Mohon tunggu...
GINA SULISTIANA
GINA SULISTIANA Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWI UNIVERSITAS MERCU BUANA | PRODI S1 AKUNTANSI | NIM 43223110041

Mata Kuliah: Pendidikan Anti Korupsi dan Kode Etik UMB. Dosen Pengampu: Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Quiz 4 - Rudolf Steiner Mengembangkan Potensi Diri Pendekatan Holistic Education

5 Oktober 2024   15:50 Diperbarui: 5 Oktober 2024   16:41 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendidikan secara umum dipandang sebagai proses atau sarana yang sistematis untuk memfasilitasi pengembangan individu secara menyeluruh (holistik). Ada berbagai macam metode pengembangan pendidikan yang diterapkan di seluruh dunia, masing-masing dengan fokus dan pendekatan yang berbeda dalam membentuk siswa secara holistik. Salah satu metode yang menonjol dalam pengembangan pendidikan holistik adalah Metode Waldorf, yang diperkenalkan oleh Rudolf Steiner melalui pendekatan Antroposofi yang ia kembangkan. 

What: Pemahaman Dasar tentang Antroposofi dan Pendidikan Holistik Antroposphy
Rudolf Steiner (1861-1925), seorang filsuf, arsitek, dan spiritualis berkebangsaan Austria. Ia merupakan pendiri aliran filsafat Antroposofi, yang ia implementasikan melalui pendekatan pendidikan holistik yaitu Pendekatan Waldorf Education. Kata "antroposofi" berasal dari bahasa Yunani, yaitu anthropos (manusia) dan sophia (kebijaksanaan), sehingga secara harfiah berarti "kebijaksanaan tentang manusia". Antroposphy meyakini bahwa adanya dunia spiritual yang dapat dipahami oleh intelektual manusia melalui pengalaman hidup dan pengembangan kesadaran. Menurut Steiner, Pendidikan Holistik harus memperhatikan perkembangan manusia secara menyeluruh, yang mencakup aspek fisik, emosional, mental, dan spiritual. Pendekatan holistik ini sangat dipengaruhi oleh ilmu Antroposphy, yang mengutamakan pengembangan holistik. Steiner menyakini bahwa manusia sebagai makhluk yang memiliki tubuh, jiwa dan roh yang bisa mewujudkan pengembangan tersebut melalui pengamatan dan refleksi melalui pendekatan berpikir (head), merasakan (heart), dan bertindak (hands).
Dengan meyakini Antroposphy manusia dapat meningkatkan kesadaran yang lebih tinggi dan mampu bertahan hidup harmoni dengan alam, komunitas dan kosmos. Pada dasarnya pengembangan diri merupakan bagian dari pencapaian kesadaran yang lebih tinggi. Selain itu, menurut Steiner, manusia memiliki potensi untuk mengembangkan kesadaran spiritual yang lebih tinggi bisa melalui meditasi, refleksi diri yang membuat manusia menemukan hubungan yang lebih dalam dengan dunia dan dirinya sendiri atau pada saat yang sama harus menemukan identitasnya senidiri. Antoposphy adalah sebuah gerakan spiritual dan memiliki 2 komponen yang berkaitan dengan konsep holistic education, sebagai berikut:

1. Oneness With The World

Konsep "Oneness With The World" dalam spiritualitas Steiner menekankan bahwa perasaan dan kesadaran manusia tidak terpisah dari dunia disekitarnya, melainkan merupakan bagian dari keseluruhan alam semesta yang lebih besar, mencakup alam fisik dan dunia spiritual. Yang berarti manusia memiliki hubungan yang berkaitan dengan alam, mahkluk hidup lainnya, dan energi kosmik yang lebih luas. Konsep ini mendorong manusia untuk hidup selaras dengan alam, merasakan koneksi dengan sesama, serta menyadari bahwa kesejahteraan pribadi dan gobal memiliki ikatan yang saling terkait.
Contohnya, Oneness With The World diwujudkan dalam tindakan nyata dalam kehidupan sosial dengan tidak memikirkan diri sendiri, tetapi juga harus bisa memahami bahwa mereka adalah bagian dari sesuai yang lebih besar, dan bertindak dengan cara yang mendukung harmoni dan kesejahteraan bersama. Selain itu, Steiner juga mengajarkan bahwa, manusia tidak hanya terhubung dengan dunia material, tetapi juga dengan energi dan kekuatan spiritual yang bekerja dibalik alam fisik. Contohnya seperti prinsip bahwa manusia memiliki hubungan yang serta dengan kuatan-kekuatan alam, planet, dan ritme alam semesta.

2. Search For Self Konsep

Yang satu ini merujuk pada pencarian pemahaman dan pengembangan diri yang lebih dalam. Yang Steiner percayai bahwa manusia sebagai makhluk sosial harus memiliki potensi unik yang harus ditemukan dan dikembangkan. Singkatnya, "Search For Self" perjalanan yang kompleks dan mendalam bagi individu untuk memahami "siapa mereka sebenarnya", "Apa tujuan hidupnya", dan "Bagaimana mereka terhubung dengan dunia disekitar mereka". Dalam perjalanan pengembangan potensi diri ini tentu saja melibatkan sisi spiritual dan pemahaman secara integral antara individu dengan dunia dan alam semesta yang diharapkan dalam proses pencarian diri, individu mampu untuk menyadari dan mengeksplorasi aspek-aspek spiritual dalam diri mereka sendiri, yang mencakup intuisi, kreativitas, dam hubungan dengan energi kosmik . Sehingga membantu manusia bertumbuh dan berkembang menjadi versi terbaik dari diri mereka sendiri, sebab sudah mengenali diri nya sendiri lebih dalam.
Berikut salah satu elemen kunci untuk berhasil menerapkan konsep tersebut, yaitu melalui pengembangan kesadaran diri dengan refleksi dan intropeksi, hal ini dilakukan untuk lebih memahami "siapa kita sebernarnya" termasuk kekuatan, kelemahan, dan tujuan hidup. Selain itu juga bisa dikakukan melalui keterlibatan dengan lingkungan, yang tak kalah penting dengan harapan mampu berinteraksi dengan dunia luar , baik dengan alam maupun kepada orang lain. 

Selanjutnya, gagasan utama Antroposofi terdiri dari 4 poin sebagai berikut:

1. Spiritual Knowladge and Freedom, 

Pada gagasan Antroposofi ini Steiner menekankan bahwa, hendaknya manusia mampu untuk membedakan dan memposisikan diri dari ikatan-ikatan yang termasuk dari Hasrat, ambisi, nafsu, dan masuk kedalam spiritual knowledge yang tidak bisa ditangkap hanya menggunakan akal dan panca Indera. Itulah yang dimaksud dari gagasan Antroposofi pada hal ini. Contohnya, manusia sebagai makhluk sosial ada kalanya memiliki jiwa kompetitif dan ambisi akan kesuksesan serta kekayaan, akan tetapi setelah mulai menyadari arti kehidupan, justru memilih bersikap rela, ikhlas, dan berlapang dada untuk sukarela membantu orang lain tanpa pamrih khususnya kepada yang kurang mampu. Dari hal tersebut pun sikap tersebut menunjukkan bahwa manusia dapat belajar untuk melepaskan ambisi pribadi dan menggali pemahaman yang lebih dalam terkait hidup dan kepuasan batin yang tidak bergantung pada pencapaian materi saja.

2. Nature of Human Being and Evaluation/Emanation, 

Dalam Antroposofi menggambarkan manusia pada konsep filosofis dan spiritual yang menggambarkan proses di mana sesuatu muncul atau terwujud dari sumber atau asalnya. Seperti manusia yang merupakan makhluk kompleks yang terdiri dari tubuh, jiwa, dan roh. Sebagai mahkluk yang berasal dari penciptanya dan tentu saja akan kembali lagi kepada sang pencipta-Nya. Yang mana, Evaluasi/Emanasi adalah dengan menekankan bagaimana segala sesuatu muncul dari sumber yang lebih tinggi. Dalam konteks antroposofi, emanasi menggambarkan hubungan antara dunia spiritual dan fisik, serta proses di mana individu dapat mengakses dan memahami realitas spiritual yang lebih dalam. Dan Nature of Human Being pada konteks ini mengacu pada manusia itu sendiri, karena perlu adanya bekal untuk kehidupan di Akhirat perkembangan spiritual, keterhubungan dengan alam, dan pencarian makna dalam hidup manusia akan semakin berkembang secara konsisten.

3. Ethnic (Tata Laku Batin Manusia)

Dalam konteks ini "tata laku" berarti berpaku pada akhlak. Tata laku ini perlu untuk terus dibimbing, ditata, dan diatur hingga manusia sanggup berevolusi menuju kesempurnaan. 

Waldorf Education: Sebuah Pendidikan Yang Holistik 

Pendidikan yang umum dipandang sebagai sarana atu fasilitas yang dapat mendorong pengembangan individu. Seperti Waldorf Education, yaitu pendidikan yang di bentuk Rudolf Stainer sebagai implementasi pendidikan holistik yang ia kembangkan sesuai ilmu Antoposphy. Sekolah ini dirancang khusus oleh Rudolf Steiner untuk memenuhi kebutuhan akan pendidikan yang holistik. Kurikulum yang sudah diterapkan di lebih dari 60 negara ini tidak hanya berfokus pada pelajaran akademis, seperti matematika dan bahasa, tetapi siswa juga akan mempelajari seni, musik, kerajinan tangan, dan interaksi dengan alam untuk mendukung pengalaman belajar yang beragam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun