"Nggak Bundaran HI, guys," Arez memotong cepat mengingat kembali pertemuan pertamanya dengan Cody di lokasi tersebut. "Itu titik paling chaos dan jadi pusat Inhuman tinggal. Informasi terakhir dari Mas Gama pun menyebutkan kalau udah banyak Ihuman yang bermutasi di sana."
"Rez, tenang dulu," kata Teresa, perempuan berambut pendek, memegang pundak kanan Arez. "Apa jadinya kamu hari ini tanpa ditolong Cody?"
Arez langsung sadar bahwa ia telah disindir.
***
Perjalanan ke Bundaran HI dari tempat persembunyian mereka membutuhkan waktu satu jam dengan berjalan kaki. Siang itu meski matahari sedang terik, jalan utama Jakarta semakin hancur tak terkendali tanpa terlihat kehidupan manusia. Kendaraan terparkir sembarangan, listrik nyaris mati, barang-barang di supermarket pun bisa bebas diambil karena tidak ada yang jaga.
Cody memimpin di depan dengan menggenggam pistol dan peluru cadangan dalam tas pinggang. Arez di belakangnya membawa tongkat bisbol, disusul oleh Susi yang menyiapkan bom asap yang dibuatnya kemarin malam. Sementara itu di paling belakang ada Teresa dengan dengan senjata andalannya berupa panah, mencoba melindungi Gama dan Ardi yang sibuk mencari sinyal dari laptop dan headphone yang dikenakan.
"Ardi, ada informasi baru soal Inhuman yang bermutasi?" tanya Cody sambil menelusuri jalan.
"Kawasan Bundaran HI memang jadi pusat tinggalnya Inhuman. Kebanyakan mereka punya daya tahan yang lebih kuat. Kita harus serang kepalanya. Itu paling cepat dan aman."
"Ada lagi?" tanya Susi penasaran.
"Ada Inhuman yang punya power spesial. Bisa menyerupai manusia, dan juga yang bisa mengendalikan pikiran."
"Tunggu, maksudnya apa?" Arez bertanya sedikit ketakutan. "Maksudnya mereka bisa berbaur sama kita? Gimana kalau sinyal itu justru dikirim Inhuman yang menyamar?"