Mohon tunggu...
M. Gilang Riyadi
M. Gilang Riyadi Mohon Tunggu... Penulis - Author

Movie review and fiction specialist | '95 | contact: gilangriy@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kelangkaan BBM Swasta, Suatu Kebetulan atau Regulasi yang Dimonopoli?

2 Februari 2025   21:41 Diperbarui: 2 Februari 2025   21:41 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kita tentu tahu bahwa Bahan Bakar Minyak (BBM) menjadi salah satu pilar dalam berjalannya roda ekonomi. Mengingat jumlah kendaraan pribadi di Indonesia yang tinggi, tentunya membuat BBM ini sangat penting dan berpengaruh dalam kegiatan masyarakat sehari-hari.

Pertamina menjadi satu-satunya penyedia stok  BBM yang dimiliki oleh BUMN di mana ada campur tangan pemerintah di dalamnya. Selain itu, ada juga penyedia stok BBM yang dikelola oleh swasta seperti Shell, Vivo, dan British Petroleum (BP). Cabang-cabang swasta ini biasanya baru berada di beberapa kota besar saja.

Di Bandung Raya, tempat saya tinggal misalnya, setidaknya ada beberapa cabang Shell, 1 cabang Vivo, dan 1 cabang BP. Meski harganya sedikit lebih mahal, tapi banyak juga yang mulai beralih ke BBM swasta ini. Salah satunya adalah saya yang 2 tahun ke belakang mulai konsisten menggunakan bahan bakar Shell dengan beberapa pertimbangan khusus.

Namun beberapa hari hingga beberapa minggu ke belakang ini ada sedikit isu yang sedang naik di masyarakat, yaitu soal kelangkaan BBM Shell yang nyaris terjadi di semua cabang. Karena saya sebagai pengguna Shell, ternyata merasakan langsung tentang keresahan ini. Di tulisan ini pula saya ingin mencoba mengulas dan memberi opini pribadi tentang langkanya BBM swasta ini.

KELANGKAAN YANG TERJADI DI KOTA BANDUNG

Beberapa cabang Shell di Kota Bandung di antaranya ada di Pasteur, Sudirman, Kebon Kawung, Lembang, Kota Baru Parahyangan, Soekarno-Hatta, Pasir Koja, Suci, Buah Batu, Rancaekek, dan Pelajar Pejuang. Berawal dari cuitan di aplikasi twitter/X yang menyebutkan kekosongan semua stok BBM di Kebon Kawung, saya datang langsung untuk membuktikannya.

Ternyata memang benar. Di hari Jum'at tanggal 31 Januari 2025 lalu, saya datang ke cabang Kebon Kawung dan mendapati bahwa seluruh jenis BBM kosong tanpa sisa. Setiap kendaraan yang datang terpaksa balik lagi dengan tangan kosong, membuat suasana di sana sepi seakan sedang tutup.

Kondisi SPBU Shell di Kebon Kawung Bandung yang sepi karena bahan bakar habis (image by M. Gilang Riyadi)
Kondisi SPBU Shell di Kebon Kawung Bandung yang sepi karena bahan bakar habis (image by M. Gilang Riyadi)

Meski begitu, mereka tetap membuka minimarket dan bengkelnya. Saya pun memang saat itu sengaja ingin servis dan ganti oli. Selagi menunggu, sekalian saya memesan kopinya.

Sambil menyeruput kopi menunggu servis selesai, saya melihat kembali kendaraan yang hilir mudik datang. Mulai dari motor, mobil, hingga ojol. Tapi ya sekali lagi, karena stok tidak memungkinkan, mereka terpaksa balik arah.

Saya pun mulai mencari informasi di mana lagi titik-titik Shell yang sedang langka. Setidaknya dari pemantauan pribadi, cabang Pasteur hanya menyediakan Super (Ron 92), sedangkan di Rancaekek hanya menyediakan V-Power (Ron 95). Pernah juga saya datang ke cabang Kota Baru Parahyangan yang juga hanya menyediakan Super saja.

KELANGKAAN YANG TERJADI MERATA

Tentu hal ini tidak terjadi di Bandung saja, namun di kota-kota lain bahkan seperti Jakarta.

Dari mana saya tahu? Pertama, adalah dari curhatan netizen yang saya temukan di aplikasi twitter/X. Selanjutnya, saya coba melirik sosial media Instagram Shell. Di mana di kolom komentarnya pun berisi curhatan mereka yang mengeluhkan kelangkaan ini.

Di sini pun saya mengambil kesimpulan sederhana bahwa kelangkaan memang terjadi merata. Mending jika memang tetap menyediakan salah satu jenis BBM, namun tak sedikit juga cabang yang benar-benar kehabisan, seperti yang saya alami di cabang Kebon Kawung.

Hal ini tentu memberikan kerugian secara tak langsung bagi penggunanya. Cabang Shell satu dengan yang lain biasanya jauh yang membuat pengguna harus menyisihkan biaya ekstra untuk bahan bakar. Ya meskipun jika benar-benar terpaksa masih ada opsi untuk ke Pertamina.

KEBETULAN ATAU SESUATU YANG DISENGAJA?

Mengutip dari tulisan Tempo yang ditulis 1 Februari 2025 kemarin (baca di sini), ternyata kelangkaan ini tidak terjadi di Shell saja. Vivo dan BP sebagai kompetitor Pertamina pun ternyata mengalami kelangkaan yang sama di beberapa lokasi. Meskipun di Bandung sendiri stoknya tidak sampai kosong.

Masih di berita yang sama, menyebutkan bahwa penyebab kelangkaan ini belum bisa dipastikan.

Menurutnya, pihak perusahaan belum memperbolehkan mengungkap penyebab ia dan teman-temannya tak sesibuk biasanya. Pasalnya, akibat kelangkaan tersebut, kantornya hanya memberlakukan satu orang penjaga saja dalam satu kali shift.

Beberapa kabar mengatakan karena ada proses yang terhambat dalam pengiriman bahan bakar. Shell sendiri tetap memastikan bahwa stok akan kembali seperti semula secepatnya.

Image by Dede Leni Mardianti (tempo)
Image by Dede Leni Mardianti (tempo)

Namun, sebenarnya ada satu teori gila yang saya baca dari beberapa netizen twitter/X, di mana hal ini bisa jadi tidak sekadar kebetulan melainkan sesuatu yang disengaja oleh pemerintah. Monopoli agar masyarakat kembali ke Pertamina pun jadi topik yang cukup hangat dibahas di sosial media tersebut.

Seperti yang diketahui bahwa pamor bahan bakar swasta semakin banyak dilirik oleh sebagian masyarakat. Mungkin saja pemerintah sengaja mempersulit untuk menaikkan pamor Pertamina yang menurun. Karena dengan langkanya BBM swasta ini, tentu satu-satunya pilihan adalah kembali ke Pertamina daripada harus menghabiskan waktu lagi ke cabang swasta lain yang belum jelas stoknya.

Tentu hal ini memang sebatas teori gila tanpa bukti kuat. Tapi, jika dipikir-pikir kembali hal ini masih masuk akal mengingat kondisi pemerintahan yang lebih sering memberi kebijakan atau regulasi tak masuk akal dan seringkali merugikan masyarakat bawah.

Saya juga ingat beberapa tahun ke belakang SPBU Vivo pernah memberi harga lebih murah untuk RON 90 yang setara Pertalite. Ternyata tak lama setelah itu Vivo menaikkan harganya yang lebih tinggi dari yang dijual di Pertamina. Teori lain menyebutkan bahwa pemerintah tidak mengizinkan SPBU swasta memiliki harga lebih murah dibanding yang mereka kelola sendiri.

REGULASI DAN KUALITAS YANG HARUS MASUK AKAL

Sebenarnya masyarakat pun tidak akan berkomentar jelek atas sebuah regulasi yang ditetapkan pemerintah, dengan catatan bahwa regulasi yang dibuat harus sejalan dan masuk akal dalam kehidupan warganya. 

Kalaupun memang masyarakat terpaksa beralih ke Pertamina yang sebelumnya dari swasta, tolong juga diimbangi dengan kualitas yang tak kalah baik. Jika selama ini swasta lebih laku dengan harga yang mahal, itu artinya masyarakat lebih memilih kualitas baik dari segi bahan bakarnya sendiri, pelayanan pegawai, dan fasilitas yang didapat.

Image by Cakra Motor
Image by Cakra Motor

No offense, tapi dua tahun ke belakang menggunakan BBM swasta benar-benar terasa berbeda dari berbagai aspek meski harus menyisihkan beberapa ratus rupiah per liternya. Jika pembaca pun sebelumnya menggunakan BBM dari swasta, pasti bisa juga merasakannya. Tak heran, banyak juga yang kecewa saat BBM swasta ini jadi langka mendadak.

Harapan untuk ke depannya pemerintah bisa memberikan kualitas yang lebih baik bagi bahan bakar Pertamina ini agar tak kalah saing dengan kompetitor swasta. Dan semoga juga apapun alasannya, SPBU swasta bisa segera beroperasi seperti semula.

Kalau menurut Kompasianer bagaimana? Apa tanggapan kalian mengenai kelangkaan BBM ini? Apakah kebetulan atau menjadi sebuah regulasi yang dimonopoli? Yuk kita sharing juga di kolom komentar.

Akhir kata, terima kasih sudah menyempatkan singgah. Semoga bermanfaat dan sampai jumpa di tulisan selanjutnya!

-M. Gilang Riyadi, 2025-

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun