecommurz
Kedua akun ini berjasa dalam mengangkat ketiga kasus yang saya sampaikan di awal.Â
Apakah eksploitasi anak magang bisa diakhiri?