Yandy Laurens dikenal sebagai sutradara film dan serial yang karyanya mampu memberi kesan pada penonton, khususnya saya.
Beberapa karyanya di antara lain Jatuh Cinta Seperti di Film-Film, Keluarga Cemara, dan Yang Hilang dalam Cinta. Ketiga film dan serial ini pun memang mengundang ulasan positif baik dari netizen maupun reviewer film sendiri.
Sejak itu pun saya selalu menunggu karya apa lagi yang nanti akan dibuat oleh beliau. Dan di tahun 2025 ini Yandy Laurens memiliki setidaknya 2 film yang akan rilis di layar lebar. Di antaranya adalah 1 Kakak 7 Ponakan dan Sore: Istri Dari Masa Depan.
Yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah film 1 Kakak 7 Ponakan, di mana telah rilis di layar lebar sejak hari Kamis, 23 Januari 2025. Saya pun menyempatkan diri untuk menontonnya. Benar saja, lagi-lagi cerita tentang keluarga ini berhasil meninggalkan kesan yang begitu hangat pada diri saya.
Maka dari itu di tulisan ini pula lah saya akan mencoba untuk memberi ulasan seperti biasa. Dimulai dari sinopsis singkat, sedikit bocoran cerita, hal-hal menarik di dalamnya, dan kenapa film ini begitu saya rekomendasikan bagi para pembaca. Yuk, langsung simak di sini.
SINOPSISÂ
1 Kakak 7 Ponakan sebelumnya merupakan serial televisi tahun 1996 yang kemudian diproduksi kembali menjadi sebuah film panjang yang rilis di awal tahun 2025 ini. Karena saya pun baru tahu soal ini, maka versi tahun 1996 tidak akan dibahas dan lebih difokuskan ke versi yang baru tayang di bioskop ini.
Mengisahkan tentang Moko (Chicco Kurniawan)Â yang merupakan seorang paman/om bagi ketiga keponakannya yang ada di rumah. Ia tinggal bersama kedua kakak iparnya, Agnes (Maudy Koesnaedi)Â dan Atmo (Kiki Narendra). Saat itu Moko baru akan lulus kuliah dan sedang sidang skripsi bersama kekasihnya, Maurin (Amanda Rawless).
Moko mendapat kabar bahwa Atmo terkena serangan jantung, bahkan Agnes yang sedang hamil besar terpaksa harus melahirkan saat itu juga. Namun sayang sekali Agnes pun meninggal menyusul Atmo tak lama setelah melahirkan.
Di situlah Moko memulai kehidupan baru sebagai seorang paman, kakak, bahkan orang tua tunggal bagi keempat keponakannya. Mereka adalah Woko, Ano, Nina, dan Ima yang baru lahir.
Sejak itu kehidupan Moko benar-benar berubah. Ia tak hanya harus mengurus keempat keponakan, namun juga harus bisa membuat prioritas baru apakah mengejar cita-citanya sebagai arsitek, atau harus meninggalkan itu semua demi masa depan keponakannya.
Dalam 15 menit pertama film dimulai, jujur sudah membuat saya berkaca-kaca. Sejak awal struggle Moko benar-benar sudah terasa. Meski tak begitu relate dengan kehidupan pribadi, namun saya bisa merasakan langsung bagaimana beratnya menjadi seorang Moko.
MELEPAS MASA DEPAN TANPA MENGELUHKAN KEADAAN
Banyak hal yang harus dilepaskan Moko dalam hidupnya. Mulai dari rencana S2-nya, menunda mencari pekerjaan, hingga putus dengan Maurin karena tak ingin memberi beban pada perempuan itu.
Semua itu ia lakukan seakan memang menjadi tanggung jawabnya. Moko pun selalu memastikan bahwa adik-adiknya kelak tetap harus bisa sekolah tinggi sampai jenjang kuliah.
Pekerjaan seperti merawat Ima si bungsu, memasak, menafkahi, hingga menjadi wali saat pembagian rapor bagi 3 keponakannya yang masih sekolah. Hal ini ia lakukan paling tidak selama 2 tahun pertama, hingga Ima telah dewasa dan bisa bergantian dijaga dengan keponakannya yang lain.
Masalah baru mulai muncul ketika ada tetangganya yang hendak menitipkan anaknya pada Moko. Ia adalah Gadis yang biasa dipanggil Ais.
Semula Moko menolak karena di rumahnya saja sudah ada 4 orang yang mesti ia jaga. Namun karena merasa tak enak dan Ais butuh tempat tinggal, maka Moko menerimanya. Di rumah kecil itu pun kini bertambah seorang lagi anggota keluarga yang baru.
Apa yang dilakukan Moko sebagai pengganti orang tua bagi keponakannya selalu dijalani dengan lapang dada. Moko tidak pernah mengeluh bahkan menangis. Ia merasa tetap menjadi penanggung jawab bagi kehidupan mereka.
KARAKTER KUAT DENGAN CAMEO PAPAN ATAS
Film 1 Kakak 7 Ponakan tidak hanya mengandalkan ide cerita soal keluarga saja, namun juga memiliki karakter kuat yang berhasil dibangun oleh para pemain di dalamnya.
Chicco Kurniawan sebagai tokoh utama yang memerankan Moko menjadi hal pertama yang akan saya sorot. Ia tidak sekadar berakting saja, tapi mampu menghipnotis penonton (khususnya saya) atas karakter yang ia bangun. Sosok Moko yang kalem, tegar, dan berprinsip kuat berhasil diperankannya dengan sangat baik.
Hal selanjutnya yang jadi sorotan adalah karakter Mas Eka, kakak ipar Moko yang diperankan oleh Ringgo Agus Rahman. Karakter ini masuk di pertengahan film sebagai tokoh yang cukup menyebalkan. Tapi karena sikapnya yang menyebalkan inilah yang membuat saya mengapresiasi aktingnya.
Yang tak boleh ketinggalan adalah peran kelima ponakan Moko ini yang juga berhasil mengisi cerita dan perjuangan keluarga di dalamnya. Setiap karakter punya peran masing-masing yang cukup penting bagi jalannya cerita.
Hal terakhir jika membicarakan karakter, akan ada juga cameo yang muncul di film. Meski sebatas figuran yang muncul 1 atau 2 scene, nyatanya yang mereka adalah aktor dan aktris papan atas yang tak saya sangka akan hadir. Untuk sekelas cameo, jujur ini bisa dibilang "mahal".
CERITA YANG DEKAT DENGAN KEHIDUPAN
Menjadi sandwich generation bahkan orang tua tunggal pasti bukan hal mudah. Saya yakin bahwa di luar sana banyak Moko-Moko lain yang juga mengalami hal serupa. Meninggalkan masa depan demi kebahagiaan keluarga.
Cerita Moko dan ponakannya ini begitu dekat dengan apa yang terjadi dalam kehidupan kita. Itulah kenapa saya yakin bahwa banyak penonton akan relate dengan cerita yang ada di dalamnya. Apalagi dengan kategori film Semua Umur, menjadikan 1 Kakak 7 Ponakan bisa ditonton langsung oleh semua kalangan. Jadi bisa ditonton juga bareng keluarga besar.
Akan ada juga bagaimana struggle baru Moko ketika sudah mendapat pekerjaan. Bukan soal keluarga, namun soal bagaimana ia memilih untuk menjadi idealis atau realitis atas kerjaannya sebagai arsitek. Hal ini mengingatkan juga pada kehidupan pribadi ketika masuk dalam dunia kerja yang keras.
Tentunya di film ini pun banyak nilai dan pesan yang bisa diambil. Mulai dari pengingat untuk tetap bersyukur hingga menyadari bahwa hidup tidak selamanya berjalan mulus dan selalu saja ada rintangannya.
Overall, 1 Kakak 7 Ponakan ini memberi kesan hangat dan menyentuh hati bagi saya sebagai penonton. Memang tidak sampai membuat nangis sesenggukan, tapi hampir di setiap scene-nya ini selalu membuat saya haru dan berkaca-kaca. Sekali lagi, film ini sangat layak ditonton sekeluarga apalagi di tengah libur panjang ini.
Kompasianer pun bisa langsung menontonnya di bioskop terdekat mumpung baru rilis, di mana masih hadir di banyak layar. Boleh sekali ajak keluarga besar mulai dari orang tua, anak, hingga sanak saudara yang lain.
Menurut penilaian pribadi penulis, film 1 Kakak 7 Ponakan mampu mendapat skor sebesar 9.0/10Â dengan pertimbangan di atas. Silakan buktikan sendiri untuk pembaca lain menilainya.
Akhir kata, sekian ulasan film yang bisa saya tulis di kesempatan ini. Terima kasih sudah mampir dan sampai jumpa di tulisan selanjutnya!
-M. Gilang Riyadi, 2025-
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI