"Kalau dipaksa mana mungkin punyamu itu sampai tegang?"
"Jangan munafik, lah. Cowo juga pasti punya nafsu."
Maka satu minggu itu menjadi hal terberat untukku. Bertemu mereka membuat rasa cemasku meningkat. Tidak bisa berkonsentrasi kerja, sampai lebih sering menyendiri. Bahkan aku sengaja mengambil cuti untuk benar-benar menenangkan diri di rumah selama beberapa hari.
Jauh dari mereka tidak menjamin bahwa jiwaku tenang sepenuhnya. Adegan menjijikan di toilet klub malam itu sering tiba-tiba datang bahkan ketika aku tidur. Begitu bangun, desah napas tak teratur dengan keringat yang membasahi tubuh.
Sepertinya memang benar bahwa tidak akan ada ruang untuk korban pelecehan seksual, terlebih jika dia laki-laki.
***
Ini minggu kedua aku belum masuk kerja. Masih menghabiskan waktu sendirian di rumah dan lebih sering melamun depan televisi. Waktu makan dan tidur jadi berantakan, membuat tubuhku sedikit lebih kurus.
Terkadang aku hanya menghabiskan waktu di kamar mandi dengan shower hangat membasahi tubuh. Teriak sekencang mungkin meski tahu tidak akan ada yang mendengar.
Lalu, salah seorang rekan kerja datang ke sini. Naya, staff HRD. Kebetulan aku memang cukup kenal dengannya karena seumuran. Mungkin dia melihat absensiku yang kosong selama ini, jadi memaksakan diri datang.
"Aku dijebak, Nay," kataku sedikit bergetar. "Dari awal aku nggak mau datang ke acara mereka, apalagi aku nggak biasa minum minuman keras gitu."
"Jadi, ini bukan soal suka sama suka, kan?"