Mohon tunggu...
M. Gilang Riyadi
M. Gilang Riyadi Mohon Tunggu... Penulis - Author

Movie review and fiction specialist | '95 | contact: gilangriy@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Ketika Live Shopping Perlahan "Membunuh" Bisnis Retail Offline

16 September 2023   15:17 Diperbarui: 19 September 2023   14:11 1822
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi live shopping.(Dok. Shutterstock/BaLL LunLa via Kompas.com)

Di tahun 2023 ini rasanya masyarakat sudah tak asing lagi dengan aplikasi sosial media TikTok. Viral di Indonesia sejak 2016 lalu, TikTok sendiri hadir sebagai wadah untuk penggunanya bisa mengunggah konten video sekreatif mungkin. Meski sempat menuai pro dan kontra hingga saat ini, keberadaan TikTok menjadi kebutuhan sebagian orang untuk mencari hiburan.

Tak sampai sana saja, TikTok ternyata mulai melebarkan sayap ke e-commerce yang membuat penggunanya bisa melakukan transaksi jual beli di sana layaknya aplikasi lain seperti Shopee, Lazada, Bukalapak, Tokopedia, dan masih banyak yang lain.

Di satu sisi tentu hal ini menambah persaingan antar e-commerce lain, tapi juga menjadi daya tarik lain bagi beberapa pengguna. Seseorang yang asyik berselancar di TikTok misalnya, tak perlu repot lagi membuka aplikasi lain untuk belanja daring. Semua tetap dilakukan di satu aplikasi.

Semakin ke sini ada saja fitur dan kreativitas baru untuk tetap eksis di kalangan penggunanya. Hal yang dimaksud ini tidak lain dan tidak bukan adalah soal live shopping yang sekarang memang jadi cara lain calon pembeli untuk memutuskan apakah akan membeli barang dari salah satu toko atau tidak.

Image by Cakrawala News
Image by Cakrawala News

Live shopping dilakukan oleh pihak penjual, ditonton calon pembeli, serta memberikan diskon spesial yang hanya bisa dilakukan di waktu live saja. Calon pembeli bebas bertanya apapun soal produk tersebut dan penjual akan menjawabnya saat itu juga guna merayu pembeli agar bisa segera check out dan melakukan pembayaran.

Oh ya, kegiatan live shopping seperti ini sebenarnya tak hanya ada di TikTok ya. Shopee dan Tokopedia, misalnya, juga punya fitur ini juga kok. Hanya saja, menurut saya, popularitasnya belum sebesar TikTok.

Meski memang hadir untuk mempermudah pengguna, kegiatan live shopping yang dengan membanting harga ini ternyata pelan-pelan membuat bisnis retail offline terancam keberadaannya. Orang-orang langsung berbelok arah ke online yang dirasa lebih mudah juga lebih murah.

Saya sebagai orang yang bekerja di industri retail pakaian pun kali ini mulai merasakan efek dari live shopping ini yang memang bukan hanya dirasakan oleh cabang tempat saya ditempatkan, tapi juga cabang lain dari perusahaan yang sama. 

Maka dari itu di tulisan kali ini saya mencoba menjelaskan unek-unek hingga analisis pribadi saya terhadap fenomena ini.

HARGA YANG JAUH LEBIH MURAH

Faktor utama ketika seseorang ingin membeli barang di manapun itu tempatnya adalah soal HARGA. Jika ada tempat yang menjual barang dengan kualitas sama namun lebih murah pasti orang-orang akan beralih ke sana. 

Jangankan sampai ribuan, perbedaan ratusan rupiah pun bagi saya menjadi pertimbangan untuk memutuskan membeli di toko mana.

Sejak awal-awal keberadaan toko online sebenarnya memang sudah memberi harga lebih murah dibanding di pasaran. Tak jarang kata-kata seperti nanti aja beli di online biar lebih murah sering terdengar. Bahkan ada juga orang yang sengaja datang ke toko offline untuk melihat real fisiknya, namun memilih beli di daring saja agar harga lebih murah, plus diberi gratis ongkir.

Image by Suara.com
Image by Suara.com

Tentu saja toko online seperti itu bisa lebih murah, karena mereka cukup mengandalkan stok barang saja sebagai sarana bisnisnya. Sementara itu untuk toko fisik setidaknya membutuhkan biaya operasional yang tak sedikit seperti gaji karyawan, sewa tempat, listrik, servis, internet, pajak, dan banyak lagi yang tak terduga.

Sementara itu selain memberi harga yang lebih murah dari pasaran, toko daring juga punya privilage dari pengelola aplikasi, seperti potongan harga tambahan, gratis ongkir, hingga cashback bagi konsumen. Tentu hal ini jadi faktor lainnya kenapa konsumen memutuskan membeli lewat online.

Di samping itu juga, konsumen tak perlu repot mengeluarkan waktu datang ke toko offline yang memerlukan effort lebih dengan cuaca dan bensin. Semua bisa dilakukan hanya dengan bermodalkan ponsel.

LIVE SHOPPING YANG MENJADI TREND

Live shopping merupakan kegiatan yang dilakukan seorang penjual di aplikasi e-commerce seperti Shopee, TikTok, Tokopedia, dan yang lain. Ini dijalankan guna membuat calon konsumen tertarik untuk membelinya.

Yang menarik dari live shopping ini ialah bagaimana konsumen bisa mendapatkan harga yang sangat rendah dan jauh dari pasaran. Selain karena penjual memberi potongan besar, harga yang ditawarkan pun masih bisa berkurang dengan adanya voucher khusus yang bisa didapatkan hanya saat live saja.

image by Ginee
image by Ginee

Tak perlu pikir panjang sebagai konsumen. Saya pun tak mau menyia-nyiakan kesempatan ini dan akan langsung checkout saat live berlangsung.

Produk yang ditawarkan pun beraneka ragam yang bisa didapat dari toko berbeda. Mulai dari fashion kekinian, mainan anak, sembako, skincare, dan masih banyak lagi.

Hadirnya para artis yang menjadi brand ambasador, affiliator, bahkan hingga membuat bisnisnya sendiri justru menjadi faktor tambahan untuk membuat calon pembeli tertarik karena sudah punya nama di sana.

TERANCAMNYA BISNIS RETAIL OFFLINE

Meski memang memudahkan konsumen untuk mencari barang belanjaan dengan harga lebih murah, keberadaan live shopping ini tentunya punya sisi lain yang ditentang oleh penjual lain. Bukan sebagai sesama bisnis online, melainkan bisnis serupa namun berbasis offline yang memiliki toko fisik.

Image by CNBC Indonesia
Image by CNBC Indonesia

Menulis ini pun tidak akan saya lakukan jika tak punya pengalaman langsung. Saya sendiri merupakan pegawai swasta di salah satu perusahaan retail pakaian yang brand-nya cukup dikenal orang. Saya dipercaya sebagai kepala toko yang bertanggung jawab atas segala operasional di toko, terutama soal pendapatan atau omzet.

Beberapa bulan ke belakang ini toko saya, termasuk toko cabang lainnya yang masih dalam satu brand yang sama, mengalami penurunan omzet yang cukup drastis jika dibandingkan history tahun lalu. 

Tentu awalnya saya merasa mungkin memang konsumen sedang tidak membutuhkan produk yang perusahaan saya tawarkan, namun ternyata setelah saya coba analisis secara sederhana, kenyataannya tidak semudah itu.

Salah satu kompetitor retail pakaian (katakanlah brand X), datang ke toko saya untuk membicarakan soal pendapatan toko apakah naik atau turun. Ya saya bicara apa adanya bahwa keadaan memang sedang tidak baik.

Detik News
Detik News

Ternyata hal ini dialami juga oleh brand X yang mulai melakukan pengurangan biaya operasional. Mulai dari lantai 2 yang tidak dipakai sehingga hanya berpusat di lantai 1, hingga penyesuaian jumlah karyawan. Wow saya rasa saya tidak sendiri di sini yang mengalami ini.

Kemudian, saya melihat beberapa cuitan orang-orang di aplikasi Twitter (saya lupa tidak melakukan screenshot) mengatakan hal sama bahwa mereka yang bekerja ataupun yang memiliki bisnis retail offline ini sedang merasakan juga kesulitan ini di man konsumen perlahan menurun.

Perusahaan saya tak mungkin terus bertahan dengan mengandalkan orang yang datang ke toko. Maka dibuatlah untuk semua outlet wajib melakukan live shopping juga dengan memberi harga yang di bawah pasaran, bahkan hingga 50% yang mana ini benar-benar menurunkan margin.

Hasilnya? Lumayan terasa naik dan bisa meningkatkan pendapatan toko meski harus mengorbankan harga. Dari sini pun saya mulai sadar bahwa live shopping ini adalah salah satu faktor besar kenapa masyarakat mulai enggan belanja ke tempatnya langsung dan hanya mengandalkan ponsel untuk memesan sesuatu.

KISAH PASAR TANAH ABANG YANG SEPI

Pasar Tanah Abang bisa dikatakan sebagai pasar terbesar yang menjadi tujuan utama bagi konsumen atau pedagang lain yang ingin membeli sesuatu dengan harga murah. Pasar ini sebelumnya selalu ramai karena memang menjadi pusat perbelanjaan yang pembelinya banyak dari luar kota.

Namun sejak adanya live shopping ini, keadaan di sana perlahan sepi dan ditinggalkan pengunjung lama. Sebagai pedagang, hal ini menjadi racun yang diam-diam akan membunuh bisnis mereka. 

Bagaimana tidak, yang harus dipikirkan bukan soal pendapatan saja tapi bagaimana dengan operasional lain seperti sewa tempat, listrik, pajak, keamanan, dan lain-lain.

Screenshot from hasil pencarian Google/Dokumentasi pribadi
Screenshot from hasil pencarian Google/Dokumentasi pribadi

Jika hal ini terus-menerus terjadi maka tak bisa dipastikan bahwa bisnis mereka bisa bertahan.

Beberapa dari pedagang itu pun mulai melakukan hal sama berupa live shopping, namun hasilnya belum terlihat. Hal ini memang tak bisa didapat semudah itu. Para pedagang harus bisa mendapat kepercayaan calon pembeli lebih dulu, juga strategi-strategi lain terutama soal harga.

Sementara itu seperti poin sebelumnya bahwa para artis pun ikut memeriahkan live shopping, hal ini membuat garis awal antara si artis dan penjual pemula ini akan berbeda. Artis sudah punya banyak pengikut, sementara pedagang harus memulai dari titik nol.

WIN WIN SOLUTION

Semua ini menjadi dua sisi mata koin yang punya sisi masing-masing di mana ada yang menguntungkan satu pihak, namun pihak lain merugi.

Dari sisi penjual yang punya toko fisik misalnya, sebenarnya memang benar bahwa tidak bisa selamanya bertahan dengan kondisi seperti ini di tengah era modern. Mencoba sesuatu baru seperti ikut live shopping atau juga endorse selebgram lokal, misalnya, bisa dilakukan demi meningkatkan trust konsumen di sosial media.

Dari sisi penjual daring pun sebenarnya diperlukan aturan khusus untuk menyesuaikan harga pasaran dan jangan sampai merusaknya. Di sini pun peran aplikasi terkait hingga pemerintah setempat perlu juga meninjau sampai sejauh mana efek keberadaan live shopping agar bisnis retail offline tidak sampai mati, terutama yang masih di bidang UMKM.

Image by Salsa Wisata
Image by Salsa Wisata

Kita sebagai konsumen pun memang tak dilarang untuk membeli online, tapi tak ada salahnya juga untuk sekali-kali mengunjungi toko offline. Bisa sekalian jalan-jalan, juga bisa melihat kualitas dan ukuran barang secara langsung sehingga tak perlu lagi menebak-nebak seperti beli online.

...

Nah itulah yang bisa saya sampaikan di tulisan kali ini di mana saya berperan sebagai konsumen, pun merangkap sebagai pegawai retail yang juga ikut melakukan live shopping demi menarik konsumen serta memenuhi target omzet.

Lalu bagaimana dengan Kompasianer? Punya pengalaman juga kah soal live shopping ini? Yuk bisa share juga di kolom komentar!

Akhir kata, sampai jumpa di tulisan selanjutnya!

-M. Gilang Riyadi, 2023-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun