"Aku cuma mau hubungan kita jelas, Ris. Kamu nggak bisa jalin hubungan ke dua orang sekaligus. Aku cuma mau jadi satu-satunya, paham?"
Sekali lagi, wow, ada satu fakta baru yang terkupas di sini.
***
Hari ini ada empat orang yang datang, di mana mereka adalah sahabat-sahabatku sejak di bangku kuliah dulu. Mereka datang seakan tanpa beban dan tak menganggap aku sakit. Ruangan dipenuhi tawa karena saling bercerita tentang kejadian-kejadian lucu yang baru saja mereka alami.
Meski tubuhku dalam kondisi tak sadar, namun aku bisa merasakan hangat dan kebahagian itu, terutama Rey yang selalu paling heboh. Mereka juga mengatakan bahwa berkat Rey lah semuanya bisa ada di sini setelah setahun lebih tidak berkumpul dengan tim yang lengkap.
Kebahagiaan itu ternyata muncul dengan sangat singkat. Satu persatu dari mereka pergi dan tinggal menyisakan Rey yang memilih untuk tetap menemani.
"Cepet bangun ya, Vin. Kalau kamu sembuh nanti, akan aku bawa bunga matahari kesukaan kamu. So please, bertahan terus demi kamu sendiri, keluarga, juga aku. I love you, Vin."
Ada sedikit rasa terkejut ketika ia mengucapkan I love you. Entah sebagai perasaan sayang terhadap sahabat sendiri, atau justru ia punya perasaan lain kepadaku selama ini. Apalagi jika mengingat ke belakang, Rey adalah orang yang selalu ada dalam setiap kondisiku.
Bahkan ketika tempo hari aku tahu bahwa kekasihku ternyata selingkuh, yang kupikirkan pertama kali jika nanti sudah membuka mata adalah Rey. Aku harus segera berbagi cerita padanya, karena memang hanya dialah satu-satunya yang bisa mengerti aku.
***
Kepalaku sedikit lebih pusing kali ini. Aku mencoba membuka mata dan bisa melihat secara samar bahwa aku ada dalam ruang rumah sakit yang berbau tajam. Alat bantu pernapasan, infus, semua terpasang dengan selang-selang yang melilit tubuh.