Apakah KoemanOut pilihan yang tepat?
"Thanks to me, this club has a future"
Pada 13 September 2021, Koeman menjanjikan masa depan dalam konferensi pers. Namun, entah masa depan seperti apa yang dibangun. Musim ini, rekornya sama sekali tidak memperlihatkan masa depan yang baik bagi Barcelona.Â
Dari total 12 pertandingan (9 La Liga + 3 Liga Champions), 5 kali menang, 3 kali seri, dan 4 kali kalah. Berada di posisi ke-9 klasemen La Liga dan ke-3 di grup E Liga Champions.
Semakin diperparah dengan kekalahan di depan pendukungnya sendiri pada laga "harga diri" bertajuk El Clasico. Di hadapan 86 ribu lebih orang, Barcelona ditekuk dengan skor 1-2 oleh Real Madrid.
Alhasil, rasa frustasi dan amarah pendukung atau Cules pun pecah. Setelah pertandingan, Koeman diserbu secara online maupun offline. Tagar KoemanOut berkumandang dan mobil Koeman dihadang.
Tentu ini menimbulkan pertanyaan apakah Koeman tidak punya kemampuan mumpuni sebagai pelatih?
Bagi saya tidak juga, perjalanan karier kepelatihan Koeman bisa dibilang cukup bagus.
Di Belanda, Koeman melatih tim besar Eredivisie yaitu Ajax, PSV, Feyenoord, Vitesse, dan AZ Alkmaar. Hasilnya, Koeman membawa 3 piala Erdivisie, 1 piala KNVB, dan 2 piala Johan Cruyff.
Di Portugal, Koeman berhasil membawa Benfica meraih 1 piala Super Portugal pada tahun 2004/2005.
Begitupun juga saat melatih di liga kompetitif, Liga Inggris. Koeman melatih Southampton dan Everton.Â
Bersama Southampton, berhasil membawa Southampton dua kali mengikuti kualifikasi Europa League dan membawa tim meraih rekor tertinggi sepanjang sejarah dengan peringkat 6 di papan klasemen.
Melatih tim Spanyol pun juga bukan sesuatu yang asing baginya. Koeman pernah melatih Valencia pada musim 2007/2008 dan meraih piala Copa del Rey.Â
Koeman juga pernah dipercaya untuk melatih Timnas Belanda dan berhasil membawa ke final UEFA Nations League 2019.
Namun itu masa lalu. Saat ini, Koeman memegang tim yang tidak hanya mementingkan tren kemenangan melainkan kejayaan. Mengingat Barcelona begitu superior di tangan Guardiola dan Frank Rijkaard.
Memang, musim 2020/2021 kemarin Koeman membawa piala Copa del Rey untuk Barcelona. Namun, penampilannya masih jauh dari ekspektasi. Menutup musim Liga Spanyol dengan peringkat ketiga dan kebobolan 38 gol (terbanyak kedua dari tim 6 besar). Hanya mencapai 16 besar Liga Champions plus sangat lemah ketika melawan rival dan tim besar.Â
Hingga kini, Koeman belum pernah menang sekali pun melawan rival, Real Madrid dan Atletico Madrid. Koeman juga hanya menang 1 kali dari 11 pertemuan melawan tim besar. Cenderung kalah dengan skor telak.
Koeman memang hidup di era Barcelona yang sulit. Mulai dari kecacatan manajerial, hilangnya pemain-pemain yang mengenal filosofi Barcelona, dan diperparah dengan kepindahan legenda Lionel Messi.
Tapi itu bukan menjadi tameng untuk menyatakan bahwa Koeman pun juga bermasalah.
Permasalahan pertama yang dia bawa adalah dari segi taktik.
Koeman ini hobi "coba-coba membawa petaka" atau suka eksperimen tapi gagal.Â
Di bawah Koeman, Barca kehilangan identitas seperti apa permainannya. Tiki Taka jelas bukan, sebab Barca saat ini lebih sering melakukan crossing atau umpan lambung.Â
Bahkan saat Barcelona ditahan Granada pada September lalu, The Athletic menyebut Koeman membawa Barca bermain seperti Stoke City, tim kasta dua liga Inggris. Hal ini disebabkan karena Barca melepaskan 54 umpan lambung sepanjang pertandingan.
Selanjutnya, Koeman suka menerapkan formasi yang tidak cocok bagi Barcelona, seperti memasang 3 atau 5 pemain bertahan. Ketika Koeman menerapkan ini, permainan Barcelona tidak berkembang, cenderung bertahan, dan telat melakukan transisi.
Terakhir adalah Koeman suka menempatkan pemain yang bukan di posisinya. Frenkie de Jong berposisi sebagai gelandang pernah ditempatkan sebagai bek bertahan. Dest dari bek kanan menjadi bek kiri.Â
El Clasico kemarin juga jadi bukti kalau tindakannya ini membawa petaka. Kita melihat Dest ditempatkan sebagai penyerang kanan dan Mingueza sebagai bek kanan. Alhasil, Dest membuang kesempatan emas di depan gawang dan Mingueza kewalahan menghadapi Vinicius.Â
Menempatkan posisi pemain memang tidak bisa sembarangan karena harus mengenal tim yang dihadapi dan keahlian dari pemain sendiri.Â
Pemain yang ditempatkan bukan di posisinya bisa membawa masalah karena lack of familiarity, artinya pemain butuh waktu untuk bisa familiar dengan posisi barunya.
Permasalahan kedua adalah sikap Koeman.
Masih ingat ketika Luis Suarez melakukan selebrasi telepon ke Koeman? Itu adalah bentuk sindiran Suarez kepada Koeman.Â
Suarez ingin bertahan di Barcelona, namun Koeman menolaknya dengan menelepon kalau Suarez bukan bagian dari rencananya. Alhasil, Suarez kini menjadi mesin gol Atletico Madrid.
Begitupun juga Koeman terhadap Umtiti, Riqui Puig, dan Pjanic. Koeman tidak memberlakukan selayaknya pemain profesional dan meminta meninggalkan tim.
Selain itu, Koeman seringkali menurunkan moral pemain dengan post interview atau wawancara setelah pertandingan.
September lalu, saat kalah 3-0 dari Bayern Munchen, Koeman mengatakan kualitas pemain Bayern lebih superior dibandingkan miliknya. Begitupun juga saat ditahan imbang Granada, Koeman malah bertanya apakah pemain yang dimilikinya bisa bermain Tiki Taka?
Dibanding mengakui kesalahan taktik atau strategi yang dibuatnya, Koeman cenderung menyalahkan kegagalan tim kepada pemain. Penurunan moral tim tidak bisa dicegah bila seperti ini.
Permasalahan ketiga adalah kebijakan transfer pemain.
Siapa yang kepikiran kalau Barcelona butuh striker veteran seperti Luuk de Jong? Hanya Koeman.
Kesulitan finansial yang dialami Barcelona saat ini memang membuat sulit untuk mempertahankan maupun membeli pemain impian.Â
Namun, memilih Luuk de Jong adalah keputusan tidak masuk akal. Luuk de Jong memang striker ciri khas Belanda yang punya fisik dan duel udara yang kuat.Â
Namun sama sekali tidak masuk ke dalam skema Barcelona yang punya kecenderungan serangan through pass dibanding crossing. Benar, Luuk de Jong kini hanya terlihat menghambat percepatan recovery keuangan Barcelona saja.
Pemain se-kaliber Depay hingga kini pun belum memenuhi ekspektasi pasca kepindahan Messi.
Dari tiga permasalahan, kehadiran Koeman membawa satu keuntungan besar untuk Barcelona. Apa itu?
Jawabannya adalah kembali mempercayakan produk La Masia atau akademinya.Â
Bagi saya, hal yang paling membahayakan Barcelona bukanlah rekrutannya tapi produk akademinya.
Koeman sama sekali tidak ragu untuk memainkan pemain akademi bahkan di pertandingan krusial atau melawan tim besar sekalipun. Ini yang hilang dari Barcelona yang akhir-akhir ini cenderung membeli pemain dibandingkan percaya pada akademinya.
Hasilnya pun memuaskan. Kita lihat nama-nama seperti Gavi, Mingueza, dan Pedri kini sudah bermain untuk timnas Spanyol. Araujo juga dipercaya di timnas Uruguay.
Banyaknya produk La Masia di tim utama ini mengingatkan akan masa kejayaan Barcelona. Di mana produk La Masia mendominasi tim utama dan berhasil membawa banyak gelar.
Bila menunggu beberapa musim ke depan sepertinya akan menjanjikan.Â
Bagaimana? KoemanOut atau KoemanStay?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H