"Aku di depan rumah kamu," katanya ketika aku belum sempat mengucapkan kata halo.
Refleks aku mengenakan masker dan jilbab instan dengan pakaian yang ala kadarnya. Mengintip lewat jendela dan memperhatikan ternyata benar laki-laki itu sudah berada di balik pagar lengkap maskernya.
Dengan langkah ragu aku membukakan pagar setelah sebelumnya menyuruh dia untuk menjaga jarak. Ia mengikuti langkahku dan kami berdua duduk di kursi teras. Saling menghadap dengan jarak satu setengah meter.
"Mau aku buatkan minum?" tanyaku basa-basi.
"Nggak usah. Kita to the point aja, Nin," jawabnya dari balik masker. "Aku nggak perlu jauh-jauh ke sini kalau nggak ada hal penting, apalagi dalam situasi pandemi gini."
Aku hanya menatapnya sesekali tanpa memberi jawaban apapun.
"That's okay kalau kamu nggak siap membawa hubungan kita ke arah yang serius. Aku akan tunggu."
"Masalahnya bukan sekadar itu, Za!"
"Ya terus apa?!" tanyanya dengan nada yang cukup tinggi. "Aku nggak suka teka-teki kayak gini! Kalau aku salah ya jawab!"
"Jelas salah karena selama ini kamu menyembunyikan fakta bahwa kamu punya tunangan!"
Air mata itu lagi-lagi keluar dari tempat persembunyiannya. Aku menarik napas, mencoba mengontrol emosi.