Suara sirine berbunyi bahkan sebelum 10 menit. Sepertinya ini diatur mereka untuk membuat permainan lebih mengasyikan.
Langkah Jane yang semula mendekat kini berbalik menjauh. Tentu Farid memanfaatkan kesempatan ini untuk mengejar satu-satunya lawan yang tersisa meski pisau masih tertancap di perutnya. Setiap ia melihat sosok perempuan itu, anak panah terus dilepas meski belum tepat melukai.
Sampai di satu titik, Farid berhasil menancapkan anak panah di betis Jane.
***
Jane sudah pasrah. Mungkin memang ini akhir dari hidupnya. Ia tak bisa membangun kembali bisnis kulinernya yang sudah gulung tikar, juga akan meninggalkan adik perempuannya yang masih butuh biaya kuliah.
Dari jarak yang tak terlalu jauh, Farid kembali bersiap melepaskan panah selanjutnya seperti apa yang ia lakukan kepada Bram. Lagi pula sudah terlambat untuk gadis itu menghindar. Jika pun ia memaksa lari, kakinya yang lain pasti akan kena sasaran selanjutnya.
Suara sirine terdengar memekik telinga. Keadaan lagi-lagi berbalik.
Dengan kaki yang berdarah karena bekas tancapan panah, Jane perlahan bangkit, kemudian mengeluarkan sesuatu dari sakunya.
Itu pistol, yang diambil dari mayat Bram. Ia segera melepaskan satu tembakan hingga mengenai punggung Farid yang hendak berlari. Laki-laki itu tak bisa berkutik lagi. Posisinya jatuh pada bagian depan membuat pisau di perutnya terus menusuk ke dalam. Jane mendekat dengan langkah pincang, kemudian membalikkan tubuh pria itu agar mereka berhadapan.
"Akulah pemenangnya," katanya pelan setengah berbisik, mengarahkan moncong pistol ke kening lawan.
DOR!!!
***