Mohon tunggu...
Gilang Surya Nugraha
Gilang Surya Nugraha Mohon Tunggu... Mahasiswa - jalani hidup ini dengan senyuman

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga 20107030098

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Omzet Terpukul Inovasi pun Menuntut

24 Juni 2021   12:31 Diperbarui: 27 Juni 2021   06:34 678
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Proses pengeringan rengginang|Dokpri

Covid-19 berdampak ke segala sektor, salah satunya sektor ekonomi. Hal ini dirasakan secara signifikan oleh para pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang mengalami krisis ekonomi. 

Pandemi Covid-19 turut menurunkan daya beli masyarakat yang juga sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan usaha UMKM. 

Kondisi ini membuat pelaku UMKM harus punya cara agar tetap bisa bertahan di kondisi kritis, salah satunya yang kini dilakukan Giarti pemilik rumah produksi makanan ringan yang berada di Jalan Lettu Sugiarto, Caruban, Blongkeng, Ngluwar, Magelang.

Di rumah produksinya, Giarti membuat camilan tradisional rengginang, ia mengubah produk ini menjadi makanan ringan dengan kemasan yang menarik serta varian rasa yang unik sehingga laku dipasaran.

Ia mengatakan, ide membuat rengginang sudah ada sejak tahun 2019, tapi sebatas riset saja. Barulah ketika pandemi masuk ke Indonesia mendorongnya merealisasikan ide tersebut.

Usaha menjual rengginang sekarang menjadi bisnis keluarga Giarti bersama sang Suami. Keduanya kompak dalam mengolah bahan baku menjadi rengginang, mengemasnya, hingga memasarkannya.

Kala itu mereka memulai usaha dengan bermodalkan dana sekitar 1jt, memproduksi rengginang dengan ukuran diameter yang cukup besar lewat merek WG. Penjualannya pun bisa berkisar 50 kilogram per bulan.

Giarti mengatakan, dalam merintis sebuah usaha hal terpenting adalah mengenali produk yang akan ditawarkan kepada konsumen.

Kemudian, lakukan riset dan inovasi produk tersebut dengan memperhatikan permintaan pasar. Hal ini juga yang dilakukan Giarti dengan memberikan tester inovasi rengginangnya ke banyak pihak untuk mendapatkan penilaian. 

Hal lainnya yang turut penting adalah produk tersebut harus memiliki ciri khas, sehingga tak sekedar ikut-ikutan tren. Tujuannya, agar konsumen merasakan perbedaan dan berkelanjutan membeli produk tersebut. 

"Sebelum memulai usaha banyak lakukan riset, jangan sampai kita ikut-ikutan tren tapi produk kita enggak punya ciri khas," saran Giarti

Proses pengeringan rengginang|Dokpri
Proses pengeringan rengginang|Dokpri
Pemasarannya sangat mengandalkan relasi yakni strategi kabar dari mulut ke mulut (mouth-to-mouth). "Sembari juga dijual ke warung-warung sayur dan di storkan ke toko oleh oleh," imbuhnya. 

Namun seiring berjalannya waktu penjualan rengginang kian menurun, menurut Giarti, semakin banyak orang yang mulai bosan dengan kudapan tradisional tersebut. Oleh sebab itu, ia menyadari perlu inovasi untuk bisa terus memikat konsumen. 

Wanita ber anak tiga itu pun mulai melakukan riset untuk berinovasi, hingga akhirnya menghasilkan produk rengginang dengan ukuran diameter yang lebih kecil, serta memberikan beragam varian rasa. 

Patokan keberhasilan inovasinya adalah pendapat orang lain. Sebelum akhirnya memasarkan produk rengginang terbarunya, Giarti memang lebih dulu membagikan pada teman-temannya sebagai 'tester' untuk tahu apakah varian produk ini bisa diterima pasar atau tidak. 

Seiring dengan perubahan bentuk rengginang, Pergantian produk, hingga kemasan tersebut terealisasi pada April 2021. Giarti bilang, setidaknya membutuhkan modal Rp 4 juta untuk keluarganya kembali menjual rengginang dengan jenis baru. "Modal itu mencakup bahan dasar ketan, bumbu, juga packaging," katanya.

Dokpri
Dokpri
Melihat Respons pasar yang baik dan seiring perkembangan teknologi yang pesat di tengah pandemi seperti ini, ternyata mendorong penjualan rengginang WG kian meningkat. Kini penjualannya pun bisa mencapai 150-200 kilogram per bulan. 

Tentunya dibarengi omzet yang turut melejit. Bila dulunya dengan jenis rengginang yang lama hanya meraup Rp 2 juta- Rp 2,5 juta per bulan, kini dengan inovasi rengginangnya berhasil meraup omzet rata-rata Rp 8 juta, bahkan sempat mencapai Rp 10 juta. "Mungkin ini karena kekuatan media sosial juga, yang sekarang lagi kenceng banget. 

Sempat kemarin ada promo rasa baru, kasih tester ke temen-temen, jadi berdampak pada ketertarikan orang untuk cobain lagi," jelas Giarti.

Seiring dengan perkembangan zaman, ia mengakui, pemasarannya memang mulai beralih ke digital lewat media sosial Instagram dan WhatsApp, serta marketplace Tokopedia, meski tetap dilakukan juga secara offline dengan mengandalkan relasi. 

Para pelaku usaha di bidang food and beverage melihat hal ini sebagai pilihan alternatif untuk mendapatkan omzet. Mereka menjual produk mereka secara online serta membuat promo-promo menarik yang diumbar lewat sosial media.

Orang-orang juga lebih memilih untuk menggunakan pembayaran digital untuk urusan pembayaran. Selain lebih praktis, pembayaran digital juga menghindarkan mereka dari resiko penularan virus lewat uang tunai.

Perkembangan pemasaran secara online itu, membuat penjualan rengginang WG meluas ke berbagai daerah di Jawa Tengah dan Jogjakarta. Tapi sebagian besar permintaan datang dari sekitar Magelang.

Meski usahanya terus menunjukkan pertumbuhan, namun bukan berarti tanpa hambatan. 

Giarti mengaku seringkali kesulitan memproduksi karena hanya berbasis rumahan sehingga perlengkapan pun terbatas. Dalam mengelola usaha, sekarang ia sudah mempekerjakan sekitar 5 orang. Bagian pemasaran dilakukan Giarti dengan dibantu suaminya. 

Dalam hal pengeringan rengginang sebelum akhirnya siap di goreng, sekarang sudahtidak bergantung pada kualitas cahaya matahari yang ada seperti dulu . "allhamdulilah walaupun baru sebentar tapi sekarang sudah punya mesin oven sendiri ," ujar dia. 

Meski banyak tantangan yang harus dihadapi dalam menjalankan usaha, namun bukan berarti itu menjadi alasan untuk Giyarti menyerah mengembangkan bisnisnya. 

Dia mengungkapkan, ingin usaha keluarganya bisa berkembang lebih jauh. Ke depannya ia menargetkan bisa menambah peralatan produksi dengan mesin yang memadai, sehingga bisa memenuhi permintaan yang terus meningkat.

Varian rasa pun turut dikembangkan, ke depan WG akan punya camilan rengginang dengan rasa pisang manis dan stroberi. 

Selain itu, Giyarti ingin meningkatkan kelas usahanya melalui legalisasi perizinan, seperti mendapat Izin Usaha Mikro Kecil (IUMK) dan Izin Produk Industri Rumah Tangga (P-IRT). 

Dengan demikian, pemasaran pun bisa semakin luas. "Karena rencana kami mau masuk ke semua marketplace, atau masuk ke minimarket yang khusus menjual oleh-oleh," ungkapnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun