Salah satu contoh cerita di Twitter baru saja terjadi. Berikut saya lampirkan kisahnya.
pic.twitter.com/eNrYT04sgX--- Infowor & Drama (@infoXwor_) March 18, 2024
Jadi ada seorang netizen yang mengaku bahwa dirinya sedang membutuhkan biaya untuk berobat ibu dan anaknya yang sedang sakit. usut punya usut, netizen ini (sebut saja si S) telah dari jauh-jauh hari pun sudah melakukan hal sama bahkan mengirimi pesan pribadi (DM) ke banyak netizen lain.
Setelah semakin ditelusuri, Si S ini sempat menggunakan akun kitabisa untuk sarana penerima 'sumbangan' yang mana jumlahnya sudah sampai puluhan juta (setahu saya 50jutaan). Hal yang janggal adalah tidak ada transparansi atas ke mana saja uang itu digunakan. Apa benar untuk berobat? Padahal biasanya di kitabisa akan ada transparansi yang jelas agar donatur tahu ke mana saja uang yang sudah mereka sumbangkan.
Dalam tweet akhirnya, Si S ini membutuhkan uang 2 juta bahkan sempat bilang ingin menjual ponsel. Padahal jika ditelusuri lagi, saldo terakhir di kitabisa nya saja masih ada 5 juta lagi. Lalu, kenapa tak gunakan uang itu saja? Kenapa harus repot 'meminta' kembali ke netizen?
Halo, Bisa gak diklarifikasi dana dari kitabisa dipake untuk apa aja? Udah sering narik dana kenapa masih kurang?@kitabisacom tolong diselidiki penggalang ini pic.twitter.com/g9etir97oG--- Ti (@beautiyah) March 18, 2024
Jika Kompasianer sempat bisa juga mampir ke tweet yang saya sematkan di atas. Sekarang memang sedang jadi perbincangan hangat di sana karena netizen meminta kejelasan atas kejanggalan ini.
Beberapa spekulasi netizen menyebutkan mungkin benar bahwa ibu dan anaknya sakit, tapi uang puluhan juta yang sudah diterimanya sama sekali tak ada transparansi. Mengingat juga bahwa ternyata pengobatan anak dan ibunya ini sudah ditanggung BPJS.
Memang, ini jadi terkesan suudzon terhadap si S ini. Kita pun belum tahu pasti seperti apa cerita lengkapnya. Namun sekali lagi, menjual cerita kesedihan di twitter ini bukan hal aneh. Oleh karena itu saya pribadi jarang sekali memberi bantuan lewat sosmed ke orang yang belum dikenal.
Terlepas dari benar atau tidaknya cerita si S ini dan seperti apa kelanjutannya, saya hanya ingin memberi pesan untuk diri sendiri dan Kompasianer bahwa tak pernah ada yang salah dengan perbuatan baik, salah satunya bersedekah.
Namun tak ada salahnya membuat prioritas untuk siapa sajakah sedekah yang akan kita berikan agar menjadi berkah baik bagi pemberi maupun penerima. Jangan jauh-jauh untuk mencari di online yang belum tentu kejelasannya. Jika punya kerabat/saudara yang membutuhkan maka bantulah mereka terlebih dulu.