Mohon tunggu...
GINA SULISTIANA
GINA SULISTIANA Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWI UNIVERSITAS MERCU BUANA | PRODI S1 AKUNTANSI | NIM 43223110041

Mata Kuliah: Pendidikan Anti Korupsi dan Kode Etik UMB. Dosen Pengampu: Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

TB 1 - Integritas Sarjana dan Optimalisasi Pengembangan Moral Kohlberg

19 Oktober 2024   15:44 Diperbarui: 19 Oktober 2024   15:52 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahap 4 : Orientasi otoritas dan pemeliharaan aturan (moralitas hukum dan aturan). Dalam tahap ini, kebenaran diartikan dengan menjunjung tinggi hukum yang disetujui bersama. Pada tahap ini internalisasi nilai-nilai moral anak mulai menunjukkan perbuatan baik dan benar bukan hanya tujuan agar dapat diterima oleh lingkungan masyarakat sekitarnya. Tetapi mulai menyadari adanya rasa tanggung jawab untuk dapat ikut mempertahankan aturan norma/nilai sosial yang memiliki nilai kewajiban dan tanggung jawab moral untuk melaksakan aturan yang ada.

  • Tingkat 3 (Pasca-Konvensional) 

Pada tingkatan ini internalisasi nilai-nilai moral biasa disebut sebagai moralitas berdasarkan pada prinsip-prinsip yang akan diterimanya sendiri (principled morality). Umumnya dianggap sebagai kesadaran untuk mengadopsi perspektif sosial. Keterkaitannya bukan lagi dengan otoritas atau kelompok, melainkan individu lebih berusaha memperoleh nilai-nilai moral yang di junjung dan diakui oleh masyarakat yang sifatnya universal sebagai hak milik pribadinya dan menjadi bagian dari identitas mereka. Tahapan perkembangan moralitas Pasca-Konvensional merupakan tingkatan tertinggi menurut teori Kohlberg, individu sudah mulai menyadari bahwa moralitas sepenuhnya diinternalisasikan dengan tidak bergantung pada standar eksternal. Umumnya tahap ini dimulai dari remaja awal hingga dewasa. Dan moralitas mereka terinternalisasi seperti mampu mengeksplorasi dengan mempertimbangkan berbagai pilihan atas dasar kecocokan dirinya sendiri. Tidak hanya sebatas pilihan, mereka juga mulai mengevaluasi dan memutuskan prinsip moral yang mereka anggap paling penting dan benar untuk hidupnya. Menurut Kohlberg, tingkat ini merupakan proses yang sudah terintegrasi secara hierarkis yang dibangun dari setiap tingkat dan tahap yang sudah dibangun sebelumnya. Oleh karena itu, tindakan melompati secara teoritis tidak mungkin. Tingkat Pasca-Konvensional in terbagi menjadi 2 tahap, yaitu tahap lima dan tahap enam:

Tahap 5 : Orientasi kontrak sosial dan hak-hak individu. Pada tahap ini individu menyadari bahwa hukum dan kewajiban harus berdasarkan perhitungan atau pertimbangan yang rasional secara keseluruhan. Sehingga pada tahap ini individu mulai mencari kebenaran dengan mempertimbangkan hak-hak individu dilakukan dengan tindakan yang paling baik agar menguntungkan dan mendapatkan yang terbaik, sesuai yang telah dianalisis secara kritis oleh masyarakat. Dalam tahap ini, peraturan dapat diubah demi kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu pada tahap ini kesepakatan dalam masyarakat menjadi penting atau yang sering disebut sebagai keputusan mayoritas yang terbentuk atas hasil kompromi. Dalam hal ini individu tidak secara terang-terangan memihak, akan tetapi lebih berorientasi pada kontak sosial nya.

Tahap 6 : Prinsip etika universal. Pada tahap ini, penalaran moral berdasar pada hukum yang valid pada keadilan, kesetaraan, dan penghormatan terhadap semua orang. Keadilan juga menyertakan keharusan untuk tidak mematuhi hukum yang tidak adil. Dan ketika hukum bertentangan dengan prinsip-prinsip tersebut, individu akan lebih memilih untuk bertindak sesuai dengan prinsip yang mereka anut. Pada tahap ini, individu memiliki perspektif bahwa setiap manusia yang rasional pasti menyadari sifat moralitas atau fakta bahwa orang adalah pribadi tersendiri dan harus diperlakukan sedemikian rupa. Pada tahap ini pun individu menyesuaikan standae sosial dan memiliki cita-cita internal tersendiri untuk menghindari rasa tidak puas dengan diri sendiri dan bukan untuk menghindari kecaman sosial. Sehingga moralitas pada tahap ini berlandaskan pada penghargaan terhadap oranglain daripada keingan diri sendiri. Pada tahap ke enam ini dapat tercermin dalam berbagai sifat yang menurut kalimat "How rational and impartial people would organize cooperation is moral" (Rest ,1979:35).

Keenam tingkat penalaran moral yang dikemukakan oleh Kohlberg (1995) tersebut dibedakan satu dengan yang lainnya bukan berdasarkan keputusan yang dibuat, tetapi berdasarkan alasan yang dipakai untuk mengambil Keputusan. Menurut Kohlberg ( Shaffer, 1985; Durkin, 1995; Hook, 1999), tingkat "Pra Konvensional" ialah tingkat kebanyakan anak di bawah usia 10 tahun. Tingkat "Konvensional" ialah tingkat kebanyakan remaja dan orang dewasa. Sedangkan, Tingkat "Pasca konvensional" ialah tingkat yang dicapai oleh sejumlah minoritas orang dewasa dan biasanya dicapai setelah usia 24 tahun. Kohlberg juga menganggap tahap keenam merupakan tahap yang jarang sekali dapat dicapai, sehingga menurutnya tahapan tersebut sebuah tingkatan paling tinggi dari sebuah tahapan perkembangan moral. Mahasiswa sarjana sering dihadapkan pada situasi yang menantang norma-norma sosial dan memungkinkan mereka untuk mempertanyakan aturan yang sudah ditetapkan, sehingga memfasilitasi perkembangan ke level moral yang lebih matang. Contoh situasi ini dapat mencakup diskusi tentang isu-isu etis seperti keadilan sosial, hak-hak asasi, atau masalah lingkungan. Pada level tersebut seorang sarjana mulai memasuki pasca-konvensional, sarjana mulai membuat keputusan moral berdasarkan prinsip-prinsip etika yang lebih universal, seperti keadilan dan hak asasi manusia.

Penalaran moral menurut Kohlberg memang menjadi kunci untuk memahami perilaku moral. Kohlberg berpendapat bahwa perilaku moral yang terlihat secara langsung belum tentu mencerminkan moralitas individu yang sebenarnya. Oleh karena itu, untuk mengukur moralitas seseorang, dengan melakukan penelusuran terhadap penalaran moral yang mendasari keputusan moral tersebut. Salah satu metode yang digunakan oleh Kohlberg untuk memahami penalaran moral adalah melalui dilema moral, seperti yang terlihat dalam kasus terkenal, yaitu "Masalah Heinz". Dalam dilema ini, seseorang dihadapkan pada situasi yang memerlukan keputusan sulit, misalnya apakah Heinz harus mencuri obat mahal untuk menyelamatkan nyawa istrinya yang sekarat karena ia tidak mampu membelinya. Melalui dilema ini, Kohlberg tidak hanya fokus pada tindakan Heinz (mencuri atau tidak mencuri), tetapi lebih pada alasan atau justifikasi moral di balik tindakan tersebut. Apakah anak-anak atau remaja yang ditanyai beralasan bahwa Heinz sebaiknya mencuri obat karena kehidupan lebih penting daripada hukum, atau apakah mereka beralasan bahwa Heinz tidak boleh mencuri karena melanggar hukum adalah salah dalam keadaan apapun?

Penelusuran tersebut relevan dengan tahap-tahap perkembangan moral yang dirumuskan oleh Kohlberg (Pra-Konvensional, Konvensional, dan Pasca-Konvensional) yang mencerminkan bagaimana individu memproses dilema moral dan menunjukkan tingkat kedewasaan moral mereka. Dalam penelitian aslinya pada tahun 1950-an, Kohlberg menggunakan dilema ini untuk menilai perkembangan moral dari 75 anak laki-laki yang berusia 10, 13, dan 16 tahun. Dengan metode ini, Kohlberg berhasil menunjukkan bahwa penalaran moral berkembang seiring dengan usia dan pengalaman, namun tidak semua individu mencapai tahap tertinggi (Pasca-Konvensional). Pengukuran moralitas menurut Kohlberg dengan demikian lebih mendalam daripada sekadar melihat tindakan, karena melibatkan pengamatan terhadap proses berpikir yang mendasari keputusan moral seseorang. Kohlberg juga menekankan bahwa pengalaman, menjadi salah satu pemicu refleksi moral dan dialog etis, untuk kunci mencapai tahapan moral yang lebih tinggi. Sehingga dalam konteks ini, perkembangan moral mencakup aspek penalaran (reasoning) yang memungkinkan anak-anak untuk memikirkan dan mengevaluasi keputusan mereka berdasarkan nilai-nilai moral yang diajarkan oleh lingkungan sosial, keluarga dan budaya mereka.

Why : Pendekatan Kohlberg Terhadap Pengembangan Moral Relevan Bagi Seorang Sarjana, Baik Dalam Lingkup Akademik dan Profesional

43223110041 - Gina Sulistiana
43223110041 - Gina Sulistiana

Pendekatan Kohlberg terhadap pengembangan moral memiliki relevansi yang sangat penting bagi seorang sarjana, baik dalam konteks akademik maupun profesional. Dengan menginternalisasi prinsip-prinsip moral yang diajarkan oleh Kohlberg, sarjana dapat menjadi individu yang tidak hanya terampil dan berpengetahuan, tetapi juga memiliki integritas yang kuat dan dapat berkontribusi positif kepada masyarakat. Selain itu Integrasi pendidikan moral dan etika dalam proses pembelajaran akan membantu mempersiapkan sarjana untuk menghadapi tantangan di dunia yang kompleks dan berubah cepat saat ini. Proses pengembangan moral membantu sarjana mengenali nilai-nilai pribadi mereka dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip tersebut dalam semua aspek kehidupan. Hal ini tidak hanya meningkatkan integritas tetapi juga mendukung pertumbuhan pribadi yang berkelanjutan.

Teori Kohlberg juga memberikan gambaran kerangka kerja untuk memahami bahwa sarjana mungkin berperilaku tidak etis, oleh karena itu, teori ini memberikan pandangan mengenai tahapan bagi seorang sarjana tersebut agar tidak terjebak pada tahapan perkembangan moral yang rendah (pra-konvensional atau konvensional) yang rentan terhadap perilaku tidak jujur sehingga menimbulkan efek buruk dari tindakan tersebut seperti hukuman, imbalan, atau persetujuan sosial. Dengan mengoptimalisasikan perkembangan moral menurut Kohlberg, mampu menjadi jembatan bagi sarjana itu sendiri menuju tahapan Pasca-konvensional menjadi krusial untuk mencegah perilaku tidak etis dan membangun integritas yang kokoh bagi kemajuan bangsa.

Selain itu, penerapan seorang sarjana yang berintegrasi untuk mengoptimalkan pengembangan moral akan membentuk sarjana dengan penuh kepercayaan diri dan respect diri, karena percaya bahwa tindakan dan keputusan yang mereka ambil didasarkan pada prinsip-prinsip moral yang kuat. Dengan begitu, akan menimbulkan dampak membangun hubungan yang lebih baik kepada orang lain. Karena sarjana yang berintegrasi pada optimasisasi pengembangan moral tentunya akan bertindak jujur dan adil, yang memudahkan dirinya mendapatkan kepercayaan dan penerimaan dari teman, kolega, dan mentor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun