Tentu hal ini tidak terjadi di Bandung saja, namun di kota-kota lain bahkan seperti Jakarta.
Dari mana saya tahu? Pertama, adalah dari curhatan netizen yang saya temukan di aplikasi twitter/X. Selanjutnya, saya coba melirik sosial media Instagram Shell. Di mana di kolom komentarnya pun berisi curhatan mereka yang mengeluhkan kelangkaan ini.
Di sini pun saya mengambil kesimpulan sederhana bahwa kelangkaan memang terjadi merata. Mending jika memang tetap menyediakan salah satu jenis BBM, namun tak sedikit juga cabang yang benar-benar kehabisan, seperti yang saya alami di cabang Kebon Kawung.
Hal ini tentu memberikan kerugian secara tak langsung bagi penggunanya. Cabang Shell satu dengan yang lain biasanya jauh yang membuat pengguna harus menyisihkan biaya ekstra untuk bahan bakar. Ya meskipun jika benar-benar terpaksa masih ada opsi untuk ke Pertamina.
KEBETULAN ATAU SESUATU YANG DISENGAJA?
Mengutip dari tulisan Tempo yang ditulis 1 Februari 2025 kemarin (baca di sini), ternyata kelangkaan ini tidak terjadi di Shell saja. Vivo dan BP sebagai kompetitor Pertamina pun ternyata mengalami kelangkaan yang sama di beberapa lokasi. Meskipun di Bandung sendiri stoknya tidak sampai kosong.
Masih di berita yang sama, menyebutkan bahwa penyebab kelangkaan ini belum bisa dipastikan.
Menurutnya, pihak perusahaan belum memperbolehkan mengungkap penyebab ia dan teman-temannya tak sesibuk biasanya. Pasalnya, akibat kelangkaan tersebut, kantornya hanya memberlakukan satu orang penjaga saja dalam satu kali shift.
Beberapa kabar mengatakan karena ada proses yang terhambat dalam pengiriman bahan bakar. Shell sendiri tetap memastikan bahwa stok akan kembali seperti semula secepatnya.
Namun, sebenarnya ada satu teori gila yang saya baca dari beberapa netizen twitter/X, di mana hal ini bisa jadi tidak sekadar kebetulan melainkan sesuatu yang disengaja oleh pemerintah. Monopoli agar masyarakat kembali ke Pertamina pun jadi topik yang cukup hangat dibahas di sosial media tersebut.