Kesederhanaan yang diajarkan Mahatma Gandhi relevan dalam menghadapi masalah korupsi yang sering dipicu oleh keserakahan dan gaya hidup berlebihan. Gandhi percaya bahwa hidup sederhana dapat membebaskan manusia dari nafsu akan kekayaan dan kekuasaan yang menjadi akar korupsi. Dengan mempraktikkan kesederhanaan, individu diajak untuk fokus pada nilai-nilai moral seperti kejujuran, tanggung jawab, dan pengabdian kepada masyarakat.
Korupsi muncul ketika seseorang terjebak dalam hasrat untuk memperkaya diri tanpa batas, melupakan esensi pengabdian publik. Dalam konteks ini, kesederhanaan menjadi solusi penyeimbang, mengingatkan bahwa kebahagiaan sejati tidak berasal dari akumulasi materi, melainkan dari kontribusi positif kepada sesama. Jika nilai-nilai kesederhanaan diinternalisasi oleh para pemimpin dan pejabat publik, sikap serakah dapat diminimalkan, sehingga mendorong terciptanya pemerintahan yang bersih dan berintegritas.
Kesederhanaan Gandhi mengajarkan bahwa kekuatan moral jauh lebih penting daripada kekayaan materi. Dengan meneladani prinsip ini, masyarakat dapat memutus siklus korupsi dan membangun budaya yang lebih jujur, adil, dan bertanggung jawab.
How: Keteladanan Mahatma Gandhi Menginspirasi Pencegahan Korupsi?
Mahatma Gandhi adalah contoh nyata dari kepemimpinan diri yang efektif. Prinsip ahimsa yang ia anut bukan hanya berarti tanpa kekerasan fisik, tetapi juga mencakup tindakan tanpa kebencian, balas dendam, atau kejahatan. Dalam melawan ketidakadilan, Beliau mempraktikkan perlawanan tanpa kekerasan (Satyagraha), yang mengedepankan kebenaran dan kekuatan moral sebagai alat utama.
“Ahimsa tidak pernah “kalah”, selalu menang dengan pasti, karena tidak memikirkan kekalahan maka tidak perlu adanya “kemenangan”.
Dalam kutipan tersebut menjelaskan bahwa Ahimsa, atau prinsip tanpa kekerasan, tidak pernah benar-benar mengalami kekalahan karena sifat dasarnya yang tidak mencari kemenangan dalam pengertian konvensional. Dalam ahimsa, kemenangan bukanlah tujuan, melainkan hasil alami dari kejujuran, kesabaran, dan kasih sayang yang tak tergoyahkan. Karena tidak ada ambisi untuk mendominasi atau mengalahkan, ahimsa membebaskan dirinya dari siklus menang-kalah yang sering kali menjadi sumber konflik. Dalam keteguhan menjalankan ahimsa, keberhasilan sejati ditemukan dalam transformasi hati dan harmoni yang terwujud, baik dalam individu maupun masyarakat. Justru dalam ketidakberpihakannya terhadap konsep kalah dan menang, ahimsa mengajarkan kekuatan sejati yaitu kekuatan yang berasal dari cinta dan keberanian moral.
Mahatma Gandhi juga menekankan pentingnya pemurnian diri (ahimsa) sebagai langkah awal menuju perubahan sosial. Pemurnian ini mencakup pengendalian emosi seperti keserakahan, amarah, dan iri hati yang sering menjadi penyebab korupsi. Dengan hidup sederhana dan berpegang pada prinsip-prinsip moral, Beliau menunjukkan bahwa integritas adalah kunci untuk membangun masyarakat yang adil dan bebas dari korupsi.