Maka dari itu saya ingin mencoba mengulas tentang film 2014 yang rasanya seperti cermin bagi politik Indonesia. Apalagi saat ini pun sedang panas-panasnya karena pemilu akan dilaksanakan.
SINOPSIS
Tahun 2014 ada 3 calon presiden Indonesia. Seperti di kehidupan nyata, ketiganya melaksanakan debat yang disiarkan langsung di televisi. Mereka adalah Faisal Abdul Hamid (Rudy Salam) dari Partai Kesejahteraan Rakyat, Syamsul Triadi (Akri Patrio) dari Partai Pelindung Rakyat, dan Bagas Notolegowo (Ray Sahetapy) dari Partai Nusantara.
Bagas Notolegowo bisa dibilang menjadi kandidat paling kuat karena punya rasa keadilan tinggi bagi rakyat serta selalu memenangkan hasil survey yang dilakukan. Namun sayangnya ia terkena fitnah dan dituduh membunuh rekannya, Ramadhan Hasyim yang juga menjabat sebagai Kepala Departemen Keuangan.
Iptu Asri (Atiqah Hasiholan) yang juga turun langsung ke lapangan untuk menyelidiki kasus, mencurigai bahwa ada motif kepentingan di sini yang membuat calon presiden terkuat itu seakan bersalah dan mundur dalam pemilu yang akan dilaksanakan dua bulan lagi itu.
Ricky Bagaskoro (Rizky Nazar) yang merupakan anak sulung Bagas mencoba menghubungi pengacara dan dosen hebat untuk mendampingi kasus ini. Dia adalah Khrisna Dorojatun (Donny Damara) yang selalu memenangkan kasus dengan cara bersih. Setelah mencapai kesepakatan, Khrisna akhirnya membantu Ricky untuk bisa membersihkan nama Bagas yang kini sudah jadi tersangka dan dipenjara.
Konflik mulai terasa ketika Ricky dan Laras (Maudy Ayunda), anak Khirsna, mencoba mencari bukti-bukti di TKP tempat Ramadhan Hasyim tewas. Keduanya diikuti oleh seseorang yang ternyata ingin mengincar nyawa mereka dan menghalangi siapapun yang terlibat dalam kasus ini.
KOTORNYA KEPENTINGAN POLITIK
Seperti dugaan Iptu Asri bahwa ada kepentingan politik di sini yang sengaja membuat Bagas tersingkir dari pemilu. Bahkan perlahan-lahan petunjuk-petunjuk penting itu hilang. Seperti atasannya yang tiba-tiba dimutasi ke Kalimantan padahal sedang menyelidi kasus ini. CCTV dan segala pentujuk yang ada di apartemen tempat Ramadhan Hasyim tewas tiba-tiba saja lenyap dan tak bisa dijadikan sebagai barang bukti.
Di persidangan pun mau tak mau Bagas Notolegowo jadi semakin tersudut, apalagi dari waktu kedatangan ia ke TKP dan waktu perkiraan tewasnya korban hampir bersamaan. Untung saja Khrisna Dorojatun bisa sedikit memutar pertanyaan pada jaksa penuntut umum dan saksi yang bisa menyamarkan keterlibatan Bagas dalam pembunuhan ini.
Usut punya usut, ternyata ada salah satu capres lain yang terlibat dan menjadi otak atas kasus Bagas ini. Bisa dilihat juga bahwa hal ini akan jadi kesempatan emas bagi dirinya karena lawan terkuat sebentar lagi akan tumbang. Bahkan si capres ini tak segan untuk meminta Presiden yang kala itu masih menjabat untuk dapat membantunya memenangkan pemilu.