Mohon tunggu...
GINA SULISTIANA
GINA SULISTIANA Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWI UNIVERSITAS MERCU BUANA | PRODI S1 AKUNTANSI | NIM 43223110041

Mata Kuliah: Pendidikan Anti Korupsi dan Kode Etik UMB. Dosen Pengampu: Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Quiz 11 - Diskursus Sigmund Freud dan Fenomena Korupsi di Indonesia

23 November 2024   18:50 Diperbarui: 23 November 2024   20:39 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Misalnya, seorang pejabat yang menyalahgunakan dana publik dapat membenarkan tindakannya dengan dalih kebutuhan organisasi atau tekanan eksternal. Ini menunjukkan bagaimana id mendominasi ketika superego lemah atau ketika ego mengabaikan kontrol moral. Dalam konteks korupsi di Indonesia, budaya permisif dan lemahnya sistem hukum sering kali memperkuat ketidakseimbangan ini, memungkinkan perilaku menyimpang menjadi lebih umum. 

Korupsi di Indonesia dapat dipahami melalui lensa psikoanalisis Freud sebagai konflik antara hasrat pribadi dan norma sosial yang gagal diatasi. Hal ini terlihat dalam berbagai kasus korupsi yang sering melibatkan individu dengan kekuasaan tinggi namun kurang memiliki kontrol moral. Dengan memahami akar psikologis dari korupsi, Indonesia dapat mengambil langkah lebih efektif dalam memberantas perilaku ini di masa depan.

 Pencegahan korupsi berdasarkan psikoanalisis dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan yang berfokus pada keseimbangan antara id, ego, dan superego:

  1. Penguatan Superego: Memperkuat pengaruh superego melalui pendidikan moral, kebijakan hukum yang lebih ketat, dan penegakan norma sosial dapat mengatasi kecenderungan untuk melakukan korupsi. Peningkatan kesadaran diri tentang pengaruh alam bawah sadar dapat membantu individu untuk mengontrol dorongan negatif yang mendorong tindakan amoral. Masyarakat yang menghargai integritas dan etika sosial dapat mengurangi perilaku koruptif.
  2. Pengendalian Id: Mengurangi godaan eksternal yang bisa mendorong perilaku tindakan korupi, seperti dengan menciptakan sistem yang transparan, akuntabel, dan mengawasi peluang untuk penyalahgunaan kekuasaan. Penerapan kebijakan yang mencegah peluang penyalahgunaan ini dapat membangun sistem yang adil.
  3. Ego yang Positif: Mengarahkan ego untuk mencari solusi yang etis, melalui pemecahan masalah yang memadukan kebutuhan pribadi dengan kepentingan moral dan sosial, serta mendukung pembuatan keputusan yang lebih bijaksana dalam menghadapi godaan untuk meraih keuntungan pribadi. Dengan demikian, peningkatan ego yang positif akan membantu individu menilai situasi secara lebih objektif dan bertindak sesuai dengan nilai moral yang berlaku.

Kesimpulan

Korupsi di Indonesia merupakan cerminan dari krisis moral yang merusak tatanan sosial, politik, dan ekonomi. Sebagai tindakan penyalahgunaan kekuasaan demi keuntungan pribadi, korupsi terjadi secara sistematis dan melibatkan banyak pihak, baik dari kalangan pemerintah maupun masyarakat. Fenomena ini tidak hanya menunjukkan lemahnya penegakan hukum tetapi juga degradasi nilai-nilai etika dalam kehidupan berbangsa.

Kesimpulan penerapan teori Sigmund Freud terhadap kasus korupsi di Indonesia mengungkapkan bahwa ketidakseimbangan dalam perkembangan kepribadian seseorang khususnya dalam pengelolaan id, ego, dan superego, dapat memfasilitasi perilaku koruptif. Ketika dorongan pribadi lebih dominan daripada norma moral yang kuat, ditambah dengan lingkungan sosial yang permisif, individu cenderung terjerumus dalam tindakan yang tidak etis. Fenomena korupsi di Indonesia tidak lepas dari faktor lingkungan yang permisif. Lingkungan sosial dan budaya yang cenderung menyepelekan atau bahkan mendukung perilaku koruptif melemahkan peran superego dalam membimbing individu. Selain itu, sistem hukum yang tidak konsisten serta lemahnya akuntabilitas memperbesar peluang bagi individu untuk memenuhi dorongan id tanpa rasa takut terhadap konsekuensi. 

Akibatnya, tindakan korupsi sering kali dianggap sebagai hal yang biasa atau bahkan sebagai cara yang "wajar" untuk memenuhi kebutuhan pribadi atau kelompok. Kasus tersebut menunjukkan akan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap sistem pemerintahan. Oleh karena itu, pencegahan harus mencakup pendekatan yang holistik, baik melalui reformasi sistemik maupun intervensi pendidikan dan penguatan nilai moral. Dengan mengatasi akar psikologis dari perilaku koruptif, masyarakat Indonesia dapat menciptakan generasi yang lebih berintegritas dan berkomitmen terhadap nilai-nilai kejujuran serta tanggung jawab sosial. 

Daftar Pustaka

Ahmad, M. (2011). Agama Dan Psikoanalisa Sigmund Freud. Religia, Vol. 14 No. 2, Oktober., 283.

Busthan, A. (2020, November 14). Korupsi Dalam Kajian Psikoanalisis Sigmund Freud . Retrieved from Nabire.Net: https://www.nabire.net/korupsi-dalam-kajian-psikoanalisis-sigmud-freud/

Dr. Susana Prapunoto, M.-P. (2019). “MERAJUT KERAGAMAN UNTUK MENCAPAI KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS DALAM KONTEKS MASYARAKAT 5.0”. Seminar Nasional 2019, 22.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun