Mohon tunggu...
Gina Sonia
Gina Sonia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Sejarah

As a History student with a deep interest in learning and sharing historical knowledge, I am dedicated to studying the past and interpreting its relevance to the present day. My writing style is known for its clarity and informative nature, and I have the ability to explain complex concepts in an easy-to-understand manner.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Orde Baru Vs Ibu-ibu

14 September 2023   13:04 Diperbarui: 14 September 2023   13:07 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.jurnalperempuan.org

Otoriter, begitulah image yang terkenal dari pemerintahan orde baru. Masa dimana pemimpin merupakan satu-satunya pihak yang mengontrol keputusan, komunikasi hanya berjalan satu arah, kaku dan cenderung menggunakan paksaan sampai kekerasan apabila masyarakat tidak sejalan dengan apa yang dikatakan pemerintah.

Tidak mudah hidup di zaman itu, khususnya bagi perempuan. Masa orde baru diwarnai oleh kebijakan-kebijakan yang melahirkan domestifikasi dan subordinasi terhadap kehidupan kaum perempuan. Nilai patriarki sangat dipegang teguh sehingga kebijakannya cenderung memisahkan peran antara pria dan wanita ke dalam wilayah publik dan domestik. 

Wanita diidentikkan dengan peran-peran yang berkaitan dengan kepengurusan anak dan permasalahan domestik, sementara pria diidentikkan dengan peran permasalahan publik. Salah satu kebijakan berdasarkan nilai-nilai tersebut terlihat dalam paham ibuisme. Kebijakan ini mendefinisikan wanita idealnya berperan sebagai ibu dan istri. Hal ini berakibat terbentuknya domestikasi dan subordinasi perempuan sehingga harus hidup dalam ketidakadilan. Perempuan dan isu perempuan masih dilihat sebelah mata oleh negara. Atas dasar itulah mendorong lahirnya gerakan-gerakan perempuan dengan maksud mengakhiri ketidakadilan yang telah mereka derita pada masa orde baru.

Salah satu gerakan perempuan pada masa orde baru ini adalah Suara Ibu Peduli. Gerakan yang dilakukan Suara Ibu Peduli bertujuan mendorong pergeseran dasar masyarakat yang berada dibawah kekuasaan negara menjadi masyarakat yang memberdayakan dirinya. Suara Ibu Peduli pada dasarnya berangkat dari kekhawatiran anggota Yayasan Jurnal Perempuan terhadap keadaan sosial-ekonomi dan sifat rezim orde baru yang otoriter dan represif. Mereka menginginkan sebuah gerakan yang menuntut perubahan sosial politik serta mendorong masyarakat khususnya kelas menengah agar peduli dengan persoalan bangsa dan bersatu untuk menggulingkan kekuasaan orde baru. Tidak hanya akademisi, gerakan ini juga didukung oleh profesional, buruh hingga ibu rumah tangga.

Kata 'Susu' dan 'Ibu' dipilih karena memanfaatkan isu kenaikan harga susu. 'Ibu' digunakan agar gerakan ini menarik banyak dukungan dari ibu-ibu. Sementara 'peduli' terkait dengan etika feminisme dimana sikap etis perempuan terletak pada kepedulian. Tiga kata itu diambil sebagai simbol gerakan sebab jika simbol yang dibawa seperti feminis, demokrasi ataupun reformasi sudah tentu akan ditolak karena terkesan politis dan radikal.

Setelah melalui proses panjang mulai dari rapat hingga penyusunan strategi, mereka akhirnya turun ke Bundaran HI pada 23 Februari 1998 untuk melakukan demonstrasi. Gadis Arivia selaku ketua Yayasan Jurnal Perempuan mengundang banyak aktivis perempuan seperti Mira Diarsi, Nur Sabani, Julia Suryakusuma, dan lain-lain. SIP juga didampingi tim pembela dari LBH (Layanan Bantuan Hukum). Meski mengatasnamakan 'ibu', namun demonstrasi ini juga turut mengundang laki-laki untuk mengambil peran. Beberapa tokoh yang kala itu aktif dalam kegiatan Suara Ibu Peduli seperti Rocky Gerung, Nur Iman Subono, Robin, Nazaruddin, Misyono, Stanley, Azas Tigor Nainggolan, dan lain lain. Aksi ini diwarnai dengan pembacaan do'a, puisi, pembagian bunga, menyanyikan lagu "Ibu Pertiwi", "Kasih Ibu", dan "Dalam  Doa Ibu Namaku Disebut."

Bukan orde baru jika tidak bertindak tegas atas aksi-aksi yang dinilai mengancam pemerintahan, bahkan jika itu hanya soal kritik dan kebebasan berpendapat. Melihat aksi demonstrasi yang dilakukan oleh Suara Ibu Peduli, pemerintah dan aparat terkait tidak tinggal diam. Aksi yang hanya berjalan selama kurang lebih 30 menit tersebut, berakhir dengan penangkapan dua staf Yayasan Jurnal Perempuan yaitu Karlina Leksono, Gadis Arivia dan satu demonstran spontan yaitu Wilasih Noviana. Setelah ditahan selama 23 jam, perkara yang menyangkut ketiga aktivis ini akhirnya dimejahijaukan.

Menurut Gadis, dalam aksi demonstrasi, Ibu-ibu ini berusaha mengemukakan secara jujur kecemasan mereka atas nasib anak bayinya yang kekurangan gizi, tetapi mengapa kegiatan ini malah dipandang berbahaya oleh negara serta mengapa pemerintah terlalu mencurigai kegiatan menghimpun dana untuk mensubsidi harga susu.

Setelah mendengarkan pernyataan pendahuluan dari terdakwa dan kuasa hukumnya, hakim memutuskan untuk menunda persidangan hingga hari senin tanggal 9 Maret. Hal ini tentunya menjadi tidak biasa mengingat pada umumnya dalam perkara tindak pidana ringan, sidang akan selesai saat itu juga. Anggapan yang beredar kala itu adalah hakim belum berani memutuskan karena terpengaruh situasi. 

Bagaimana tidak, satu jam sebelum persidangan dimulai, sudah ada ratusan wanita pendukung SIP yang memenuhi halaman Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Bahkan untuk mengantisipasi membludaknya pendukung SIP, seratus aparat keamanan yang dipimpin oleh Letkol Pol Drs Iman Haryatna dari Polres Metro Jaya harus dikerahkan ke lokasi persidangan. Ketika ketiga terdakwa keluar dari ruang persidangan, mereka disambut dukungan "Masyarakat Profesional untuk Demokrasi" yang menggelar sejumlah poster. Kasus ini, kemudian berhenti akibat reformasi. Setelah jatuhnya rezim Soeharto, sidang selanjutnya tidak pernah terjadi dan perkara ini kemudian tidak dilanjutkan. 

Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi keberhasilan aksi demonstrasi SIP, yaitu tepatnya pemilihan strategi "ibu peduli" dan isu "susu" yang memayungi banyak konsep sehingga membuat gerakan ini mendapatkan banyak dukungan. Kata "ibu" membuat laki-laki maupun perempuan merasa menjadi bagian, rasa ingin melindungi, dan rasa ingin membela (Arivia, G & Subono, Nur I, 2017:67). Aksi demonstrasi ini menyimbolkan daya tarik yang luar biasa dan langsung dari demonstrasi tersebut terhadap kalangan perempuan Indonesia secara luas, dan keterkaitannya yang kuat dengan simbolisme perempuan sebagai ibu yang merupakan bagian dari ideologi hegemonik Orde Baru (Robinson, 2009:2).

Aksi ini juga mendorong masyarakat menjadi lebih berani untuk menyuarakan pendapat dan membantu gerakan-gerakan pembaharuan seperti SIP. SIP mendapat banyak dukungan baik dari aktivis, feminis, komunitas, dan berbagai elemen masyarakat. Dana yang   terkumpul   selama 19981999 adalah Rp 1.120.541.865. SIP terlibat dalam penjualan susu dan aksi demonstrasi mahasiswa dengan ikut membagikan 70.576 nasi bungkus, 1.947 boks kotak Aqua, 2.811 boks snack, ribuan buah-buahan, dukungan Newsletter mahasiswa "Bergerak", dan TShirt "Reformasi Total". Ini belum termasuk sumbangan masyarakat makanan mentah seperti telur, ayam hidup dan sebagainya. 

Karena banyaknya antusias masyarakat khususnya ibu-ibu, para ibu-ibu 'asli' ini berinisiatif untuk membangun cabang SIP di berbagai tempat. Padahal, sejak awal 'ibu-ibu' hanyalah kamuflase untuk melancarkan strategi perlawanan, namun karena Gadis Arivia selaku ketua YJP yang membawahi SIP, atas dasar perbedaan visi dan misi, SIP akhirnya memisahkan diri dari YJP dan membentuk organisasi sendiri. Cabang-cabang SIP tersebar mulai dari Depok, Tanjung Priok, Cilandak, Kebon Pala, Rawamangun, Rempoa, Bojong Gede, Aceh, hingga Sambas. Cabang-cabang ini aktif dalam kegiatan sosial, membantu perekonomian sekitar, dan mendirikan posko penjualan sembako murah.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun