Mohon tunggu...
M. Gilang Riyadi
M. Gilang Riyadi Mohon Tunggu... Penulis - Author

Movie review and fiction specialist | '95 | contact: gilangriy@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Mulailah Berhati-Hati Jika Ingin Bersedekah Online

18 Maret 2024   22:27 Diperbarui: 18 Maret 2024   22:37 506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi by indonesiaberbagi.id 

Kembali lagi ke topik Ramadan dan puasa. Di bulan yang suci ini akan menjadi momen emas bagi kita umat manusia untuk berlomba dalam ibadah dan kebaikan. Perintah sunah yang biasa jarang dilakukan, akan rutin dijalani kali ini. Begitu pula dengan kebaikan. Sebisa mungkin kita memanfaatkan momen ini untuk berbagi kepada sesama yang membutuhkan.

Salah satu hal yang biasa dilakukan adalah dengan bersedekah. Sedakah kepada yang kurang mampu memang menjadi ibadah yang tak terlewat di Ramadan ini. Kita bisa membaginya mulai dari orang terdekat, panti asuhan, hingga ke orang pinggiran yang biasa ada di jalanan.

Kegiatan bersedekah ini selain punya pahala yang besar, juga akan memberikan rasa kedamaian dalam diri. Kita menjadi lebih bersyukur atas keadaan yang diberikan oleh Allah SWT. Ini pun menjadi pengingat diri untuk sadar bahwa hidup akan terus berputar. Kadang di atas, kadang pula di bawah.

Sedekah tentunya bisa dilakukan secara langsung kepada yang membutuhkan. Namun, di zaman yang serba modern ini semuanya bisa dilakukan melalui daring atau yang biasa kita sebut online. Tak perlu repot datang mencari yang kesusahan/membutuhkan. Tinggal transfer lewat mobile banking, urusan bisa beres.

Untuk kaum milenial seperti saya dan beberapa generasi Gen Z, hal serba online yang bisa dilakukan lewat ponsel memanglah sesuatu yang harus dimanfaatkan untuk mengefesiensi waktu. Maka sedekah lewat online ini bukan jadi sesuatu yang aneh bagi kami. Bisa langsung ke orang yang membutuhkan, atau bisa juga lewat perantara seperti lembaga resmi.

Namun ternyata kita perlu mewaspadai terhadap hal-hal buruk yang mungkin terjadi. Sesuatu lewat online yang kita tak tahu pasti kondisinya justru bisa dimanfaatkan oleh orang tak bertanggungjawab untuk mengambil keuntungan pribadi. Oknum ini bisa saja menjual cerita sedih dan seakan membutuhkan bantuan, padahal kenyataan di dalamnya ia baik-baik saja dan memang punya niat buruk dengan memanfaatkan kebaikan orang lain.

Kenapa saya sampai berani menulis hal ini adalah ketika menemukan cerita yang bahkan berkali-kali terjadi di aplikasi Twitter (atau yang kini berubah nama jadi X). Beberapa Kompasianer mungkin ada juga yang bermain Twitter. Sebagai informasi, sosial media tersebut memang bisa digunakan untuk segala hal. Mulai dari curhat, jualan, hingga "menjual cerita sedih"

Tentu memang ada kisah yang benar-benar sedih dan memilukan. Saya pun ikut prihatin jika menemukan kasus seperti itu. Tapi yang akan dibahas di sini adalah contoh oknum yang sengaja membuat cerita sedih untuk meminta bantuan berupa uang yang pada akhirnya justru dipakai untuk kepentingan pribadi yang tak ada kaitannya dengan cerita awal.

Sederhananya begini, modus yang oknum itu lakukan adalah dengan cara menjual cerita kesedihan di sana. Entah dia sedang sakit, orang tua, atau siapapun itu dengan kondisi diri yang tak punya uang. Lalu, ia akan meminta bantuan kepada netizen untuk memberikannya uang.

Netizen yang luluh akan merasa kasihan dengan si oknum ini. Maka, akan banyak orang yang ikut transfer seakan cerita itu nyata. Meski jumlahnya tak seberapa, tapi jika dikalikan dengan puluhan bahkan ratusan yang membantu pasti akan mencapai jumlah yang fantastis.

Salah satu contoh cerita di Twitter baru saja terjadi. Berikut saya lampirkan kisahnya.

Jadi ada seorang netizen yang mengaku bahwa dirinya sedang membutuhkan biaya untuk berobat ibu dan anaknya yang sedang sakit. usut punya usut, netizen ini (sebut saja si S) telah dari jauh-jauh hari pun sudah melakukan hal sama bahkan mengirimi pesan pribadi (DM) ke banyak netizen lain.

Setelah semakin ditelusuri, Si S ini sempat menggunakan akun kitabisa untuk sarana penerima 'sumbangan' yang mana jumlahnya sudah sampai puluhan juta (setahu saya 50jutaan). Hal yang janggal adalah tidak ada transparansi atas ke mana saja uang itu digunakan. Apa benar untuk berobat? Padahal biasanya di kitabisa akan ada transparansi yang jelas agar donatur tahu ke mana saja uang yang sudah mereka sumbangkan.

Dalam tweet akhirnya, Si S ini membutuhkan uang 2 juta bahkan sempat bilang ingin menjual ponsel. Padahal jika ditelusuri lagi, saldo terakhir di kitabisa nya saja masih ada 5 juta lagi. Lalu, kenapa tak gunakan uang itu saja? Kenapa harus repot 'meminta' kembali ke netizen?

Jika Kompasianer sempat bisa juga mampir ke tweet yang saya sematkan di atas. Sekarang memang sedang jadi perbincangan hangat di sana karena netizen meminta kejelasan atas kejanggalan ini.

Beberapa spekulasi netizen menyebutkan mungkin benar bahwa ibu dan anaknya sakit, tapi uang puluhan juta yang sudah diterimanya sama sekali tak ada transparansi. Mengingat juga bahwa ternyata pengobatan anak dan ibunya ini sudah ditanggung BPJS.

Memang, ini jadi terkesan suudzon terhadap si S ini. Kita pun belum tahu pasti seperti apa cerita lengkapnya. Namun sekali lagi, menjual cerita kesedihan di twitter ini bukan hal aneh. Oleh karena itu saya pribadi jarang sekali memberi bantuan lewat sosmed ke orang yang belum dikenal.

Terlepas dari benar atau tidaknya cerita si S ini dan seperti apa kelanjutannya, saya hanya ingin memberi pesan untuk diri sendiri dan Kompasianer bahwa tak pernah ada yang salah dengan perbuatan baik, salah satunya bersedekah.

Namun tak ada salahnya membuat prioritas untuk siapa sajakah sedekah yang akan kita berikan agar menjadi berkah baik bagi pemberi maupun penerima. Jangan jauh-jauh untuk mencari di online yang belum tentu kejelasannya. Jika punya kerabat/saudara yang membutuhkan maka bantulah mereka terlebih dulu.

Baiklah sepertinya cukup sampai sini apa yang bisa saya sampaikan di kesempatan ini. Silakan ambil baiknya dan buang yang buruknya. Terima kasih sudah mampir, sampai jumpa di tulisan selanjutnya!

-M. Gilang Riyadi, 2024-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun