Karena tempat ini sering dipakai berkumpul maka kemudian tempat ini sering disebut Cisamak, yang sampai saat ini daerah tersebut masih dikenal dengan sebutan Cisamak.
Sementara untuk para jawara, selama berlangsungnya musyawarah bertugas mengamankan para peserta musyawarah yang dilakukan secara bergiliran atau piket (kampuny piket sekarang, letaknya tidak jauh dari Cisamak), dan Panenjoan ( memantau), yang saat ini menjadi sebuah nama tempat di sebalah Utara kampung piket dan Cisamak.
Sementara asal-usul istilah nama Cisewu sendiri berasal dari dua istilah yaitu "Ci" yang berarti air, dan "Sewu" yang berarti Seribu. Nama Cisewu ini dirumuskan olah para dalem kaum terkait dengan kesejahteraan air yang ada di daerah Ciangsara yang pada saat itu.Â
Daerah ini sempat akan dibangun menjadi pembangkit listrik tenaga air. Terkait hal ini pemerintah Belanda dan para dalem kaum telah membuat patok-patok untuk rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga air, maupun untuk pengairan dan pembangunan jalan suhunan.
Istilah jalan suhunan (jalan diatas atap rumah) sudah mulai dirintis sampai saat ini oleh seorang dosen dari Universitas Padjajaran bernama Dr.H. Gunawan Undang, M.Si., melalui konsepnya yang dikenal dengan "Jamparing". Yang diprediksi akan menjadi akses penghubung Cisewu dan daerah perkotaan sekitarnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H