Mohon tunggu...
M. Gilang Riyadi
M. Gilang Riyadi Mohon Tunggu... Penulis - Author

Movie review and fiction specialist | '95 | contact: gilangriy@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Sistem "Cashless" yang Memudahkan, tapi Juga Membuat Repot

2 Agustus 2024   18:30 Diperbarui: 3 Agustus 2024   05:32 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu ketika saya datang ke salah satu kafe kopi kekinian yang namanya cukup terkenal dan cabangnya ada di mana-mana. Ketika mengantre di kasir, pembeli depan saya hendak melakukan transaksi dengan mengeluarkan selembar uang seratus ribu rupiah. Namun dengan halus kasir itu menolaknya dan mengatakan bahwa di kafe tersebut sudah tidak lagi menerima pembayaran tunai.

Kasir menyarankan untuk menggunakan kartu debit/credit ataupun menggunakan scan QRIS. Pembeli depan saya itu pun mengikuti saran kasir yang pada akhirnya memilih jenis pembayaran debit.

Saya yang memang dari awal hendak melakukan transaksi cashless pun tak lagi begitu kerepotan dan mengakui bahwa memang pembayaran non-tunai (scan QRIS) seperti ini jadi memudahkan karena cukup menggunakan ponsel yang mana menjadi jantung aktivitas seseorang dan sangat jarang sampai lupa dibawa.

image by suara.com
image by suara.com

Dari sana sebenarnya saya mulai menemukan beberapa tempat jual-beli yang sama sekali tidak menerima pembayaran uang tunai dan hanya bisa lewat cashless. Benar-benar cashless dan tidak menerima uang tunai.

Lama setelah itu, saya membaca beberapa keluhan pembaca di sosial media yang justru merasa sistem cashless ini bisa jadi bumerang untuk penggunanya. Awalnya saya berpikir masa' sih ada orang yang risih sama sistem cashless? Tapi setelah memikirkan baik-baik ternyata memang tak selamanya sistem non-tunai dapat digunakan.

Berdasarkan analisis pribadi lewat yang saya temukan di kehidupan nyata, sebenarnya ini alasan bahwa sistem cashless ini punya kekurangan dan tentang pembayaran tunai yang sebenarnya masih sangat dibutuhkan dalam transaksi jual beli. Yuk, simak!

Image by Kompas Money
Image by Kompas Money

Tidak Semua Kalangan Bisa Menggunakan Teknologi

Bagi generasi Milenial hingga Gen Z teknologi non-tunai tentunya bukan hal asing, namun berbeda bagi mereka yang berada di generasi Boomer dan Gen X yang notabene adalah orang tua yang kehidupannya dimulai dan dilalui bukan dengan teknologi yang serba praktis.

Meski bukan hal mustahil untuk melakukan transaksi cashless seperti debit/credit dan scan QRIS, pembayaran tunai terasa lebih praktis digunakan karena umumnya mereka pasti menyimpan uang di dompetnya.

Contoh kecilnya adalah ayah saya yang sudah berusia lebih dari 60 tahun, di mana untuk teknologi (ponsel sekalipun) sangatlah gaptek. Ia selalu mengandalkan anaknya untuk hal apapun yang berhubungan dengan teknologi. Ketika melakukan transaksi pun, ayah selalu menggunakan sistem tunai dengan selalu menyimpan uang di dompet.

Dari sini sebenarnya kita mulai bisa mulai paham bahwa belum semua kalangan bisa merata dalam teknologi non-tunai di mana nilai mata uang rupiah yang biasa dibawa itu haruslah tetap bisa diterima di manapun tempat transaksinya.

Kendala Sinyal yang Tak Selamanya Bagus

Dari semua sistem cashless, saya paling menyukai scan QRIS karena memudahkan untuk melihat transaksi berhasil atau tidak di mutasi mobile banking. Sedangkan dengan debit/credit, ujung-ujungnya harus cek ponsel juga untuk memastikan transaksi berhasil atau sekadar melihat nominal yang telah berkurangnya.

Tapi satu hal yang tak boleh dilewatkan adalah setiap mesin EDC pun punya sinyal untuk menjangkau jaringan mereka. Meski probabilitasnya kecil, namun transaksi gagal karena sinyal ini bisa terjadi. Apalagi saya sudah lama kerja di retail dan menemukan kasus seperti ini.

Image by Pasitive CCTV 
Image by Pasitive CCTV 

Mending jika sinyal langsung ada saat itu juga. Kalau tidak dan terus gangguan mau seperti apa? Pastinya mau tak mau hanya uang cash lah yang bisa dilakukan agar transaksi bisa dilakukan dan tak menimbulkan antrian yang panjang. Meski sebenarnya, kasir zaman sekarang sudah menyiapkan lebih dari 1 EDC yang mana jika satu gagal bisa dilakukan ke alat yang lain.

See? Ternyata sistem tunai bisa lebih cepat dan praktis, bukan?

Kemungkinan Transaksi Gantung

Ini berhubungan dengan poin sebelumnya yang (mungkin bisa jadi) karena kendala sinyal juga, atau mungkin lewat bank bersangkutan yang menerbitkan EDC. Transaksi gantung lebih jarang terjadi. Bahkan menurut saya kemungkinannya 1:1000 dari yang pernah saya temui ketika bekerja di retail.

Transaksi gantung terjadi ketika saldo pembeli sudah berkurang dan dinyatakan berhasil lewat ponsel/kartu mereka, namun di pihak penjual (kasir) justru belum ada transaksi yang masuk. Hal ini tentu jadi perdebatan bagi keduanya karena untuk melanjutkan transaksi, harus ada uang masuk ke pihak penjual.

SOP dari pihak penjual ini (termasuk yang pernah saya lakukan di toko) adalah dengan melakukan transaksi ulang yang diutamakan lewat cash agar kejadian tadi tak terulang. Ya betul, pembeli di sini mau tak mau harus membayar dobel alias 2x sambil menunggu transaksi pertama tadi diproses kurang lebih 7 hingga 14 hari kerja.

Di sini pihak penjual (dibantu oleh bagian keuangan) akan melakukan double check ke bank penerbit EDC untuk memastikan apakah dana masuk atau tidak. Jika memang ternyata masuk ke rekening penjual, maka pihak penjual akan mentransferkan dana yang gagal itu ke pembeli. Jika sebaliknya, maka nanti bank yang bersangkutanlah yang akan mentransfer jumlah tersebut ke pembeli tadi.

Hal ini benar-benar membuat repot pembeli karena mau tak mau ia harus memfollow-up ke 2 pihak, yaitu penjual dan bank yang ia gunakan untuk tahu perkembangan detailnya seperti apa.

Sekali lagi, transaksi gantung sangatlah jarang terjadi, tapi bukan berarti mustahil ya.

...

Sementara itu, ada juga beberapa poin yang bisa kita lihat dari sisi lain dan bukan menyalahkan sepenuhnya kepada penjual. Di mana di sini juga kita sebagai pembeli perlu sedikit memahami bagaimana kondisi di lapangan hingga mereka sampai tidak mau menerima uang tunai sebagai sarana transaksi.

Sulitnya Mencari Uang Receh

Sebagai yang sudah lama berpengalaman bekerja di bidang retail dan bertemu banyak konsumen, salah satu masalah yang sering terjadi adalah sulitnya mencari uang receh untuk kembalian, terutama uang koin. Hal ini jika dibiarkan terlalu lama tentu akan menghambat jalannya transaksi.

Image by Dream.co.id
Image by Dream.co.id

Maka dari itu saya bersama tim paling tidak harus punya stok receh dan jangan sampai menyebabkan uang modal di kasir benar-benar habis (recehnya). Kami biasa mencari tukaran receh di SPBU atau toko grosir yang sekiranya memang punya stok receh yang banyak.

Kesulitan inilah yang sepertinya menjadi salah satu alasan kenapa beberapa tempat transaksi jual beli tidak lagi menggunakan sistem tunai untuk pembayaran agar tak perlu repot mencari tukarang uang kembalian.

Rawan Uang Palsu dan Penipuan Lain

Jangan salah lho, meski sangat jarang terjadi, ada beberapa kejahatan yang bisa ditemui di perusahaan-perusahaan retail di mana kasirlah yang jadi sasaran utama. Di mana di sini uanglah yang jadi target kejahatan orang tak bertanggung jawab.

Pertama, adanya uang palsu yang tak disadari oleh pihak kasir, dan baru ketahuan saat setoran ke bank. Selain harus membuat Berita Acara yang cukup panjang, hal ini tentu jadi kerugian bagi perusahaan.

Tapi di beberapa tempat sudah mulai disediakan pendeteksi uang palsu dengan sinar UV yang bisa mengecek langsung apakah uang itu asli atau bukan.

Selain masalah uang palsu, ada juga kejahatan lain seperti perampokan dan orang yang berpura-pura dari perusahaan ingin mengambil uang sales di kasir. Tentu saja jika seperti ini yang diincar lagi-lagi uang tunai. Dan ketika menerapkan sistem cashless, tentu saja kejahatan seperti ini bisa diminimalisir.

...

Nah itu tadi analisis singkat tentang sistem cashless yang memang memudahkan namun juga punya sisi lain yang bisa jadi menyulitkan pengguna.

Kalau Kompasianer sendiri gimana nih? Lebih suka sistem tunai atau non-tunai? Yuk boleh share pengalamannya juga.

Baiklah sekian informasi yang bisa saya berikan dalam kesempatan ini. Akhir kata, sampai jumpa di tulisan selanjutnya!

-M. Gilang Riyadi, 2024-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun