Mohon tunggu...
Gina Magfirah
Gina Magfirah Mohon Tunggu... Lainnya - Book Reviewer

Seorang polymath yang cinta novel kelas menengah (bukan kelas berat).

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Review "Reminders of Him" [Ngeracun]

24 April 2024   13:11 Diperbarui: 25 April 2024   10:34 515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"I take a drink of my coffee and close my eyes and cry because life can be so f* cruel and hard, and I've wanted to quit living it so many times,..."

Belum lagi dengan adanya Ledger, Ledger ini somehow mempersulit hidup Kenna. Membuat Kenna lebih sering menangis karena kata-kata dan tindakannya. Awalnya ia membenci Kenna sepanjang lima tahun, mempercayai narasi yang ia bangun sendiri karena Kenna telah menghilangkan nyawa sahabatnya hingga akhirnya kita bisa mengerti dan berempati terhadap perasaan Ledger.

Ledger disini karakternya abu-abu, tapi mungkin ini yang coba disampaikan Colleen. Manusia enggak sepenuhnya jahat, enggak sepenuhnya baik. Seringkali kita masih suka bergulat antara melaksanakan niat baik atau niat jahat.

Awal-awal Ledger begitu menyebalkan, bukan tipikal karakter hero yang dicintai oleh para pembaca novel romantis pada umumnya yang digambarkan sempurna dan mencintai heroine-nya tanpa batas. Khas Colleen memang bukan enemies-to-lover, mungkin Colleen sedang mencoba, tapi enggak sepenuhnya enemies-to-lover karena sebenarnya Ledger sudah jatuh cinta duluan dari awal.

Sepertinya novel post-modern kontemporer zaman sekarang, terutama negara barat, lebih banyak memperkenalkan karakter-karakter yang 'manusia', dibandingkan membuat karakter yang di atas langit, alias kelewat sempurna. Mungkin ini juga yang jadi alasan aku lebih banyak membaca buku penulis luar dibanding dalam negeri. Dinamikanya jauh lebih membuat kita bertanya tentang hidup itu sendiri :)

Banyak pembaca yang merasa kalau novel ini terlalu banyak mengulur waktu, tapi justru kekuatannya ada di tulisan yang mengoyak emosi. Emosi pembaca diobrak-abrik kompak dalam 300 halaman mulai dari pedihnya hidup, berduka, cinta terhadap pasangan, cinta antara ibu-anak, penyesalan dan memaafkan masa lalu.

"It's just really hard to be grateful when there's only one thing I want in my life, and I feel like I'm just getting further from that."

Karakter satu-satunya yang digambarkan sempurna hanya Scotty (walaupun ada kenakalan-kenakalan remaja Amerika pada umumnya), mungkin ini juga dimaksudkan bahwa ketika seseorang meninggal kita cenderung hanya mengingat hal-hal baik di diri orang tersebut. Scotty mengambil porsi banyak dalam novel ini, seakan-akan pusatnya adalah Scotty dibanding Diem. Semua berkutat pada perasaan belum move on.

"Maybe the best way to cope with the loss of the people we love is to find them in as many places and things as we possibly can. And in the off chance the people we lose are still somehow able to hear us, maybe we should never stop talking to them."

Di akhir cerita yang terkesan flat bagi banyak orang, banyak yang berharap bahwa akan banyak konfrontasi dan puncak amarah. Tapi emosiku juga sudah terkuras habis sejak awal sehingga akhir yang lebih damai memang lebih cocok menurutku. Semuanya indah dengan segala kekurangannya di novel ini.

Menurutku, karya Colleen yang satu ini enggak boleh dilewatkan bagi pecinta novel contemporary romance. Dijamin keluar air mata.

Dari 1-5 aku akan memberi 4.8.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun