Mohon tunggu...
GINA SULISTIANA
GINA SULISTIANA Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWI UNIVERSITAS MERCU BUANA | PRODI S1 AKUNTANSI | NIM 43223110041

Mata Kuliah: Pendidikan Anti Korupsi dan Kode Etik UMB. Dosen Pengampu: Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kuis 7 - Ranggawarsita Tiga Era Kalasuba, Katatidha, Kalabendhu dan Fenomena Korupsi di Indonesia

27 Oktober 2024   00:24 Diperbarui: 27 Oktober 2024   00:24 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Adapun konsep-konsep utama Ranggawarsita yang mencerminkan corak kehidupan dan pemikiran masyarakat, salah satunya "Cakra Manggilingan", yang diibaratkan sebagai senjata Prabu Kresna, berupa roda berputar yang diibaratkan sebagai pandangan bahwa hidup manusia yang terus berputar dan mengalami fase-fase yang berbeda, baik yang menyenangkan maupun yang menantang dalam menghadapi tantangan masa lalu, kini, dan masa depan. 

"Cakra" ini menciptakan keharmonisan dan kestabilan yang diartikan bahwa setiap putaran hidup, seperti yang dijelaskan dalam perspektif Jawa, menggambarkan bahwa tidak ada kebahagiaan atau kesedihan yang abadi.

Syair Kalatidha menggambarkan kondisi yang relevan di Indonesia hingga saat ini, karena menggambarkan perilaku pejabat atau tokoh yang hanya mementingkan kepentingan pribadi dan cenderung mengabaikan kesejahteraan rakyat. 

Para penjilat tersebut memanfaatkan kedekatan mereka dengan kekuasaan untuk mencari keuntungan sendiri, memperlihatkan adanya sifat egois dan mengabaikan tanggung jawab sosial mereka. 

Fenomena ini disebutkan dalam Serat Kalatidha sebagai bagian dari "jaman edan" (zaman gila), di mana banyak orang, termasuk pejabat, terjerumus dalam tindakan yang tidak etis demi kepentingan pribadi. Fenomena ini menciptakan tantangan bagi masyarakat dalam mencapai keadilan dan kesejahteraan yang seharusnya dijunjung oleh para pemimpin.

Why : Siklus Perubahan Zaman Menurut Ranggawarsita Memiliki Relevansi Yang Kuat Dengan Situasi Terikini Di Indonesia

Fenomena ini sangat relevan di Indonesia saat ini, terutama terkait dengan praktik korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Korupsi adalah fenomena penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang untuk keuntungan pribadi atau kelompok tertentu, yang merugikan kepentingan publik. 

Korupsi melibatkan banyak kegiatan yang meliputi penyuapan, penjualan pengaruh dan penggelapan dan mungkin juga melibatkan praktik yang legal di banyak negara, seperti manipulasi anggaran, nepotisme, dan penyalahgunaan sumber daya. 

Korupsi tentu saja dapat terjadi di berbagai sektor, termasuk pemerintahan, bisnis, dan institusi publik, dan sering kali melemahkan integritas serta kepercayaan masyarakat terhadap lembaga atau individu yang terlibat. 

Pejabat yang hanya peduli pada keuntungan pribadi menunjukkan pola yang mirip dengan gambaran Ranggawarsita, di mana orang-orang rela mengorbankan prinsip dan tanggung jawab sosial demi kepentingan pribadi. 

Berikut penjabaran yang mendukung kuat siklus perubahan zaman menurut Ranggawarsita yang menganggap sebuah situasi yang berulang:

  • Zaman Katatidha (Keraguan),

Siklus perubahan zaman menurut pandangan Ranggawarsita yang merujuk pada periode ketidakpastian dan keraguan. Pada masa ini, masyarakat mengalami kebingungan dan mempertanyakan keberadaan moral, kehilangan arah, yang pada akhirnya memicu lemahnya kepercayaan terhadap pemimpin dan institusi.

 Katatidha ditandai oleh kondisi yang tidak stabil, dengan disertai perubahan nilai-nilai dan kebijakan yang tidak lagi mengutamakan kesejahteraan bersama, tetapi seringkali disertai dengan kekacauan, kecurigaan, dan keraguan. Dampaknya dari era ini yaitu muncul korupsi, ketidakadilan, dan sikap egois semakin menonjol, sehingga masyarakat kehilangan panutan moral yang dapat dipercaya. 

Katatidha juga ditandai oleh kebingungan dan ketidakadilan dalam penegakan hukum. Hukum tidak lagi menjadi pelindung bagi rakyat, tetapi bisa dimanipulasi untuk melindungi kepentingan golongan tertentu. Hal ini menyebabkan rasa ketidakadilan yang mendalam dalam masyarakat.

Di Indonesia, fenomena ini tercermin dalam meningkatnya kasus korupsi di berbagai tingkat pemerintahan dan institusi. Saat ini masih banyak pejabat publik yang terjerat kasus korupsi, sebagai penanda krisis moral dan sumber daya di kalangan pemimpin. 

Kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin dan sistem hukum pun menurun karena kasus penyalahgunaan kekuasaan sering terungkap tanpa tindakan tegas atau hukuman yang setimpal.

 Selain itu, kasus penyalahgunaan kekuasaan pejabat publik juga berdampak pada buruknya integritas serta etika hukum sebagai penindak keadilan di mata public/masyarakat. Contohnya fenomena ini terlihat dalam penegakan hukum yang terkadang dianggap tidak adil atau diskriminatif. 

Kasus-kasus korupsi dan pelanggaran hukum oleh pejabat sering kali ditangani secara lambat atau bahkan diselesaikan dengan keringanan hukuman melalui berbagai mekanisme, seperti pengurangan masa hukuman, pembebasan bersyarat, atau bahkan pengurangan vonis pada proses banding., 

sementara pelanggaran kecil oleh masyarakat biasa dihukum dengan lebih tegas. Hal ini memperkuat persepsi bahwa hukum hanya berpihak pada yang kuat, yang menciptakan rasa ketidakadilan dalam masyarakat. Hal tersebut merupakan bukti nyata yang saat ini menjadi fenomena ketimpangan atau ketidakadilan hukum di Indonesia.

  • Zaman Kalabendu (Kehancuran),

Dari "Zaman Katatidha (Keraguan)", dapat diketahui bahwa fenomena tersebut merupakan titik awalan Zaman Kalabendu atau masa kehancuran, yaitu masa yang lebih sulit (suram) dalam siklus zaman yang digambarkan Ranggawarsita. 

Di era ini, masyarakat mengalami degradasi moral secara menyeluruh, nilai, dan ketertiban pada prinsip-prinsip keutamaan etika yang seharusnya dijunjung tinggi perlahan hilang, tergantikan oleh keserakahan dan egoisme yang mengutamakan kepentingan pribadi di atas kepentingan bersama. 

Fenomena ini merupakan sebuah fase yang menunjukkan kehancuran sosial yang nyata dan merajalelanya ketidakadilan. Kepemimpinan yang seharusnya menjadi teladan moral justru kerap terlibat dalam penyalahgunaan kekuasaan, melindungi kepentingan sendiri atau golongan tertentu, sehingga mengorbankan kesejahteraan publik. 

Korupsi, kolusi dan nepotisme yang semakin meluas Di Indonesia seolah menjadi hal yang biasa dan merugikan rakyat banyak. Sehingga pejabat publik dan masyarakat cenderung kehilangan pegangan pada prinsip-prinsip keutamaan dan kebajikan.

Dampak dari fenomena tersebut sangat drastis dalam struktur sosial dan pemerintahan, hal tersebut mengakibatkan masyarakat jatuh dalam kondisi kritis. Ketimpangan tersebut sering kali terlihat dalam distribusi kekayaan negara yang dikuasai oleh segelintir elit, sementara banyak rakyat kecil hidup di bawah standar kemiskinan dan kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari, yang menyebabkan masyarakat memiliki ketiadaan rasa aman di negara nya sendiri.  

  • Zaman Kalasuba (Kemakmuran),

Mencerminkan puncak kejayaan dan kemakmuran dalam kehidupan masyarakat, di mana kesejahteraan ekonomi, keadilan sosial, kemajuan pendidikan, dan kepemimpinan yang visioner berjalan beiringan. Keadaan seperti ini adalah fase di mana nilai-nilai luhur dijunjung tinggi, dan pemerintahan berjalan dengan adil dan bijaksana. 

Selain itu, masyarakat tidak hanya hidup dalam kondisi ekonomi yang baik, tetapi juga menikmati kualitas hidup yang lebih baik, seperti akses ke layanan kesehatan, pendidikan yang memadai, dan lingkungan yang aman dan nyaman. 

Untuk mencapai kondisi ini, diperlukan upaya yang konsisten dari semua pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta, dalam menjaga nilai-nilai luhur dan memastikan pemerintahan yang adil serta responsif terhadap kebutuhan rakyat. Dengan kolaborasi dan komitmen yang kuat, masyarakat dapat bergerak menuju kemakmuran yang berkelanjutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun