Kue-kue cantik yang dipajang di etalase toko tentu sangat menarik terutama bagi kaum wanita. Namun pernahkah kalian mempertanyakan ke-halalannya?
Kebiasaan muslim di Indonesia berpikir bahwa Indonesia adalah negara mayoritas muslim sehingga semua makanan pastilah halal. Untuk produk kemasan mungkin kita sudah mulai aware dan memeriksa keberadaan logo halal. Bagaimana dengan restoran/bakery?
Masih banyak restoran/bakery yang belum bersertifikat halal di Indonesia. Maka sebagai masyarakat muslim perlu memiliki rasa berkepentingan untuk menanyakan perihal kehalalan suatu hidangan/pangan jajanan.
“Kita kan tidak memasukan alkohol ataupun daging tidak halal saat memanggang kue. Jadi harusnya boleh-boleh saja kan?”
Kalimat semacam itulah yang biasanya timbul. Padahal kue-kue cantik tersebut dibuat bukan hanya dari sekedar terigu, telur, mentega, dan gula?
Dalam dunia baking dikenal bahan tambahan seperti pengemulsi, perisa/flavouring, pewarna, dsb. Karena bahan tersebut diproduksi secara industrial bukan berarti semuanya sintetis, sumbernya bisa darimana saja.
Contohnya pengemulsi yang berfungsi menstabilkan adonan roti dan kue. Meskipun ada yang berasal dari tanaman, pengemulsi juga dapat berasal dari turunan lemak yang tentu saja diambil dari hewan. Bisa jadi halal bila keduanya terbuat dari turunan hewan halal yang disembelih secara halal. Namun kenyataannya, terutama produsen dari luar negeri, menggunakan hewan babi sebagai sumbernya karena ketersediannya yang melimpah disana.
Penggunaan bagian hewan untuk menjadi bahan tambahan sangatlah luas. Contoh lainnya adalah gelatin yang berfungsi untuk membentuk tekstur gel/kental, berasal dari tulang atau kulit hewan. Penggunaan luasnya adalah pada permen lunak, jeli, dan es krim. Kemudian ada rennet atau enzim pada pembuatan keju yang diekstrak dari lambung sapi muda.
Selain bahan yang berasal dari turunan hewan, beberapa bahan tambahan juga menjadi tidak halal karena mengandung alkohol. Contoh paling mudah adalah rhum. Rhum sering sekali digunakan sebagai flavour atau penambah citarasa dan aroma pada kue. Blackforest adalah kue yang terkenal menggunakan rhum.
Proses pembuatan rhum sama halnya dengan pembuatan minuman beralkohol yaitu fermentasi dan distilasi. Kadar alkohol yang terkandung didalam rhum asli juga tinggi yaitu lebih dari 30% sehingga rhum ini dikategorikan sebagai khamr dan hukumnya haram.
Ada pula flavour rhum, yang satu ini memang tidak dibuat dengan cara fermentasi karena hanya bahan perisa seperti halnya flavour pandan. Namun sekali lagi flavouring ini dapat menjadi tidak halal karena banyak yang berpelarut alkohol. Flavour apapun itu, mau pandan, strawberry, cokelat, bila pelarutnya adalah alkohol maka bisa menjadi tidak halal.
Tak terpikirkan sebelumnya bukan? Bahwa banyak sekali titik kritis yang mempengaruhi kehalalan suatu makanan. Bahkan untuk yang tidak terbuat dari bahan hewani dan bukan secara terang-terangan minuman beralkohol. Dalam era perdagangan bebas ini sudah terlihat semakin gencarnya restoran/bakery dan produk dari luar negeri yang masuk ke Indonesia. Maka penting bagi muslim Indonesia untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran tentang halal. Marilah kita menjadi konsumen cerdas dalam memilih dan membeli! [Gina Nur Rahmasari]
Referensi:
http://www.konsultasislam.com/2012/02/hukum-memakan-makanan-yang-berpenyedap.html
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI