Mohon tunggu...
ginanjar indra kusuma nugraha
ginanjar indra kusuma nugraha Mohon Tunggu... Dosen - Tiada Daya dan Upaya melainkan atas Izin Allah SWT..

Pemuda pekerja keras, jujur, mandiri, berusaha lurus dalam hidupnya, taat ama ortu, serta menghargai sesama..

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Budaya Lokal Sebagai Pemersatu

15 November 2016   10:31 Diperbarui: 15 November 2016   10:37 1579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

ABSTRAKSI

Era globalisasi membawa perubahan yang sangat besar dalam kehidupan suatu masyarakat. Pengaruh itupun juga merambah pada kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, komunikasi, bahkan pada budaya lokal masyarakat. Informasi yang dapat dengan cepat dan mudah untuk diakses oleh setiap kalangan, menembus batas, sehingga tidak ada penghalang antara dunia di belahan barat maupun timur. Kemajuan itu apabila tidak disikapi dengan benar akan membawa dampak yang negatif. 

Masuknya budaya asing yang tidak sesuai dengan kultur masyarakat Indonesia dan tidak terfilterisasi akan merusak moral generasi bangsa. Hal ini sangat memprihatinkan, melihat begitu banyak generasi muda yang mulai meninggalkan budaya lokal dan beralih ke budaya kebarat-baratan yang menurut mereka lebih modern dan populer. Bahkan, anggapan miris dari kalangan remaja yang menganggap budaya asing jauh lebih bagus ketimbang budaya lokal yang dinilai tidak sesuai dengan perkembangan zaman.

Kemajemukan yang ada di NKRI merupakan kekayaan yang sangat berharga dan assetnegara yang belum tentu dimiliki oleh bangsa lain, dengan corak dan ragam kebudayaan yang ada didalamnya. Keanekaragaman budaya Indonesia memiliki nilai historis yang sangat tinggi, mulai dari etnis, bahasa, keyakinan, sampai kegiatan ritual masyarakatnya, semuanya menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan asing maupun lokal. Wisatawan asing sangat antusias terhadap kebudayaan kita, mereka rela mempelajari bahkan berbaur dengan masyarakat lokal di Indonesia demi mengetahui dan memahami kebudayaan setempat yang menurut mereka sangat eksotis. Hal ini justru berbanding terbalik dengan rasa memiliki dan kebanggaan akan kebudayaan lokal masyarakat kita yang cenderung mengabaikan dan lebih memilih budaya asing yang lebih populer.

Pendahuluan

Budaya selalu merujuk pada sistem pengetahuan yang dimiliki bersama, perangai-perangai, nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan, dan simbol-simbol yang berkaitan dengan tujuan seluruh anggota masyarakat yang berinteraksi dengan lingkungan fisik dan sosial. Kebudayaan berasal dari proses belajar, artinya bahwa keberlangsungan kebudayaan itu terletak pada generasi muda sebagai pewaris dalam menjaga dan melestarikannya dengan cara mempelajarinya, sehingga keluarga, sekolah menjadi salah satu tempat yang sangat penting dalam mentransfer nilai-nilai budaya lokal tersebut agar menjadi pemersatu dan identitas bangsa Indonesia. 

Sudah menjadi sesuatu yang umum di tengah-tengah masyarakat, bahwa kebudayaan asing lebih digemari dibanding kebudayaan sendiri, seperti banyaknya anak muda sekarang lebih mudah hafal dengan lagu-lagu pop atau lagu-lagu barat daripada lagu-lagu daerah. Begitupun dengan permainan, anak sekarang lebih asyik bermain game online atau permainan di HP yang bersifat elektrik dan digital sehingga terkadang sering mengabaikan orang-orang yang ada disekitarnya. Permainan tradisional yang kebanyakan menyatukan para pemain dengan alam dan membentuk jiwa sosial kemasyarakatannya tumbuh, telah berkurang dan hampir menghilang dari kehidupan sehari-hari.

Penyebab Hilangnya Budaya Lokal

Budaya lokal yang berkembang di daerah-daerah merupakan ciri khusus dari suku-suku bangsa di wilayah Indonesia. Budaya Selamatan di suku Bangsa Jawa (mitoni, selamatan orang meninggal, khitanan, pernikahan, dan lainnya), Budaya Ngaben pada masyarakat suku Bangsa Bali, Budaya Gerebeg Kraton Ngayogyakarta, dan masih banyak lainnya.

Globalisasi menjadi suatu tantangan besar yang harus dihadapi, tantangan yang menuntut kesiapan untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan mengambil setiap peluang yang ada. Budaya lokal dengan etos kerja yang kurang baik akan tergerus sedikit demi sedikit oleh arus globalisasi. Sejatinya budaya lokal merupakan potensi bangsa yang tak ternilai harganya yang dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan bangsa.

Faktor penyebab kebudayaan lokal semakin tergerus adalah sebagai berikut :

Faktor Intern/dari dalam

Kekurangsadaran dan rasa memiliki yang mulai hilang dari diri sendiri dan masyarakat lokal. Anggapan akan budaya lokal yang tidak gaul dan ketinggalan zaman adalah pemicu hilangnya kebanggaan akan budaya lokal. 

Faktor Ekstern/dari luar, meliputi :

Pengaruh budaya asing yang masuk ke wilayah NKRI yang tidak terbendung dan terfilterisasi, sehingga pengaruh-pengaruh negatif ikut terbawa

Gaya hidup masyarakat Indonesia yang mulai kebarat-baratan demi mengikuti perkembangan zaman dengan melupakan nilai-nilai positif yang berlaku di masyarakat  

Perkembangan teknologi informasi yang seharusnya dapat dipergunakan untuk melestarikan budaya lokal melalui sosialisasi dan sebagainya, sebaliknya dipergunakan untuk hal-hal yang negatif

Kekurang pedulian pemerintah dalam melestarikan dan menjaga kekayaan budaya lokal, seperti tidak adanya aturan perundang-undangan yang tegas. Misal, kekayaan budaya lokal yang belum dihak patenkan akan sangat riskan, sangat mungkin terjadi pengakuan/claimbahwa budaya tersebut milik bangsa lain

Budaya Lokal sebagai Pemersatu

Indonesia memiliki kebudayaan yang khas di setiap daerahnya, salah satunya yaitu bahasa. Setiap aspek kehidupan manusia selalu menggunakan bahasa dengan ragam penggunaan bahasa yang mungkin berbeda. Secara sosiolinguistik, bahasa dipandang sebagai perilaku sosial (social behavior) dalam berkomunikasi. Masyarakat yang terdiri dari individu-individu saling mempengaruhi, dan setiap perilaku individu akan berpengaruh pada bahasa masyarakat, namun individu tersebut tetap terikat oleh suatu aturan. 

Suatu kelompok masyarakat terdapat bahasa yang menjadi perilaku dari masyarakat tersebut, dalam masyarakat itu sendiri terdapat suatu kelompok-kelompok kecil atau masyarakat kecil yang memiliki perilaku yang berbeda antara kelompok satu dengan yang lain dalam sebuah masyarakat besar. Hal itu berarti bahwa terdapat pula bahasa yang berbeda dalam kelompok masyarakat kecil tersebut yang menjadi ciri pembeda dari kelompok lain ataupun dari kelompok masyarakat besar (Sumarsono dan Paina, 2004:19).

Bahasa walikan bahasa lokal khas Malangan yang mempunyai arti historis, misalnya. Bahasa/Boso Malangan merupakan bahasa khas dan/atau bahasa sandi yang tercetus dari kalangan pejuang Gerilya Rakyat Kota (GRK) sebagai bahasa komunikasi untuk membedakan mana pejuang dan mana musuh, sekaligus meminimalisisr bocornya strategi gerilya pejuang Malang ke tangan Belanda. Bangsa Belanda yang pada saat itu melakukan spionase dikalangan pejuang Malang untuk menangkap Mayor Hamid Rusdi, memunculkan strategi dari para pejuang Malang dalam membuat bahasa sandi agar mengecoh mata-mata Belanda. 

Bahasa walikan ini sangat efektif penggunaannya pada saat perjuangan. Bahasa ini tidak memiliki struktur bahasa yang baku, namun mayoritas masyarakat merumuskannya sebagai bahasa walikan yang dalam kenyataannnya tidak semua kata bisa dibalik. Bahasa walikan ini sekarang menjadi trade mark masyarakat Malang, bahkan menjadi bahasa gaul dikalangan pemuda, orang tua, pelajar dan mahasiswa sampai aktifis sekalipun. Bahasa ini merupakan modal sosial masyarakat dimana mampu mempererat persaudaraan dan rasa saling percaya di masyarakat khususnya masyarakat Malang.

Dahulu kita mengenal permainan tradisional, seperti petak umpet, lompat tali, gasing, bekel, layang-layang, dan sebagainya. Permainan tersebut menjadikan anak-anak secara tidak langsung bertemu dan berkomunikasi sehingga terjalin persaudaraan diantara mereka. Hal yang sebaliknya dialami oleh anak-anak zaman sekarang, dimana mereka hanya mengenal permainan secara on line yang dampaknya akan berpengaruh pada mental dan sikap mereka terhadap lingkungan. Ini adalah contoh sederhana bukti nyata bahwa budaya lokal mampu membentuk rasa persaudaraan, kendati melalui permainan tradisional. Warisan-warisan budaya sebenarnya mempunyai potensi daya pikat, asalkan dilindungi dan dijaga serta dikembangkan agar dapat menjadi suatu ciri khas pemersatu antara budaya lokal, dan menjadi satu kesatuan identitas nasional.

Penutup

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar dengan keanekaragaman budaya yang ada didalamnya. Budaya lokal adalah akar dari kebudayaan nasional dan seyogyanya dijaga dan dilestarikan. Pemerintah sebagai tonggak Negara harus mampu melindungi terhadap karya budaya Indonesia, melalui regulasi, festival buday, maupun mendaftarkannya kedalam UNESCO untuk menghindari claimdari bangsa lain. Tindakan antisipasi harus dilakukan terhadap budaya-budaya asing yang masuk ke Indonesia, dengan cara bersikap kritis dan teliti (mampu memilah dan memilih budaya yang sesuai dengan kepribadian Bangsa Indonesia), meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, serta menanamkan sikap “Aku Cinta dan Bangga pada Budaya Lokal Indonesia”.

Referensi

Ratna, Nyoman Kutha. 2014. Peranan Karya Sastra dan Budaya dalam Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Pustaka Belajar

Sedyawati, Edi. 2006. Budaya Indonesia dalam Kajian Arkeologi, Seni, dan Sejarah. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada

Muhammad, Abdulkadir. 2005. Ilmu Sosial Budaya Dasar. PT Citra Aditya Bakti

Budiningsih, Asri. 2004. Pembelajaran Moral Berpijak pada Karakteristik Siswa, dan Budayanya. Jakarta: PT Rineka Cipta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun